Jumat, 19 November 2010

10 Nopember dan Kekuatan Lokalitas. November

Sabrank Suparno
http://forumsastrajombang.blogspot.com/

1. Sinopsis 10 November

Kesan yang hilang dari peringatan 10 Nopember ialah tidak dijadikannya pemikiran utama bahwa pertempuran sekitar tanggal 10 Nopember 1945 murni didukung kekuatan santri dari ponpes seJawa Timur. Kesan yang justru menebal seolah bahwa pertempuran yang melahirkan hari pahlawan itu murni perjuangan Arek Surobayo (kota).

Selang 2 bulan setelah proklamasi, pasukan Inggris datang dengan pasukan Ghurka-nya berjumlah 6000 orang pada 25 Oktober 1945 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Malaby, dengan tujuan merebut kembali daerah jajahan Jepang di kawasan Asia. Bersamaan pada itu, pemimpin Indonesia pusat (Jakarta) sedang memberlakukan genjatan senjata dengan pihak Sekutu.

Ketidakjelasan pemimpin pusat (Sukarno) pascagenjatan senjata, sedang di sisi lain pasukan Sekutu sudah bersandar di pelabuhan Tanjung Perak, membuat mosi bagi seluruh pejuang Jawa Timur.

Keadaan demkian kemudian direspon KH. Hasyim Asy’ari selaku Rais Akbar NU dengan mengumpulkan ulama seJawa-Madura untuk melangsungkan rapat raksasa 22 Oktober 1945. Dari pertemuan ulama tersebut tercetuslah Resolusi Jihat: Yaitu setiap kiai seJawa Timur dimohon menggalang, memobilisasi santrinya untuk berjihat melawan pasukan Sekutu di Surabaya. Tertunjuk dalam rapat KH. Wahid Hasyim mengorganisir wilayah Surabaya. KH. Abdullah Siddiq wilayah Besuki, KH. Bisri Syamsuri barisan para kiai, KH. Muhammad, Kiai Halim dan Siddiq memimpin wilayah Jember. Kiai As’ad dan Kiai Sukri membawahi wilayah Kediri. Sementara ponpes Tebuireng Jombang sebagai pusat perjuangan yang dihadiri Jenderal Sudirman, Kolonel Sungkono, Mustopo, Bung Tomo dll.

Situasi Surabaya memanas sejak tanggal 28 Oktober, dikarenakan pasukan Inggris menangkap sekitar 30 kendaraan rakyat sipil dan beberapa mobil yang kedapatan membawa senjata. Puncak kemarahan warga Surabaya bermula sejak bendera Belanda berkibar lagi di Hotel Yamato yang dianggap tidak menghormati pemerintah setempat. Pemicu pertempuran terbuka mulai tanggal 30 Oktober setelah AWS Mallaby terbunuh. Herannya, tanggal 31 Oktober Sukarno berpidato di corong radio menginstruksikan genjatan senjata. Hingga sampai tanggal 9 November Jenderal Manserg mengultimatum Surabaya agar menyerahkan senjata sebelum jam 06.00 sekalian bertanggung jawab atas terbunuhnya AWS Malaby.

Menyikapi Ultimatum pihak Sekutu tersebut, para pemimpin pejuang Jawa Timur segera menelpon Jakarta, meminta ketegasan pusat. Namun pusat melimpahkan bahwa urusan itu kewenangan Surabaya. Maka pada jam 23.00, Gubernur Jawa Timur / Suryo mengumumkan perihal penolakan terhadap ultimatum Sekutu lewat radio yang menginstruksikan segenap rakyat Surabaya dimohon bertempur melawan sekutu sampai titik darah penghabisan.

Pukul 06.00 tanggal 10 November pasukan Sekutu mulai menyerang di sekitaran Tanjung Perak. Maka pukul 09.00 Komando Petempuran Indonesia (KPI) segera melakukan perlawanan di jalan Gresik, Kebalen, Kalimas Timur, Jembatan Merah, Sawah Pulo, Nyamplungan, Benteng Miring, Pegirikan, Sidotopo, Stasiun Prins Hendrik dan Kenjeran. Sedang komando perlawanan diserukan Bung Tomo tepat pukul 09.30 di corong radio pemberontakan di jalan Mawar. Itulah saat Bung Tomo membangkitkan militansi TKR, Pelajar, Polisi, Hisbullah / Sabilillah dengan seruan “ Allohu Akbar! Merdeka! Atau Mati!”

Hisbullah dalam kota (Surabaya) bernaung di Markas Oelama Djawa Timur (MODT) jalan Kepanjen yang dipimpin KH. Abdun Nafik Akhyar, KH. Thohir Bakri, selaku kordinator Hisbullah Surabaya Tengah dipimpin Husaini Tiawai dan Muh Muhajir, bermarkas di Madrasah NU Kawatan, Hisbullah Surabaya Barat dipimpin Damiri Ihksan dan A. Hamid Has bermarkas di Kembang Kuning, Hisbullah Surabaya Timur dipimpin Mustakim Hakim, Abdul Manan dan Akhyat bermarkas di Sidopaksan.

Awa pertempuran di Surabaya tersebut, menurut laporan Inggris, korban tewas pihak Indonesia 6.315 orang dan pihak Inggris 4.000 orang. Sedang total pertempuran selama 24 hari menewaskan korban seluruhnya 20.000 orang.

2. Selilit 10 November

Menurut Emha, tidak ada bahasa kusus yang mengartikan makna ‘selilit’. Ia setara kotoran kecil atau gudal di sela gigi, yang keberadaannya mengganggu kenyamanan. Selilit pada teks bagian kedua ini sengaja saya hadirkan sebagai pelebaran wacana eksiklopedi dari teks pertama. Sebab ilmu haruslah tetap dibongkar walaupun pahit.

Gereget KH. Hasyim Asy’ari dan para pemimpin pejuang Jawa Timur mengambil inisiatif memobolisasi santri, sebagai reaksi lamban presiden Sukarno dalam memutuskan persoalan pendudukan Indonesia kembali oleh Sekutu. Kenapa Sukarno Lamban dan tidak tegas? Hal yang sama juga dilakukan Sukarno saat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Herosima dan Nagasaki Jepang dibom Sekutu tanggal 14 Agustus 1945. Sementara, proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 (tiga hari kemudian). Selang waktu 3 hari adalah hal yang ‘lama’ketika suatu negara dalam keadaan vocum. Apalagi Indonesia yang memang sangat merindukan terbebas dari penjajah. Kesengsaraan ditindih penjajahan Belanda selama 350 tahun dan 3 setengah tahun pengekangan Jepang, semestinya Indonesia geragap segera bangkit ketika jatah waktu merdeka telah tiba. Secara memang yang diidamkan, dikoarkan selama perjuangan. Namun tidak demikian halnya dengan Indonesia. Sukarno dan seluruh friksi aliran politik yang berintrik-ria seperti tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan secepetnya. Hal ini dapat dilihat dari teks proklamasi yang terkesan ditulis mendadak dan kurang sempurna, serta pembacaan proklamasi dengan nada kalem. Padahal Sukarno yang dijuluki ‘singa podium’itu selalu berpidato lantang di mana mana. Pertanyaannya adalah: Apakah mereka sungguh sungguh ingin mendirikan negara? Kelemahan niat awal tersebut berakibat melemahkan keadaan Indonesia hingga sekarang. Pemerintah tidak sungguh sungguh komitmen menjadikan Indonesia sebagai suatu negara. Rekaman pembacaan teks proklamasi yang selama ini kita dengar adalah hasil rekaman ulang, dan bukan rekaman langsung dari jalan Pegangsaan Timur pada 17 Agustus 1945 lalu.

Tidak hanya Sukarno yang tidak serius menjadikan negara Indonesia. Lebih parah lagi pada masa Suharto. Sukarno dan Bung Tomo dianggap sebagai imperialis dalam kekuasaanya.

Tahun 1981 Bung Tomo menunaikan ibadah haji dengan kloter penerbangan 50 A yang berjumlah 250 jamaah. Keberangkatan kloter Bung Tomo ini dijebak halus oleh penyelenggara haji Jakarta. Syeikh Abdurrahman Fuad Bugis yang ditunjuk Depag Jakarta, ternyata kemampuannya menampung jamaah tidak sesuai dengan keterangan Depag. Bung Tomo dan 250 anggotanya telunta karena rumah Syeikh Abdurrahman Fuad Bugis sempit dan hanya ada 2 kamar kosong. Kerena kelelahan bertanazzul (mencari tempat lain) demi anggotanya, ahirnya Bung Tomo jatuh sakit. Dan tepat di Arafah tanggal 7 Oktober 1981 Bung Tomo menghembuskan nafas terahirnya di negeri jauh dari tanah air yang telah dibelanya. Inilah bukti ketidakbecusan pemerintah Indonesia memberlakukan para pahlawan.

Hal yang sama juga terjadi pada KH Yusuf Karim Tebuireng, KH. Musta’in Romli Rejoso, sabutase penabrakan terhadap rombongan Gus Dur yang berakibat melumpuhkan Ibu Shinta Nuriah Wahid dll. Mereka dijabung halus dengan dalih diberangkatkan beribadah haji, namun diincar kematiannya.

Hingga sekarang pemerintah Indonesia selalu menafikan peran para santri dalam menjadikan Indonesia. Umat Islam seperti dikebiri hak kepemilkannya terhadap negara yang telah mereka bela. Muslim dimarginalkan dari posisi penting segala bidang dengan dalih anti terorisme.

Jika hendak adil, ketahuilah! Indonesia bukanlah Jakarta. Dan keberhasilan 10 Nopember bukanlah perjuangan Arek Suroboyo semata. Melainkan kekuatan lokal yang berduyun duyun ke satu titik kekuatan militansi untuk mengorbankan dirinya demi Indonesia. Tanpa para kiai, tanpa santri, Indonesia hanya kisah dalam cita cita sebagai suatu negara.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae