Sepotong Catatan dari Journal of Moment Arts 2003 di Makassar
Yanto le Honzo
http://www.sinarharapan.co.id/
Journal of Moment Arts (JOMA) adalah program rutin tahunan yang diadakan Sanggar Merah Putih Makassar. Tahun ini adalah kali keempat mereka mengadakannya, mulai tanggal 20-25 Oktober 2003. Untuk tahun ini, mereka memilih wilayah kesenian outdoor sebagai pernyataan dan ekspresi berkesenian, dengan tema ”Kota dalam Tubuhku”. JOMA menempatkan visinya pada ruang-ruang publik kota dalam memandang seni pertunjukan sebagai representasi dari kebudayaan kota.
Selain peserta dari Makassar dan sekitarnya, mereka juga mengundang beberapa seniman untuk meramaikan acara tersebut. Semua peserta dari luar Makassar kemudian mereka inapkan di dalam kompleks Benteng Fort Rotterdam(FR) yang dulunya pusat Kerajaan Makassar dan menjadi tempat pengasingan P. Diponegoro. Benteng itu langsung berhadapan dengan pantai Biring Kassi (BK), yang juga tidak terlalu jauh dari gedung kesenian Societeit de Harmonie.
Acara JOMA secara resmi dimulai sejak 20 Oktober pagi hari, meski kenyataannya pada malam sebelumnya, Halim HD dari Solo sudah melakukan performance dengan cara berjalan dari bandara Hasanuddin ke gedung kesenian yang berjarak lk. 20 km, sejak dia turun dari pesawat udara. Semacam napak tilas setelah beberapa tahun lalu dia menetap sementara di Makassar.
Pagi hari, menjelang kedatangan matahari dari ujung timur, diadakanlah apanaung ri je’ne, yaitu upacara turun ke air. Semua peserta dari benteng FR. beriring berbaris menuju ke pantai BK dengan mengenakan kain sarung. Upacara dipimpin Ridwan Aco, seorang koreografer dari Makassar. Di dalam iring-iringan itu ada tujuh tampah berisi sesaji yang masing-masing terdiri dari beberapa kepal ketan berwarna dan sesisir pisang. Tiba di pantai, sesaji ini akan dilarungkan. Juga tujuh dupa yang dibawa seorang satu. Tapi sebelum itu, ada sebuah performance upacara ritual oleh Ridwan Aco dengan judul ”Mencari Sumber Mata Air”.
Kentongan Bambu
Sebuah kentongan bambu bisa bermakna apa saja tatkala dibunyikan. Bisa bernada panggilan, kematian, atau kebakaran. Oleh Arifin Manggau, pemusik Makassar, kentongan kemudian menjadi sesuatu yang lain. Dengan kentongan, dia ingin berbicara, bahwa kita harus waspada, baik terhadap diri sendiri juga generasi yang akan datang. Maka banyak kentongan dia buat dan dibawanya itu ke sekolah dasar Mangkura di Jl. Botolempangan. Dia menamakan repertoar musiknya ”Waspada dalam Irama Kebersamaan”.
Bersama teman-temannya, dia bunyikan kentongan-kentongan itu di halaman sekolah dasar. Mereka bunyikan itu hingga menarik perhatian murid-murid. Dengan cara yang komunikatif, beberapa murid lalu merespons untuk ikut membunyikan. Bebunyian itu terus berlangsung sampai masuk ke halaman. Akhirnya semua kentongan dimainkan oleh murid-murid itu menjadi irama yang riuh penuh semangat. Arifin mampu mengajak anak-anak SD Mangkura terlibat dan aktif. Kewaspadaan yang awalnya menjadi tema utama, berubah menjadi optimisme dan keriangan. Dalam hal ini, tema menjadi tidak penting, tapi Arifin cukup berhasil untuk memancing respons penontonnya, yaitu anak-anak SD.
Zulkifli Pagessa (Uun), perupa dari Palu yang biasa mengorganisasi acara kesenian di daerah Palu dan Donggala, membuat suatu ritual dengan judul ”Metamegalithikum 6.0”. Seorang perempuan terbungkus plastik hitam, dengan tubuh penuh gambar simbol Kaili di sekitar Teluk Palu, berjalan dengan membawa piring berisi seonggok hati. Uun mengiring di belakang sebagai penjaga. Mereka berjalan kaki ke arah barat, menuju gedung kesenian, di bawah siang Makassar yang garang menyengat. Kepada setiap orang yang terlewati, perempuan itu menawarkan, ”Ini nuraniku, makanlah sepuas hatimu”.
Di pantai BK, sambil menikmati matahari di sudut barat, di antara deretan perahu yang tertambat di ayun gelombang, Katharina dari Swiss dengan dibantu Fitri memulai pertunjukan gerak di atas perahu dengan judul ”Missing Home”. Sebuah eksplorasi gerak yang ingin bicara tentang tubuh-tubuh yang kehilangan rumah ketika harus ada yang mengemudikan berlangsungnya kehidupan di dalam rumah. Ketika tubuh harus terombang-ambing diempas gelombang, bagaimana rumah harus dijaga, bahkan saat waktu telah senja dan terang mulai redup.
Ke arah Selatan dari pantai BK, kita akan menemui pantai Losari yang ramai dan terkenal itu, tempat para warga kota bercengkerama, berkencan sambil memandang matahari yang lingsir ke laut, atau merasakan desiran angin laut malam. Ternyata suasana pantai itu menjadi kegelisahan seorang penari Makassar, Ani Satriani. Dengan judul ”Good Night”, Ani berjalan perlahan di atas dudukan beton yang sempit dengan iringan gitar, pui’-pui’ dan kendang. Bersumber dari gerak tari Pakarena, Ani ingin mengungkapkan kegelisahannya bagaimana napas Makassar sudah hilang dari pantai Losari, menjadi sekedar tempat kencan dan musik dangdut yang mewarnai hari-hari di pantai Losari.
Di sebelah kanan pintu gerbang benteng FR, ada reruntuhan bangunan yang terbiarkan merana. Pagi itu, di hari ketiga JOMA, jam menunjukkan angka 8. Sutradara Teater Tetas Jakarta, AGS. Arya Dipayana (Aji) sudah sibuk merajang bumbu dan mengaduk bubur. Di tangga bambu yang sudah rusak dan tersandar di tembok, terpampang kertas karton putih bertulis ”I Love You My Son”. Di atasnya terselempang kain warna merah. Aji ingin membagi sebagian dari rahasia pribadinya ke ruang publik yang baru dia kenal. Sebuah biografi kepedihan dan kerinduan seorang ayah, ketika dia tidak bisa lagi menemui anak satu-satunya saat dia harus mengalami keruntuhan rumah tangganya. Dan anaknya, terbawa bekas isterinya, sementara dia tahu, anaknya paling suka dengan bubur ayam buatan dia. Kompleks benteng yang luas dan terbuka; sebuah ruang publik, tiba-tiba kemudian menyempit menjadi ruang pribadi Aji, di mana para penonton ikut merasakan kegetiran yang meruap. Ada yang membantu mengiris ayam, menggoreng kedelai. Ada yang ikut mengaduk bubur. Semua menjadi bagian dari diri Aji. Dia terus bercerita tentang keluarganya, tentang anak yang dirindukannya, tentang duka yang terpendam selama bertahun-tahun.
Ketika bubur sudah jadi, dan semua menikmatinya sebagai sarapan pagi, menikmati bubur ayam duka cerita Aji, tiba-tiba datang empat polisi yang sedang mencari seorang pelaku penganiayaan yang terjadi tadi malam. Dan ternyata, pelaku itu adalah Aji sendiri. Di antara kegemparan itu, Aji diborgol dan dibawa petugas keluar benteng, diiringi puisi yang dibacakan oleh Yanto le Honzo.
Menjelang jam 22.30 WIB, obor-obor dari botol telah berjajar setengah melingkar di bawah pohon, di depan kafé di pantai BK. Sebuah karya tari Fitri Setyaningsih dari Solo yang berjudul ”Kali” dibawakan oleh Fitri sendiri dengan dibantu oleh Katharina. Sebuah tarian kontemporer dengan dasar gerak tari jawa yang menggambarkan tentang penyembuhan seseorang saat dia sedang kerasukan roh halus. Sebuah proses penyembuhan dengan siraman dari air kendi dan beras yang ditebar-tebar ke segala penjuru dengan disertai kepingan uang logam.
Ibu Andi Ummu Tunru, seorang penari tradisi yang mempunyai sanggar tari di daerah Parantambung, di pinggiran kota Makassar. Di situ ada baruga kaluarrang atau pendopo besar, tempat mereka berlatih tari. Andi Ummu menjamu peserta JOMA dengan sebuah tarian dengan judul ”Appatala”, yang artinya perjamuan, dan ditarikan oleh Andi Ummu sendiri dengan intensitas seorang penari yang sudah ‘menjadi’: kesenian sebagai jalan hidup.
Pantai BK ternyata adalah ruang publik yang menarik perhatian sebagian peserta JOMA 2003 ini, sehingga Asia Ramli Prapancha pun, sutradara Teater Kita Makassar, juga memanfaatkannya bagi pertunjukannya hari kelima. Di pelataran depan kafe, Asia memanfaatkannya sebagai ruang bermain bagi orang-orang yang ingin dengan bebas terlibat pertunjukan sore itu. Setiap orang bebas menyikapi area itu sebagai ruang bermain, seperti judulnya ”Aku Bermain di Ruang Kecil Ini”. Setiap orang bisa bermain dengan seluruh mimpi dan pengalaman hidupnya masing-masing. Berpesta untuk dapat melepaskan hari-hari yang penat dan melelahkan. Seperti keriuhan pesta jalanan festival Rio de Jenairo yang penuh musik dan tarian.
Dalam sejarahnya, P. Diponegoro pernah diasingkan di dalam benteng FR, sampai dia meninggal. Hal itu menjadi inspirasi bagi Agung Wibowo dari Semarang, dalam pertunjukannya.
Di pasir pantai, ada lima tiang salib. Di depannya seseorang berjubah putih dengan gerakan kuda kepang melompat-lompat gelisah. Perlahan tiang-tiang salib mulai terbakar. Lelaki itu terus berlari hingga lelah tersungkur di tepi jalan dan merangkak sampai di depan pintu benteng. Saat itulah, tali-tali mulai diikatkan di kedua kaki dan tangannya, dan dalam kelelahan, dia berjalan masuk ke benteng dengan iringan lagu Indonesia Raya dari tape, menuju ke tempat di mana P. Diponegoro pernah tinggal. Di situ, dilakukan prosesi tabur bunga bagi sang pahlawan.
Sabtu siang di Mal Ratu Indah. Sebuah performance mulai dimainkan oleh Yanto berdasarkan ide dan gagasan Yudi A. Tadjuddin, sutradara Teater Garasi Yogya. Dia menawarkan pada pengunjung mal untuk membantunya meniupkan balon, ”Karena aku orang asing di kota itu, dan aku selalu merasa takut dengan segala yang terjadi di kota itu. Maka aku butuh penanda untuk melihat diriku. Balon itulah penanda diriku. Jika aku melihat orang membawa balon, maka aku tahu, itulah diriku”.
Yanto terus mencari orang yang mau menolongnya untuk meniupkan balon yang dia bawa dan diikatkan ke tubuhnya. Di mal, di warung rokok, di angkutan umum, jalanan, di kantor polisi, di taman. Dan dia kembali ke benteng FR dengan balon-balon yang bergelantungan di tubuhnya.
Di pantai BK, ada panggung kecil beratap yang tertancap di antara air pantai. Ada seseorang dengan biola di situ, memandang matahari. Di pasir, beberapa orang mulai memainkan kendang. Sabtu sore itu, pertunjukan outdoor terakhir acara JOMA 2003, repertoar panjang musik dari Maskur el Elief, pemusik dari Gowa. Matahari terus merambat turun tepat di atas Pulau Kahyangan, diantar gesekan biola dan rampak kendang dalam sebuah komposisi ”Mengantar Matahari Terbenam: Fade I Will Find Spark In The Dark”. Senja telah tiba, pertanda selesailah pesta kesenian itu. Makassar mulai bersemburat cahaya merkuri.
Malam sudah meninggi. Jalanan kian riuh dalam suasana malam minggu. Pantai Losari penuh dengan orang-orang yang ingin menikmati desir malam di bibir kota.
Penulis adalah pekerja teater.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar