Jumat, 24 September 2010

Tubuh Kota dalam Representasi Seni Pertunjukan ”Outdoor”

Sepotong Catatan dari Journal of Moment Arts 2003 di Makassar
Yanto le Honzo
http://www.sinarharapan.co.id/

Journal of Moment Arts (JOMA) adalah program rutin tahunan yang diadakan Sanggar Merah Putih Makassar. Tahun ini adalah kali keempat mereka mengadakannya, mulai tanggal 20-25 Oktober 2003. Untuk tahun ini, mereka memilih wilayah kesenian outdoor sebagai pernyataan dan ekspresi berkesenian, dengan tema ”Kota dalam Tubuhku”. JOMA menempatkan visinya pada ruang-ruang publik kota dalam memandang seni pertunjukan sebagai representasi dari kebudayaan kota.

Selain peserta dari Makassar dan sekitarnya, mereka juga mengundang beberapa seniman untuk meramaikan acara tersebut. Semua peserta dari luar Makassar kemudian mereka inapkan di dalam kompleks Benteng Fort Rotterdam(FR) yang dulunya pusat Kerajaan Makassar dan menjadi tempat pengasingan P. Diponegoro. Benteng itu langsung berhadapan dengan pantai Biring Kassi (BK), yang juga tidak terlalu jauh dari gedung kesenian Societeit de Harmonie.

Acara JOMA secara resmi dimulai sejak 20 Oktober pagi hari, meski kenyataannya pada malam sebelumnya, Halim HD dari Solo sudah melakukan performance dengan cara berjalan dari bandara Hasanuddin ke gedung kesenian yang berjarak lk. 20 km, sejak dia turun dari pesawat udara. Semacam napak tilas setelah beberapa tahun lalu dia menetap sementara di Makassar.

Pagi hari, menjelang kedatangan matahari dari ujung timur, diadakanlah apanaung ri je’ne, yaitu upacara turun ke air. Semua peserta dari benteng FR. beriring berbaris menuju ke pantai BK dengan mengenakan kain sarung. Upacara dipimpin Ridwan Aco, seorang koreografer dari Makassar. Di dalam iring-iringan itu ada tujuh tampah berisi sesaji yang masing-masing terdiri dari beberapa kepal ketan berwarna dan sesisir pisang. Tiba di pantai, sesaji ini akan dilarungkan. Juga tujuh dupa yang dibawa seorang satu. Tapi sebelum itu, ada sebuah performance upacara ritual oleh Ridwan Aco dengan judul ”Mencari Sumber Mata Air”.

Kentongan Bambu

Sebuah kentongan bambu bisa bermakna apa saja tatkala dibunyikan. Bisa bernada panggilan, kematian, atau kebakaran. Oleh Arifin Manggau, pemusik Makassar, kentongan kemudian menjadi sesuatu yang lain. Dengan kentongan, dia ingin berbicara, bahwa kita harus waspada, baik terhadap diri sendiri juga generasi yang akan datang. Maka banyak kentongan dia buat dan dibawanya itu ke sekolah dasar Mangkura di Jl. Botolempangan. Dia menamakan repertoar musiknya ”Waspada dalam Irama Kebersamaan”.

Bersama teman-temannya, dia bunyikan kentongan-kentongan itu di halaman sekolah dasar. Mereka bunyikan itu hingga menarik perhatian murid-murid. Dengan cara yang komunikatif, beberapa murid lalu merespons untuk ikut membunyikan. Bebunyian itu terus berlangsung sampai masuk ke halaman. Akhirnya semua kentongan dimainkan oleh murid-murid itu menjadi irama yang riuh penuh semangat. Arifin mampu mengajak anak-anak SD Mangkura terlibat dan aktif. Kewaspadaan yang awalnya menjadi tema utama, berubah menjadi optimisme dan keriangan. Dalam hal ini, tema menjadi tidak penting, tapi Arifin cukup berhasil untuk memancing respons penontonnya, yaitu anak-anak SD.

Zulkifli Pagessa (Uun), perupa dari Palu yang biasa mengorganisasi acara kesenian di daerah Palu dan Donggala, membuat suatu ritual dengan judul ”Metamegalithikum 6.0”. Seorang perempuan terbungkus plastik hitam, dengan tubuh penuh gambar simbol Kaili di sekitar Teluk Palu, berjalan dengan membawa piring berisi seonggok hati. Uun mengiring di belakang sebagai penjaga. Mereka berjalan kaki ke arah barat, menuju gedung kesenian, di bawah siang Makassar yang garang menyengat. Kepada setiap orang yang terlewati, perempuan itu menawarkan, ”Ini nuraniku, makanlah sepuas hatimu”.

Di pantai BK, sambil menikmati matahari di sudut barat, di antara deretan perahu yang tertambat di ayun gelombang, Katharina dari Swiss dengan dibantu Fitri memulai pertunjukan gerak di atas perahu dengan judul ”Missing Home”. Sebuah eksplorasi gerak yang ingin bicara tentang tubuh-tubuh yang kehilangan rumah ketika harus ada yang mengemudikan berlangsungnya kehidupan di dalam rumah. Ketika tubuh harus terombang-ambing diempas gelombang, bagaimana rumah harus dijaga, bahkan saat waktu telah senja dan terang mulai redup.

Ke arah Selatan dari pantai BK, kita akan menemui pantai Losari yang ramai dan terkenal itu, tempat para warga kota bercengkerama, berkencan sambil memandang matahari yang lingsir ke laut, atau merasakan desiran angin laut malam. Ternyata suasana pantai itu menjadi kegelisahan seorang penari Makassar, Ani Satriani. Dengan judul ”Good Night”, Ani berjalan perlahan di atas dudukan beton yang sempit dengan iringan gitar, pui’-pui’ dan kendang. Bersumber dari gerak tari Pakarena, Ani ingin mengungkapkan kegelisahannya bagaimana napas Makassar sudah hilang dari pantai Losari, menjadi sekedar tempat kencan dan musik dangdut yang mewarnai hari-hari di pantai Losari.

Di sebelah kanan pintu gerbang benteng FR, ada reruntuhan bangunan yang terbiarkan merana. Pagi itu, di hari ketiga JOMA, jam menunjukkan angka 8. Sutradara Teater Tetas Jakarta, AGS. Arya Dipayana (Aji) sudah sibuk merajang bumbu dan mengaduk bubur. Di tangga bambu yang sudah rusak dan tersandar di tembok, terpampang kertas karton putih bertulis ”I Love You My Son”. Di atasnya terselempang kain warna merah. Aji ingin membagi sebagian dari rahasia pribadinya ke ruang publik yang baru dia kenal. Sebuah biografi kepedihan dan kerinduan seorang ayah, ketika dia tidak bisa lagi menemui anak satu-satunya saat dia harus mengalami keruntuhan rumah tangganya. Dan anaknya, terbawa bekas isterinya, sementara dia tahu, anaknya paling suka dengan bubur ayam buatan dia. Kompleks benteng yang luas dan terbuka; sebuah ruang publik, tiba-tiba kemudian menyempit menjadi ruang pribadi Aji, di mana para penonton ikut merasakan kegetiran yang meruap. Ada yang membantu mengiris ayam, menggoreng kedelai. Ada yang ikut mengaduk bubur. Semua menjadi bagian dari diri Aji. Dia terus bercerita tentang keluarganya, tentang anak yang dirindukannya, tentang duka yang terpendam selama bertahun-tahun.

Ketika bubur sudah jadi, dan semua menikmatinya sebagai sarapan pagi, menikmati bubur ayam duka cerita Aji, tiba-tiba datang empat polisi yang sedang mencari seorang pelaku penganiayaan yang terjadi tadi malam. Dan ternyata, pelaku itu adalah Aji sendiri. Di antara kegemparan itu, Aji diborgol dan dibawa petugas keluar benteng, diiringi puisi yang dibacakan oleh Yanto le Honzo.

Menjelang jam 22.30 WIB, obor-obor dari botol telah berjajar setengah melingkar di bawah pohon, di depan kafé di pantai BK. Sebuah karya tari Fitri Setyaningsih dari Solo yang berjudul ”Kali” dibawakan oleh Fitri sendiri dengan dibantu oleh Katharina. Sebuah tarian kontemporer dengan dasar gerak tari jawa yang menggambarkan tentang penyembuhan seseorang saat dia sedang kerasukan roh halus. Sebuah proses penyembuhan dengan siraman dari air kendi dan beras yang ditebar-tebar ke segala penjuru dengan disertai kepingan uang logam.

Ibu Andi Ummu Tunru, seorang penari tradisi yang mempunyai sanggar tari di daerah Parantambung, di pinggiran kota Makassar. Di situ ada baruga kaluarrang atau pendopo besar, tempat mereka berlatih tari. Andi Ummu menjamu peserta JOMA dengan sebuah tarian dengan judul ”Appatala”, yang artinya perjamuan, dan ditarikan oleh Andi Ummu sendiri dengan intensitas seorang penari yang sudah ‘menjadi’: kesenian sebagai jalan hidup.

Pantai BK ternyata adalah ruang publik yang menarik perhatian sebagian peserta JOMA 2003 ini, sehingga Asia Ramli Prapancha pun, sutradara Teater Kita Makassar, juga memanfaatkannya bagi pertunjukannya hari kelima. Di pelataran depan kafe, Asia memanfaatkannya sebagai ruang bermain bagi orang-orang yang ingin dengan bebas terlibat pertunjukan sore itu. Setiap orang bebas menyikapi area itu sebagai ruang bermain, seperti judulnya ”Aku Bermain di Ruang Kecil Ini”. Setiap orang bisa bermain dengan seluruh mimpi dan pengalaman hidupnya masing-masing. Berpesta untuk dapat melepaskan hari-hari yang penat dan melelahkan. Seperti keriuhan pesta jalanan festival Rio de Jenairo yang penuh musik dan tarian.

Dalam sejarahnya, P. Diponegoro pernah diasingkan di dalam benteng FR, sampai dia meninggal. Hal itu menjadi inspirasi bagi Agung Wibowo dari Semarang, dalam pertunjukannya.

Di pasir pantai, ada lima tiang salib. Di depannya seseorang berjubah putih dengan gerakan kuda kepang melompat-lompat gelisah. Perlahan tiang-tiang salib mulai terbakar. Lelaki itu terus berlari hingga lelah tersungkur di tepi jalan dan merangkak sampai di depan pintu benteng. Saat itulah, tali-tali mulai diikatkan di kedua kaki dan tangannya, dan dalam kelelahan, dia berjalan masuk ke benteng dengan iringan lagu Indonesia Raya dari tape, menuju ke tempat di mana P. Diponegoro pernah tinggal. Di situ, dilakukan prosesi tabur bunga bagi sang pahlawan.

Sabtu siang di Mal Ratu Indah. Sebuah performance mulai dimainkan oleh Yanto berdasarkan ide dan gagasan Yudi A. Tadjuddin, sutradara Teater Garasi Yogya. Dia menawarkan pada pengunjung mal untuk membantunya meniupkan balon, ”Karena aku orang asing di kota itu, dan aku selalu merasa takut dengan segala yang terjadi di kota itu. Maka aku butuh penanda untuk melihat diriku. Balon itulah penanda diriku. Jika aku melihat orang membawa balon, maka aku tahu, itulah diriku”.

Yanto terus mencari orang yang mau menolongnya untuk meniupkan balon yang dia bawa dan diikatkan ke tubuhnya. Di mal, di warung rokok, di angkutan umum, jalanan, di kantor polisi, di taman. Dan dia kembali ke benteng FR dengan balon-balon yang bergelantungan di tubuhnya.

Di pantai BK, ada panggung kecil beratap yang tertancap di antara air pantai. Ada seseorang dengan biola di situ, memandang matahari. Di pasir, beberapa orang mulai memainkan kendang. Sabtu sore itu, pertunjukan outdoor terakhir acara JOMA 2003, repertoar panjang musik dari Maskur el Elief, pemusik dari Gowa. Matahari terus merambat turun tepat di atas Pulau Kahyangan, diantar gesekan biola dan rampak kendang dalam sebuah komposisi ”Mengantar Matahari Terbenam: Fade I Will Find Spark In The Dark”. Senja telah tiba, pertanda selesailah pesta kesenian itu. Makassar mulai bersemburat cahaya merkuri.

Malam sudah meninggi. Jalanan kian riuh dalam suasana malam minggu. Pantai Losari penuh dengan orang-orang yang ingin menikmati desir malam di bibir kota.

Penulis adalah pekerja teater.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae