Jumat, 17 Desember 2010

Bahasa dan sebagainya dalam antologi Presiden Panji Laras

Nu’man ’Zeus’ Anggara
http://sastra-indonesia.com/

M.S. Nugroho, sebagai cerpenis yang telah menulis beberapa karya yang beridekan sastra Panji, romantika remaja, pergaulan suami istri telah memberikan penawaran yang di beberapa sisi menyegarkan dan di sisi yang lain memmpunyai kecenderungan identik dengan gaya penulisan beberapa pengarang Jombang. Sebagai pembaca yang kurang atau bahkan sedikit sekali mengetahui seluk-beluk cerita panji, melalui tulisan ini akan mencoba membayangkan logika cerpen pengarang kita ini dengan resiko segala kekurangan dan ketidak-akuratan.

Membayangkan sebuah gaya dominan dalam konteks geo-kesusastraan memancing kesimpulan-kesimpulan tergesa-gesa atau klaim dengan harapan penegasan tersebut menjadi potret standar yang diikuti komentator-komentator lainnya. Gaya penulis Jombang tidak bisa ditarik dengan melihat strategi diksi atau pilihan kalimat, tetapi membayangkan sesuatu yang lebih luas seperti tendensi psikologi budaya dan sejarah kepenulisan di wilayah ini. Dengan tidak memperhatikan penulis lama seperti Emha Ainun Najib hingga cerpenis seperti rekan Nugroho ini akan ada benang merah yang dapat menandai stilistika dan gaya bahasa yang kuat menjadi merk sastra Jombang. Sebuah hal yang klise jika membayangkan kota ini sebagai kota santri dimana tradisi keislaman yang berakar sejak lama membuat sebuah kondisi kesusastraan harus langsung menggunakan simbol-simbol keagamaan dengan vulgar dan definitif. Pendekatan yang alamiah dan manusiawi, yang artinya juga sama dengan spiritualitas dalam konotasi perennial, dicoba dituliskan dalam antologi ini.

Beberapa cerpen dalam antologi ini dapat dibaca dengan tidak mengharapkan sesuatu yang luar biasa, cerita berjalan dan diukir dengan bahasa dan pendekatan narasi yang tidak istimewa. Namun dalam jumlah yang lebih besar, cerita-cerita menjanjikan endapan-endapan kreatif yang punya arah menggembirakan dan mencerahkan secara kritik. Singkatnya, hanya sedikit cerpen dalam antologi ini yang akan membuat pembaca malas-malasan menikmatinya. Dengan tetap mengingat bahwa dalam karya-karya Nugroho yang istimewa juga memiliki celah kelemahan.

Tokoh Jaka Bayawak yang diambil dari dongeng Panji dicurahkan melalui karakter Dewi di masa kini yang sedang diterangi temaram lampu di bar kecil. Lalu dimulailah cerita waktu ganda. Adegan-adegan berjalan filmis seirama dengan tragedi masing-masing perempuan di waktu terpisah. Penedekatan ini sebenarnya tidak terlalu orisinil, tetapi percobaan yang tidak hati-hati dan kaya fantasi akan gagal menciptakan sensasi yang mampu mengungkapkan isi tematik dari cerita referensi. Dengan kelihaian menempatkan adegan, Entropi Jaka Bayawak sukses meramu segelas jamu beras kencur dengan tujuh gelas bir dengan rasa yang sama mendayu-dayunya di latar waktu yang berbeda. Bahasa perempuan yang nyaris tanpa revisi.

Seperti halnya juga cerpen diatas, Yuyu Kangkang Kata-Kata mengeksplorasi dongeng dengan menderu-deru. Hanya saja aspek yang dirayakan di komposisi ini adalah kata-kata. Kenapa Yuyu Kangkang? Nugroho lebih tahu alasannya. Yang dapat dilihat disini lebih pada bagaimana kata-kata yang berkhianat, penuh dendam, dan berhamburan tidak bisa diandalkan sebagai sandaran terakhir realitas. ’Semuanya berubah, menjadi abjad pertama, menjadi pertama. Menjadi satu dan Sang Satu.’ Seperti dongeng, moral ceritanya jelas dan untuk kepentingan sastra mutakhir dirancang manuver tekstual dalam formasi liris dan puitis. Tidak ketinggalan juga: tipografi.

Jago untuk Presiden. Katakanlah ini versi parodi Panji gaya Seno Gumira Ajidharma yang aroma sastra Jombang (kalau memang ada) untuk menggambarkan nasib mengharap Ratu Adil. Kekuasaan merupakan perkara memiliki ayam andalan yang akhirnya berakhir dengan tragis. Bagaimana Nade Garang yang mencari pembenaran atas petunjuk gaib pada kisah ini harus merelakan ujung nasibnya berada di dalam penjara. Yang layak dicatat, bagaimana pencerita memberikan kesan yang hidup pada perjalanan sang tokoh di tengah pencariannya dengan mencoba menghadirkan properti keseharian secara wajar dan relevan dengan bawah sadar sang tokoh.

Sayap-Sayap dari Langit, sungguh cerita remaja.
90’3GP, kurang menggigit karena arus kesadaran yang seharusnya dipertajam malah terlupakan.

Senandung Hujan Sore Hari, idem.
Aku Melihat Kaki itu Dipotong, realisme sosial seperti ini memang mengharukan tetapi dalam fiksi butuh sesuatu yang lebih. Untuk pembaca remaja mungkin masih sesuai.

Monolog Malam mengesahkan Nugroho memiliki perhatian lintas gender dengan pengamatan keseharian dia yang cair tentang lingkungannya. Gadis-gadis yang hidup di pesantren sebagai subyek utama mengalami semacam konflik peran yang biasa menguras emosi perempuan pada umumnya, kegalauan menjelang pernikahan. Pergolakan batin tokoh-tokoh didalamnya layak mendapat perhatian feminis karena, selain cerpen ini ditulis oleh lak-laki, beberapa pembenaran masokis tentang hubungan pernikahan menjadi hal utama yang harus dimiliki perempuan dan biasanya diambil dari rasionalisasi keagamaan. Untungnya Nugroho masih mengatakannya sebagai hal yang ’Sangat indah dan sungguh aneh. Sungguh aneh.’

Yang sangat instropektif sebagai laki-laki mungkin diwakili oleh Nyanyian untuk Para Babi. Bukan karena tokohnya sendiri bernama Nugroho, tetapi memperlihatkan benar kesehariannya yang tragik komedi. Sebagai sarjana seni musik, tokoh ini harus merelakan dirinya bergaul dengan para babi yang jelas-jelas menggerogoti kewarasannya. Sebagai mahluk sosial yang harus berhubungan dengan orang (/babi) banyak mengakibatkan sejenis alienasi yang merupakan konsekwensi logis dari pengingkaran diri dari waktu ke waktu. Babi-babi memang hanya bisa mendengarkan lagu babi, seperti halnya musik manusia yang sesungguhnya harus bisa didengarkan manusia. Memang cerpen ini tidak sehebat Kafka atau fiksi-fiksi tentang krisis identitas manusia akhir sejarah lainnya tetapi gayanya yang menghibur membuat cerpen ini memiliki kenikmatan tersendiri.

Merpati Amerika, Kucing Jawa, Kucing Australia sebenarnya bagus juga memproyeksikan individu silang budaya, perkembangan konfliknya yang kurang tajam dan personifikasi perembuan bule yang hanya sekedar tempelan sehingga tidak mampu memberikan sensasi kuat menyebabkan cerita ini cukup dibaca dengan alasan intermezzo. Tanpa melupakan bahwa kelucuan dan sekaligus adegan penutupnya begitu hidup.

Ada juga cerita dewasa dalam antologi ini dan sangat mirip film cult. Segmen Kadung, tentu saja. Tetapi pembaca tidak perlu merasa cabul jika membacanya, karena suspense yang bagus sudah dibangun sejak tengah cerita dan apabila dikembangkan seharusnya bisa menciptakan sex thriller yang bikin menggigil. Karakter-karakternya juga hidup. Yang disayangkan, justru pada saat seperti ini kebutuhan untuk berbahasa yang kondusif atau mungkin memasang latar panggung yang kuat tidak hadir seperti yang diharapkan.

Kamar Rahasia lagi-lagi sangat perempuan. Nilai tambahnya ada pada kekelaman gaya Prosper Merimee. Tetapi itulah masalahnya: sangat perempuan. Atau bisa jadi subyek ini memang yang diandalkan Nugroho dalam menggali inspirasi, bukan dalam pendekatan feminis tetapi feminin dalam kebahasaan dan perlakuan perwatakannya.

Secara keseluran, antologi ini bolehlah dikatakan cukup menggemaskan. Mengenai kekuatannya, seperti biasa cerpen-cerpen selalu menempatkan akhir cerita sebagai andalan dan Nugroho berhasil melakukannya dengan baik. Bahasa yang trend saat ini dalam dunia cerpen Indonesia juga tidak terlupakan, seperti halnya bahasa yang dipakai banyak penyair yang ikut-ikut menulis cerpen di koran-koran. Cerpenis yang juga guru SMP ini sepertinya telah menempatkan bahasa sebagai andalan yang tidak tanggung-tanggung, hingga melahirkan cerpen-cerpen metaforis bukan dalam sisi penceritaannya melainkan dalam gagasan-gagasan di luar fiksi seperti permainan tanda dan kosmologi teks, sesuatu yang langsung terlihat secara spasial dalam tulisan. Ini juga menjadi salah satu kegemaran beberapa pencerita masa kini sesuai dengan nafas zaman yang dipenuhi eksperimentasi. Kuncinya ada bagaimana mengukur porsi yang tepat dan tidak berlebihan dalam mengolahnya.

Ide besar tidak merupakan ambisi cerpen-cerpennya tetapi kesederhanaan dan jurnalisme sosial yang akrab dengan lingkungan dimana dia hidup, ide yang dikelola dengan ketrampilan menyusun harmoni yang utuh antara satu bagian adegan dengan adegan lainnya. Tulisan yang dibuatnya seperti memiliki durasi dan tidak dibaca dalam figur lembar-lembar halaman.

Apabila dicari ukuran mudah untuk menegaskan kualitas sebuah karya antara rentang terendah hingga tertinggi dengan kategori: lupakan saja, jelek, lumayan, bagus, luar biasa, dan menyejarah, tulisan ini akan memberikan kesimpulan antologi ini dengan penilaian: bagus. Dengan catatan, Nugroho mempunyai peluang yang besar sekali untuk membuat yang luar biasa jika mengacu pada antologi ini. Kekuatan dalam keragaman cerpennya juga cuma perlu sedikit koreksi, mungkin naturalisme bisa dipertimbangkan untuk menciptakan ruang yang konstruktif bagi tokoh-tokohnya. Judul antologi ini juga agak remeh. Dan apakah sastra Jombang selalu bertutur selembut itu?

Wassalam.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae