H. Rosihan Anwar
http://www.gatra.com/15 Maret 2002
WARTAWAN Mochtar Lubis merayakan hari ulang tahun ke-80 di auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, 9 Maret 2002. Selama acara dua jam, saya duduk di sampingnya. Secara fisik, Mochtar Lubis (ML) oke, memang agak kurus dan wajahnya menua. Kalau bicara, suaranya kurang jelas. Dia ketawa-ketawa kecil, tanda dia mengikuti dan memahami sambutan 10 pembicara, dari Jakob Oetama hingga Taufik Abdullah. Tahu-tahu, tangannya mengusut-usut punggung saya sebagai ekspresi kemesraan dan persahabatan. Kadang-kadang pandangannya sayu, memperlihatkan suatu kehampaan, sepertinya dia sendirian terkurung dalam dirinya. Sejak istrinya tercinta Halimah, 77 tahun, tutup usia pada 27 Agustus 2001, Mochtar kesepian. Teman setia yang biasa dia ajak bicara tidak ada lagi. ML jadi pelupa. Penampilan fisiknya sehat saja, tapi kondisi batinnya mulai mundur. Melihat itu, lidah saya kelu. Saya terharu, tak tahu ngomong apa, padahal biasanya saya orang yang bicara bijak.
Dalam acara, saya memberikan doa sahabat seperjalanan. Saya katakan, mencapai umur 80 tahun adalah karunia, anugerah Ilahi tanda belas kasih. Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman, “Apabila hamba-Ku telah mencapai umur 80 tahun, maka dicatat semua amal kebajikannya dan dihapus semua dosa-dosanya sebagai suatu pemutihan.” Mochtar Lubis adalah wartawan, sastrawan, budayawan, dalam satu kemasan, yang tiada taranya, tersohor sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred) Harian Indonesia Raya, tercatat sebagai “the crusading journalist”.
Tentu kita bisa bicara banyak tentang perjuangan ML di masa silam, tapi saya memilih memandang ke depan. Diilhami oleh ucapan Bung Karno, kita boleh bilang, “For a fighting journalist there’s no journey’s end”, namun menurut kodrat Ilahi dan hukum alami, perjalanan pasti akan terhenti. Siapa takut? ML dahulu tidak takut pada siapa pun, tapi kini dia takut pada Tuhan Maha Pengasih Maha Penyayang. Seorang sufi perempuan di Baghdad beberapa abad yang lalu berucap, “Ra’sul Hikmah makhafatullah.” Kearifan yang setinggi-tingginya adalah takut kepada Allah. Pada usia 80 tahun, setelah melalui kebahagiaan dan kedukaan, sampai pada keadaannya seperti sekarang, Mochtar niscaya telah memiliki kearifan. Kita berharap, dia akan menempuh sisa kehidupannya dengan aman sentosa, diberkati Allah Ta’ala. Sebagai sahabat seperjalanan yang sebaya, saya doakan bagi Mochtar dalam langkah-langkahnya selanjutnya: Zahab fi amanillah, berjalanlah dalam keamanan Allah, Go with God, Vaya Con Dios.
Mochtar Lubis lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922. Ayahnya pegawai pangreh praja atau binnenlands bestuur (BB) pemerintah kolonial Hindia Belanda yang ketika pensiun pertengahan 1930-an menjabat sebagai Demang atau Kepala Daerah Kerinci. Demang Pandapotan itu digantikan oleh ayah saya, Demang Anwar Maharadja Soetan. Setelah tamat sekolah dasar berbahasa Belanda HIS di Sungai Penuh, ML melanjutkan pelajaran di sekolah ekonomi di Kayutanam yang dipimpin S.M. Latif. Seperti sekolah INS di bawah pimpinan Mohammad Sjafei yang juga ada di Kayutanam adalah sekolah partikelir, bukan sekolah gubernemen (pemerintah), sekolah ekonomi yang sederajat dengan SMP mampu menghasilkan pelajar-pelajar yang berjiwa mandiri. Pendidikan formal ML tidak sampai pada taraf AMS atau HBS, namun hal itu tidak mencegahnya menjadi guru sekolah sebentar di Pulau Nias, sebelum pergi ke Jakarta. Pembentukan intelektual ML terutama hasil belajar sendiri. Ia rajin membaca buku. Seorang otodidak sepanjang hayatnya.
ROSIHAN ANWAR Pada zaman Jepang, ia bekerja sebagai anggota tim yang memonitor siaran radio Sekutu di luar negeri. Berita yang didengar lalu dituliskan dalam laporan untuk disampaikan kepada Gunseikanbu, kantor pemerintah bala tentara Dai Nippon. Demi sekuriti dan agar berita radio itu tidak tersebar ke dalam masyarakat, tim monitor tinggal terpisah dalam kompleks perumahan di Jalan Timor, di belakang hotel milik Jepang di Jalan Thamrin sekarang. Dalam tim itu terdapat Dr. Janssen mantan pegawai Algemene Secretarie di Bogor yang paham bahasa Jepang, J.H. Ritman mantan Pemred Harian Bataviaasche Nieuwsblad, Thambu mantan wartawan Ceylon yang melarikan diri dari Singapura setelah kota itu jatuh ke tangan Jepang, dan Mochtar Lubis. Pada masa itulah, akhir 1944, ML menikah dengan gadis Sunda, Halimah, yang bekerja di Sekretariat Redaksi Harian Asia Raja.
Baru setelah proklamasi kemerdekaan dan kantor berita Antara yang didirikan tahun 1937 oleh Adam Malik dkk muncul kembali, ML bergabung dengan Antara di mana dia, karena paham bahasa Inggris secara aktif, jadi penghubung dengan para koresponden asing yang mulai berdatangan ke Jawa untuk meliput kisah Revolusi Indonesia. Sosoknya yang tinggi 1.85 meter merupakan pemandangan familier di tengah war correspondents yang bule-bule. Menjelang penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) 27 Desember 1949, ML bersama Hasjim Mahdan mendapat ide untuk memulai surat kabar baru, maka lahirlah harian Indonesia Raya dengan Mochtar Lubis sebagai pemrednya. Ketika pertengahan 1950 pecah Perang Korea, ML pergi meliput pertempuran di Korea Selatan dan ia pun terkenal sebagai koresponden perang. Pada parohan pertama dasawarsa 1950, ketika di zaman liberal, demokrasi parlementer, sangat dominan adanya “personal journalism”, maka ML adalah identik dengan Indonesia Raya, begitu pula sebaliknya. Surat kabar dikenal oleh yang memimpinnya: B.M. Diah di Merdeka, S Tasrif di Abadi, Rosihan Anwar di Pedoman.
Sebelum dikenai tahanan rumah pada 1957 yang kemudian berupa tahanan penjara selama sembilan tahun sampai 1966, ML membikin masyarakat gempar dengan beberapa cerita/berita, yang disebut “affair”.
Pertama, affair pelecehan seksual yang dialami Nyonya Yanti Sulaiman, ahli purbakala, pegawai Bagian Kebudayaan Kementerian P & K. Bosnya di bagian itu bernama Sudarsono tidak saja berusaha merayu, melainkan juga mengeluarkan kata-kata seks serba “serem”. Tidak saja Indonesia Raya, melainkan juga Pedoman yang saya pimpin berhari-hari menyiarkan cerita asyik tentang sang Don Juan Sudarsono.
Kedua, affair Hartini ketika terungkap hubungan Presiden Soekarno dengan seorang wanita di Salatiga yang mengakibatkan Nyonya Fatmawati berang dan kemudian meninggalkan istana.
MOCHTAR LUBIS Ketiga, affair Roeslan Abdulgani. Pada 13 Agustus 1956, CPM menangkap mantan Menteri Penerangan dalam kabinet Burhanuddin Harahap, Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe, karena urusan korupsi yang melibatkan Lie Hok Thay yang lebih dulu ditahan. Hok Thay mengaku memberikan uang satu setengah juta rupiah kepada Roeslan Abdulgani yang berasal dari ongkos mencetak kartu suara pemilu. Akibatnya, Roeslan yang telah menjadi Menteri Luar Negeri dalam kabinet Ali Sastroamidjojo hendak ditahan oleh CPM dua jam sebelum keberangkatannya tanggal 14 Agustus ke London untuk menghadiri konferensi internasional mengenai Terusan Suez. Presiden Mesir Nasser baru saja menasionalisasikan Suez. Berkat intervensi PM Ali dan Kepala Staf Nasution, penangkapan dibatalkan, dan Roeslan bisa berangkat ke luar negeri.
Dapat dimengerti apabila Presiden Soekarno yang tengah mewujudkan konsep politiknya –kelak menjelma sebagai demokrasi terpimpin Orde Lama– marah-marah terhadap ML dan Indonesia Raya. Kolonel A.H. Nasution menjadi sekutu terpercaya Soekarno. Di musim gugur 1956, International Press Institute menyelenggarakan pertemuan para editor Indonesia dan editor Belanda di Zurich, Swiss, untuk mendiskusikan hubungan kedua negara. Sehari sebelum keberangkatan para editor, Mochtar dan saya diinterogasi oleh CPM selama delapan jam di markasnya mengenai “sesuatu pemberitaan”. Kami diminta untuk stand by terus, namun tidak kami indahkan.
Keesokan harinya, Mochtar dan saya serta Diah, Tasrif, Wonohito, Adam Malik naik pesawat KLM dari Kemayoran. Lebih dari sebulan kami berada di luar negeri menunggu situasi aman di Tanah Air. Kemudian kami kembali dan di bandara diberitahu, kami tidak akan ditangkap oleh Jaksa Agung. Saya memang tidak diapa-apakan, tetapi Mochtar tidak lama kemudian dikenai tahanan rumah. Ia mencoba memimpin Indonesia Raya dari rumah, tapi makin hari makin sulit situasinya. Pada 1961, ML dipindahkan ke penjara Madiun dan di sana ditahan bersama mantan PM Sjahrir, Mohammad Roem, Anak Agung Gde Agung, Sultan Hamid, Soebadio Sastrosatomo, dan lain-lain. Keadaan di Tanah Air kacau. Peristiwa PRRI-Permesta menggoyahkan stabilitas. Kebebasan pers sirna. Indonesia Raya, Pedoman, Abadi dilarang terbit oleh Soekarno-Nasution.
Selain sebagai wartawan, ML juga dikenal sebagai sastrawan. Ia pandai pula melukis dan membuat patung dari keramik. Mulanya dia menulis cerpen dengan menampilkan tokoh karikatural si Djamal. Kemudian dia bergerak di bidang penulisan novel. Di antara novelnya dapat disebut: Harimau, Harimau!, Senja di Jakarta, Jalan Tak Ada Ujung, Berkelana Dalam Rimba. Dia memperoleh Magsaysay Award untuk jurnalistik dan kesusastraan.
Setelah tahun 1968 Indonesia Raya diizinkan terbit kembali, ML melancarkan “perang salibnya” terhadap korupsi di Pertamina. Bos perusahaan negara itu, Letnan Jenderal Ibnu Soetowo, disorot dengan tajam, namun sia-sia belaka. Ibnu boleh mundur sebagai Direktur Utama Pertamina, akan tetapi posisinya tetap kokoh dan harta yang dikumpulkannya tidak dijamah. ML memang menjadi “hero” di pentas jurnalistik, itulah yang amat disukainya. Apakah soalnya menyangkut pencemaran lingkungan hidup atau pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM), bisa dijamin ML ada di sana sebagai pembela perjuangan untuk yang benar dan adil. “Hero-complex”-nya menjadi motor pendorong dan motivasi penting dalam tindak-tanduknya.
MOCHTAR LUBIS Ketika terjadi peristiwa Malari Januari 1974 dan para mahasiswa beraksi mendemo PM Tanaka dari Jepang, kebakaran terjadi di Pasar Senen, disulut oleh anak buah Ali Moertopo, Presiden Soeharto jadi gelagapan. Ia instruksikan membredel sejumlah surat kabar, di antaranya Indonesia Raya, Pedoman, dan Abadi. ML sendiri ditahan selama dua bulan. Setelah bebas lagi bergerak, seusai ambruknya Orde Lama Soekarno dan timbulnya Orde Baru Soeharto, Mochtar banyak aktif di pelbagai organisasi jurnalistik luar negeri seperti Press Foundation of Asia. Di dalam negeri, dia mendirikan majalah sastra Horison dan menjadi Direktur Yayasan Obor Indonesia yang berprestasi menerbitkan buku-buku bermutu, baik yang dari luar negeri maupun domestik. Usaha penerbitan itu bisa tinggal landas lantaran yayasan ini memperoleh dana dari luar, seperti Ivan Kats dari Asia Foundation. Sesungguhnya, salah satu ciri khas ML ialah PR (public relations) yang kuat, keluwesan bergaul, antusiasme terhadap sesuatu cause seperti ekologi, demokrasi, keadilan, dan hukum. Pintu yang diketoknya menjadi terbuka dan soal pendanaan tak jadi masalah.
Pada dasarnya HUT ke-80 Mochtar Lubis, seorang pembicara dari LIPI, yaitu Dr. Mochtar Pabottinggi, menamakan Mochtar “person of character”, insan nan berwatak. Di negeri kita sekarang, makin langka “person of character” itu. Bung Hatta di zaman Pendidikan Nasional Indonesia awal 1930-an suka menyerukan agar tampillah manusia-manusia yang punya karakter. Ibu Pertiwi tetap mengharapkan dan memerlukan banyak “person of character”. Maka, dalam cahaya, kita menghormati wartawan Mochtar Lubis yang sudah sepuh. Sudah saatnya dia dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputra oleh Presiden RI.
H. Rosihan Anwar, Wartawan senior
[Kolom Gatra Nomor 17 Tahun ke VIII, Beredar 11 Maret 2002]
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar