M.D. Atmaja
http://sastra-indonesia.com/
Orang-orang telah garang karena banyak ketimpangan yang terjadi. Kelurahan tetangga terus menyusup ke halaman. Kadang merembes ke hijau sawah pertiwi. Mencuri ketimun atau kangkung. Mereka, Kelurahan Maling itu menggunakan tangan petani, menginjak padi yang merunduk. Mengambil segala yang bisa diambil. Seperti perompak dalam cerita-cerita bajak laut Wilayah Barat. Petani kelurahan tetangga mencuri, petani Kekurahan Luruh Indon menahan lapar yang sangat. Pencurian itu membuat petani di Kelurahan Indon meradang. Merah membara. Mengasah senjata dan berteriak-teriak kesetanan mengajak perang. Para petani tidak terima atas penghinaan kelurahan tetangga. Menginjak harga diri Kelurahan yang diperjuangkan dengan segenap tumpah darah seluruh rakyat Luruh Indon.
Kemarahan memuncak. Sebatas kemarahan petani yang memegang cangkul dan sabit. Bukan kemarahan pejabat kelurahan yang mampu melempar granat pembelaan. Sore menjadi pagi. Menghantarkan kemarahan. Pagi ke sore dan terbungkus malam, kemarahan masih membara di dalam dada. Beberapa orang desa, pemuda, bapak-bapak, nenek-kakek, dan bahkan anak kecil pergi bersama-sama mendatangi Kantor Kelurahan. Di dalam kerumunan berjubel, ada Kangmas Gothak yang telah menyiapkan Panah dan Tombak. Dia pun mengajak serta Dhimas Gathuk setelah selesai membenahi pagar. Berbondong dari pinggiran, sawah dan ladang ditinggalkan, demi mengajak Pak Lurah Beye membela tanah tumpah darah. Dahulu direbut dengan tetesan darah bercampur air mata. Warga desa Luruh Indon, menuntut perjuangan berlanjut. Mengisi kemerdekaan ke 65 dengan mempertahankan kedaulatan.
“Seharusnya, Pak Beye bisa tegas dengan masalah ini!” ucap Dhimas Gathuk ikut-ikutan marah sedangkan dia sendiri tidak mengikuti kasus ini.
“Halah, Dhi, kamu itu ngomong apa?? Lha dari kemarin kamu juga sibuk sendiri dengan pagarmu. Aku ajak buat senjata persiapan perang saja tidak mau.”
“Kan sudah aku bantu, Kang!”
“Halah,”
“Sekarang kan sudah jaman Nuklir kok masih buat bambu runcing. Kan aneh, Kang. Bangsa ini mengalami kemunduran. Perang kok kayak anak kecil. Perang-perangan.”
Kangmas Gothak juga tidak lekas menjawab. Berjalan terburu membawa lembing yang diujungnya bendera Luruh Indon berkibar. Angin bertiup, genit menggoda sang merah bercampur putih.
“Masalah ini bukan masalah, kita, Kang. Kita hanya warga biasa. Ini urusan Pak Lurah Beye.”
“Kamu, Dhi, kok seperti pejabat yang suka melempar tanggung jawab. Dimana pikiran kritis yang selama ini kamu agungkan? Pikiran kiri jalan terus yang membuatmu kehilangan pekerjaan itu??”
Dhimas Gathuk langsung menarik pandangan dan menghujamkan kepada Kakangnya yang membalas dengan pandangan lebih tajam lagi. Dua bersaudara itu, saling bersiteru dalam pandangan dan pendapat.
“Kita mau apa, Kang, kalau mereka yang diupah untuk membela Kelurahan ini hanya diam?”
“Husss.. kamu itu semakin nglantur Dhi. Bela Kelurahan bukan hanya tanggung jawab pejabat. Walau mereka memang digaji untuk menjalankan pemerintahan. Hak dan kewajiban kita juga, Bela Kelurahan itu!!”
“Ah, Kang, kamu sudah pandai cing-cong. Macam politisi yang mau nyalon jadi Lurah. Kata-kata penuh darah nasionalis kelurahan, tapi mlempem, kayak krupuk kehujanan.”
“Kamu ngomong apa, Dhi?” sahut Kangmas Gothak cepat, dua mata seperti kelereng siap ditolak. Bambu tajam yang diselimut merah bercampur putih itu mengambang. Horisontal. Sementara Dhimas Gathuk berdiri di ujung satunya. Menghadapi tajam bambu yang ditusukkan pada katak mati.
“Lho, aku bukannya nantang Kakang Gothak. Mengatakan kejujuran tapi selalu seperti ini. Diancam dengan senjata. Ditakut-takuti dengan kekuasaan. Kakang Gothak memang Kakangku tapi jangan sewenang-wenang. Orang tua itu penguasa yang tahu cara ngemong. Seperti sewaktu Kakang menggembala kambing itu.”
Pelan-pelan, Kangmas Gothak mengangkat lembing dan mendirikan tegak. Merah bercampur putih kembali menari sama angin.
“Kemarin sengaja, aku membuat pagar. Membuat garis batas dengan tegas. Kalau pagar itu masih diterobos juga, berarti orang itu cari mati. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung.”
“Walah, Dhi, jauh-jauh sampai Malang! Hahahahahahaha…. “ Kakang Gothak tertawa, merasa menang dari adiknya. “Harusnya bagaimana?”
“Penguasa harus berani. Jangan pengecut. Jangan seperti lelaki beraninya sama banci. Kalau berani dengan laki-laki tulen. Baru terbukti. Ya sama saja, banci, Kang.”
“Lha, siapa yang banci. Dhi?”
“Lurahmu, itu!” Dhimas Gathuk langsung diam. Nafasnya ngos-ngosan. Amarahnya membludak. Jadi banjir bandang.
Wajah Pak Lurah Beye yang gemuk dan agak memerah itu muncul di kelopak matanya. Pak Lurah Beye menebarkan senyuman kepada warga desa. Menuntut ketegasan akan perang. Bergelut dalam simbah darah demi harga diri yang terinjak. Wajah gemuk itu menciptakan senyuman. Lalu, suara mengalun pelan. Merdu. Seperti kucing yang mengeong di malam hari. Penuh bujuk rayu yang menggelikan sekaligus menggairahkan. Tentunya,bagi sesama kucing, pikir Dhimas Gathuk yang berusaha mengambil alih lembing dari tangan Kakangnya.
“Warga desa sekalian tidak perlu berkumpul seperti ini. Perang dengan Kelurahan Maling yang berasas baik itu sungguh tidak perlu. Saya sudah mengirimkan surat pada Kanjeng Sultan Maling di Istana Maling. Jadi, saya mohon, warga desa sekalian, harap pulang ke rumah masing-masing.
“Pulang bagaimana?” sahut Kangmas Gothak dalam teriakan keras di tengah kerumunan.
“Pulang! Yang petani mulai mengerjakan sawah. Yang nelayan mulai saja berlayar. Yang guru lekas mengajar. Yang seniman, berkarya lah. Lanjutkan!” Lurah Beye tersenyum lebar. Matanya syahdu menyebar ke mata penduduk yang berkerumun bak semut.
“Bagaimana kami akan bertani, kalau banyak sawah kami coba libas…??” tanya seorang yang menggunakan caping.
“Ikan habis, Pak Lurah.”
“Lho, bagaimana ikan bisa habis?” sahut Pak Lurah Beye dalam senyuman merah merona, “Makanya, kalian, kalau menangkap ikan tidak boleh pakai BOM! Harus dengan cara yang baik, agar Tuhan tidak bosan membesarkan ikan untuk kita.”
“Ikannya dicuri, Pak!” teriak seorang nelayan.
“Siapa yang berani?”
“Orang dari Kelurahan Maling!”
“Itu hanya salah paham. Mereka tidak sengaja memasuki wilayah kita. Sudah saya katakan tadi. Kemarin saya juga sudah berkirim surat.”
“Mereka itu sengaja menantang kita, Pak Lurah. Lebih baik ayo, sekarang kita ganyang saja. Seperti dulu.”
“Iya, Pak! Jangan diam saja. Ganyang Maling.” Teriak seorang dari belakang yang menirukan gaya Lurah pertama Kelurahan Luruh Indon.
“Kita tidak akan berperang dengan mereka. Mengalah itu lebih baik. Kita musti bersabar. Rahmat Tuhan tercurah untuk orang-orang yang sabar.” Pak Lurah Beye kembali tersenyum sambil menebarkan pandangan pesonanya. Pandangan dan senyuman itu yang dahulu memberikan kemenangan mutlak yang terus dibanggakan. Namun, dari senyuman itu terasa ada yang hilang. Sudah tidak ada tahi lalat di pipi. “Ayo, sekarang pulang. Lanjutkan pekerjaan masing-masing. Jangan malas. Jangan berpangku tangan. Saatnya orang-orang di Luruh Indon mengencangkan ikat pinggang.”
“Untuk mengganyang Kelurahan Maling, Pak Lurah?”
Seorang berambut panjang tiba-tiba merebut megaphone. Dia berdiri di atas pagar Kantor Kelurahan. Lalu, selembar kertas menutupi muka.
“Lurah…!!” suaranya menggelegar berdesingan ke delapn penjuru. “Siang bolong, kita ditantang. Di depan hidung besarmu, mereka mencuri. Tahi lalat juga tercuri, Lurah…!! Tiba saatnya beraksi. Kita gempur. Kita arangkan seluruh negeri pencuri. Itu kalau Engkau, tersenyum patriot sejati. Atau… “ dia diam sejenak memandang orang-orang yang menunggu. “Beye, Lurah Banci di atas tanah para satria sejati?”
Semua orang bertepuk tangan. Selembar kertas dihempaskan sehingga muka itu nampak jelas. Wajah itu milik Dhimas Gathuk. Dia memakai rambut palsu agar tidak dikenali. Panjang dan gimbal. Lusuh dan luruh. Namun sesaat saja, orang-orang diam. Membeku. Bisu. Malu… BANCI..!!! teriak mereka sambil melemparkan telur busuk dan membakari bendera.
Lengkong – Banjarnegara, 05 September 2010.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 07 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar