Rabu, 04 Agustus 2010

BAYI-BAYI BESAR SASTRA INDONESIA

Nurel Javissyarqi
http://www.sastra-indonesia.com/

Bermula dari sms kawan Fahrudin: “Rel, Geladak Sastra #3 diskusi dg tema GAIRAH MENULIS MENEMBUS KORAN. Kamu jd pembicara ya? Nanti sama Bandung Mawardi dr Solo.” Lalu aku telpon: “Den, tema itu kan tidak cocok denganku?” Dijawablah: “Makanya dibenturkan.” Lantas aku timpali: “Ok kalau begitu.” Tak berselang lama sms lagi: “Gaweo tulisan Rel, temane Gairah Menulis Menembus Koran.” Dan dari status facebook ini, aku coba menuangkan.

Ada beberapa kawan. Kalau merasa senior pasti kalimahku bernada ini, “ada beberapa anak muda” yang datang ke rumah, pada intinya menanyakan cara menembus koran. Aku jawab: “Kau salah kawan, kau sampai ke alamat keliru, aku sendiri sering gagal menembus media.” Biasanya kuberi solusi hijrah ke Jogja. Masuk komunitas Kutub atau Pesantren Hasyim Asy’ari, yang dulu pengasuhnya almarhum Gus Zainal Arifin Thoha. Sebab terbukti di sana, telah banyak menghasilkan karya, serta tersebar pada koran-koran atas jerih ikhtiarnya.

Di waktu tempat peristiwa berbeda, kala bedah buku pun pembicara dalam sebuah diskusi, ada peserta bertanya senada. Aku katakan sekenanya, tentu kuberitahu posisiku sebelumnya. Tidakkah yang duduk di depan undangan, kadang menyerupai insan setengah dewa, apalagi wajahnya bersimpan kharisma. Maka segenap tindak-tanduk ocehannya disimak pula direnungkan. Lanjut berkata: “Ya pelototin saja satu-persatu, tentu tersembul warna kecenderungan.” Kalau redakturnya sedang kasmaran, pasti suka karya berbau sayang.

Untuk pembuka kukira cukup, mari menukik ke dalam. Perkembangan sastra di Indonesia hingga kini dapat dikata, tidak lepas media massa pun yang menghidupi gairah di koran, majalah, jurnal &ll, yang tersebar di daerah dan ibukota. Dari rubrik esai sastra, resensi buku sastra, puisi atau sajak, cerpen, cerbung kepanjangan novel &st. Dari sanalah saling menyapa beradu pendapat, sampai suatu masa dikukuhkan dalam kumpulan atau buku. Lalu menjadi dokumentasi penting, demi perpindahan tongkat estafet ke masa-masa kejayaan selanjutnya.

Di masa kini, ada beberapa penulis yang langsung membentuk pembicaraan hangat. Awalnya tidak melewati koran terlebih dulu namun buku, istilahku ialah masa-masa kecolongan. Aku teringat, sejarah pelukis Van Gogh dalam hidupnya tiada yang mengenal pula menghargai karyanya. Tidak lebih orang-orang sejaman menganggap dirinya seniman gagal. Tapi angin perubahan, siapa sanggup meramalnya tepat. Lukisan-lukisannya menjelma karya termahal, beserta karya-karya besar dunia lain yang capaian nilainya agung pula. Dan para penulis besar tempo dulu juga banyak bernasib sama, yakni alam sekitar dirinya belum mampu memahami kilau jangkauan cahayanya.

Kedatangan para insan kreatif yang tidak menembusi koran, tapi juga menyuarakan jamannya yang berhembusan di pinggiran. Masih saja dipandang sebelah mata, oleh yang sudah lama berakar di media. Jikalau mengurai ini, tentu butuh waktu serius meneliti kandungan karya-karyanya. Tidakkah kita tengok, sejarah sastra Indonesia yang terbangun berawal media massa -koran, ada banyak kelemahan. Ada beberapa sastrawan yang harum namanya di koran-koran selaksa kembang berabadi. Mewujud perbincangan deras menyerupai kekisah sastrawan dunia di masanya. Tetapi mental bersastranya tanggung, tenggelam sudah tidak berkarya, namun masih kerap disebut-sebut orang seangkatan serta dibawahnya.

Ada puluhan penyair ternama menjelma penanda di masanya. Karya-karyanya terhimpun antologi puisi, cerpen, leksikon pula bebentuk dokumentasi terkemuka lain. Namun karena pensiun tidak berkarya, tinggallah bayang-bayang nama, bagiku ini seperti bayi-bayi besar. Dari sini seakan buyar istilah sastrawan di Tanah Air? Sebutan itu seyogyanya untuk yang terbukti setia atau telah mewarnai hasana kesusastraan di negerinya.

Atas telisik pernah kulakukan lewat nguping pun bertanya langsung dengan yang dulu namanya menjadi sorotan, tapi kini mandek. Pula ada masih ingin menulis, tetapi sudah merasa tiada kemampuan lebih. Malah ada yang menganggap hidup dengan menulis itu sia-sia. Yang terakhir bertolak sungguh sedari keadaannya dulu merasa sastrawan ampuh?

Kebanyakan yang berhenti berkarya, selepas menemukan lahan empuk pendapatan hingga terbelit kesibukan. Sampai ruang-waktu perenungan hayati demi berkarya, sudah tidak ditemukan lagi dalam lekuk-leliku hari-harinya. Ada sepertinya ragu-ragu kembali menulis, entah menyiapkan karya terbaik, dengan tidak memunculkan buku atau di koran. Pun pula perkembangan tulisannya tidak setangguh gairah awal. Orang macam ini kebanyakan puas keadaan, merasa berhasil menjadi sastrawan dahsyat, lalu ada sikap merendahkan pendatang baru. Dengan membincangkan kisahnya dulu, sambil bercerita hikayat penulis dunia, seolah-olah telah tersemat dalam lelaku hidupnya.

Yang paling menggelitik bercampur aneh, menganggap kegiataan menulis itu sia-sia, setelah peroleh pekerjaan mapan. Sambil melirik sebelah mata kepada kawannya yang terus bergelut di bencah tanah hitam tinta. Dari tiga wajah di atas, dapat ditangkap dua muka pada kaca benggala. Merasa puas, kedua merasakan hadirnya kegagalan di tengah laluan. Yang pertama masih bergerak di dunia penulisan, tapi energinya melemah tidak segencar awal atau karyanya tak setangguh kemunculannya tapi terus mensyiarkan diri. Sambil melihat pendatang baru bermimik culas, laksana penulis-penulis anyar itu badut-badut di hadapannya. Yang merasa gagal tiadanya keinginan menulis lagi, kita anggap saja ruh kepenulisannya telah lenyap, maka tidak perlu diperbincangkan di sini.

Aku kira yang patut ditempa pertama kali sebelum menjadi penulis, ialah niatan menggelombang, menggerus batuan karang waktu berulang-ulang. Maka kawan-kawan bertanya padaku: “Bagaimana menjadi penulis?” Aku kerap berkata: “Kalau ingin harus sampai mati, jika tidak, jangan. Sebab itu ngerusuhi ruangan pun membuat hidupmu sia-sia.” (jawaban dari kata sia-sia di atas). Atau aku melukiskan: “Di Indonesia penyairnya sudah banyak, mungkin kelewat seribuan lebih, jikalau menelisiki ke seluruh kepulauan di Nusantara. Antara yang sudah jadi, akan jadi, jadi-jadian pun iseng menggurit kata-kata. Bayangkan setiap kota besar ada berapa, hingga pelosok seterusnya. Semua ingin menyerupai sosok penulis kondang, seperti para sastarawan dunia dalam buku-buku yang dibacanya.”

Kalau tetap ngotot, aku bilang: “Ya siap-siap saja suntuk setiap hari, membaca menulis mendekati gila atau mati berkali-kali. Sebab tanpa itu, karyamu kelak tidak memiliki keistimewaan alias kebanyakan, pengekor urutan kesekian.” Sambil aku katakan: “Jangan mencontoh diriku, lihat mereka yang sudah mapan, sebab diriku bisa saja berhenti dan kau malu menyaksikan ulahku.” Kala seperti itu, dendam rinduku semakin menggebu, ingin punya kepribadian sebagaimana sastrawan matang, bukan karbitan.

Jikalau melihat bentukan karya di media massa, kebanyakan seragam mengikuti kecenderungan redakturnya. Atau senafas gaya kepenulisan pendirinya, para redaksi awal yang sastrawan, dan dianggap menjadi penanggung jawab, seolah telah menciptakan madzab kesusastraan tersendiri. Sehingga sulit karya-karya masuk, yang tak sesuai corak dianutnya. Mungkin dari sini, istilah kompromi dengan media itu muncul. Bagi jiwaku yang belia, jalan hidup ialah keyakinan. Di sana tiada bahasa kompromi, namun sikap saling menghargai di atas hasana sungguh ingin dicapai pula ditanggung beratnya, meski berbeda.

Paling fatal andai redaksinya kurang faham sastra pun lingkup sejarah susastra serta perkembangan dalam gairah jamannya. Dan setiap hari disibukkan naskah yang masuk, seakan kerja pegawai negeri ambil gampangnya. Maka bibit-bibit berbakat kurang muncul, pula seakan menganggap tulisan para senior semuanya layak dimuat. Di sebalik itu timbul rasa ingin dihargai lebih, sebagai penelor orang hebat, egonya bersayap, laksana malaikat penyelamat atau dewa-dewa penumpas kejahatan. Di samping ada redaktur yang berhasrat mengangkat faham dipegangnya, dengan menganggap jenis-jenis karyanya, karya-karya anak didiknya, sudah pantas diperhitungkan di kemudian hari.

Bagiku yang pemula ini, redaktur abadi adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia pembolak-balik warna jaman seadil-adilnya. Menghargai yang gigih dalam lingkup perjuangan ikhlas menempuh nasibnya. Tiada bentuk rekayasa di dalamnya, hanya kesungguhan insan menggerus saling menghargai sesama makhluk di bawah kaki kuasa-Nya. Maka terpetiklah, kegagalan melahirkan bayi-bayi besar itu, sebab terlanjur diangkat terlampau tinggi para pencetaknya. Yang belum sesuai karya, serta jerih usaha yang barusan sejumput di dalam kehidupannya. Itu langkah kedholiman alias menempatkan sesuatu tidak pada letak semestinya. Menyundul ke langit-langit kepuasan, bayangannya meraksasa, seagung kemuliaan, seperti sastarawan dunia yang diandaikan.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae