Nurel Javissyarqi
http://www.sastra-indonesia.com/
Bermula dari sms kawan Fahrudin: “Rel, Geladak Sastra #3 diskusi dg tema GAIRAH MENULIS MENEMBUS KORAN. Kamu jd pembicara ya? Nanti sama Bandung Mawardi dr Solo.” Lalu aku telpon: “Den, tema itu kan tidak cocok denganku?” Dijawablah: “Makanya dibenturkan.” Lantas aku timpali: “Ok kalau begitu.” Tak berselang lama sms lagi: “Gaweo tulisan Rel, temane Gairah Menulis Menembus Koran.” Dan dari status facebook ini, aku coba menuangkan.
Ada beberapa kawan. Kalau merasa senior pasti kalimahku bernada ini, “ada beberapa anak muda” yang datang ke rumah, pada intinya menanyakan cara menembus koran. Aku jawab: “Kau salah kawan, kau sampai ke alamat keliru, aku sendiri sering gagal menembus media.” Biasanya kuberi solusi hijrah ke Jogja. Masuk komunitas Kutub atau Pesantren Hasyim Asy’ari, yang dulu pengasuhnya almarhum Gus Zainal Arifin Thoha. Sebab terbukti di sana, telah banyak menghasilkan karya, serta tersebar pada koran-koran atas jerih ikhtiarnya.
Di waktu tempat peristiwa berbeda, kala bedah buku pun pembicara dalam sebuah diskusi, ada peserta bertanya senada. Aku katakan sekenanya, tentu kuberitahu posisiku sebelumnya. Tidakkah yang duduk di depan undangan, kadang menyerupai insan setengah dewa, apalagi wajahnya bersimpan kharisma. Maka segenap tindak-tanduk ocehannya disimak pula direnungkan. Lanjut berkata: “Ya pelototin saja satu-persatu, tentu tersembul warna kecenderungan.” Kalau redakturnya sedang kasmaran, pasti suka karya berbau sayang.
Untuk pembuka kukira cukup, mari menukik ke dalam. Perkembangan sastra di Indonesia hingga kini dapat dikata, tidak lepas media massa pun yang menghidupi gairah di koran, majalah, jurnal &ll, yang tersebar di daerah dan ibukota. Dari rubrik esai sastra, resensi buku sastra, puisi atau sajak, cerpen, cerbung kepanjangan novel &st. Dari sanalah saling menyapa beradu pendapat, sampai suatu masa dikukuhkan dalam kumpulan atau buku. Lalu menjadi dokumentasi penting, demi perpindahan tongkat estafet ke masa-masa kejayaan selanjutnya.
Di masa kini, ada beberapa penulis yang langsung membentuk pembicaraan hangat. Awalnya tidak melewati koran terlebih dulu namun buku, istilahku ialah masa-masa kecolongan. Aku teringat, sejarah pelukis Van Gogh dalam hidupnya tiada yang mengenal pula menghargai karyanya. Tidak lebih orang-orang sejaman menganggap dirinya seniman gagal. Tapi angin perubahan, siapa sanggup meramalnya tepat. Lukisan-lukisannya menjelma karya termahal, beserta karya-karya besar dunia lain yang capaian nilainya agung pula. Dan para penulis besar tempo dulu juga banyak bernasib sama, yakni alam sekitar dirinya belum mampu memahami kilau jangkauan cahayanya.
Kedatangan para insan kreatif yang tidak menembusi koran, tapi juga menyuarakan jamannya yang berhembusan di pinggiran. Masih saja dipandang sebelah mata, oleh yang sudah lama berakar di media. Jikalau mengurai ini, tentu butuh waktu serius meneliti kandungan karya-karyanya. Tidakkah kita tengok, sejarah sastra Indonesia yang terbangun berawal media massa -koran, ada banyak kelemahan. Ada beberapa sastrawan yang harum namanya di koran-koran selaksa kembang berabadi. Mewujud perbincangan deras menyerupai kekisah sastrawan dunia di masanya. Tetapi mental bersastranya tanggung, tenggelam sudah tidak berkarya, namun masih kerap disebut-sebut orang seangkatan serta dibawahnya.
Ada puluhan penyair ternama menjelma penanda di masanya. Karya-karyanya terhimpun antologi puisi, cerpen, leksikon pula bebentuk dokumentasi terkemuka lain. Namun karena pensiun tidak berkarya, tinggallah bayang-bayang nama, bagiku ini seperti bayi-bayi besar. Dari sini seakan buyar istilah sastrawan di Tanah Air? Sebutan itu seyogyanya untuk yang terbukti setia atau telah mewarnai hasana kesusastraan di negerinya.
Atas telisik pernah kulakukan lewat nguping pun bertanya langsung dengan yang dulu namanya menjadi sorotan, tapi kini mandek. Pula ada masih ingin menulis, tetapi sudah merasa tiada kemampuan lebih. Malah ada yang menganggap hidup dengan menulis itu sia-sia. Yang terakhir bertolak sungguh sedari keadaannya dulu merasa sastrawan ampuh?
Kebanyakan yang berhenti berkarya, selepas menemukan lahan empuk pendapatan hingga terbelit kesibukan. Sampai ruang-waktu perenungan hayati demi berkarya, sudah tidak ditemukan lagi dalam lekuk-leliku hari-harinya. Ada sepertinya ragu-ragu kembali menulis, entah menyiapkan karya terbaik, dengan tidak memunculkan buku atau di koran. Pun pula perkembangan tulisannya tidak setangguh gairah awal. Orang macam ini kebanyakan puas keadaan, merasa berhasil menjadi sastrawan dahsyat, lalu ada sikap merendahkan pendatang baru. Dengan membincangkan kisahnya dulu, sambil bercerita hikayat penulis dunia, seolah-olah telah tersemat dalam lelaku hidupnya.
Yang paling menggelitik bercampur aneh, menganggap kegiataan menulis itu sia-sia, setelah peroleh pekerjaan mapan. Sambil melirik sebelah mata kepada kawannya yang terus bergelut di bencah tanah hitam tinta. Dari tiga wajah di atas, dapat ditangkap dua muka pada kaca benggala. Merasa puas, kedua merasakan hadirnya kegagalan di tengah laluan. Yang pertama masih bergerak di dunia penulisan, tapi energinya melemah tidak segencar awal atau karyanya tak setangguh kemunculannya tapi terus mensyiarkan diri. Sambil melihat pendatang baru bermimik culas, laksana penulis-penulis anyar itu badut-badut di hadapannya. Yang merasa gagal tiadanya keinginan menulis lagi, kita anggap saja ruh kepenulisannya telah lenyap, maka tidak perlu diperbincangkan di sini.
Aku kira yang patut ditempa pertama kali sebelum menjadi penulis, ialah niatan menggelombang, menggerus batuan karang waktu berulang-ulang. Maka kawan-kawan bertanya padaku: “Bagaimana menjadi penulis?” Aku kerap berkata: “Kalau ingin harus sampai mati, jika tidak, jangan. Sebab itu ngerusuhi ruangan pun membuat hidupmu sia-sia.” (jawaban dari kata sia-sia di atas). Atau aku melukiskan: “Di Indonesia penyairnya sudah banyak, mungkin kelewat seribuan lebih, jikalau menelisiki ke seluruh kepulauan di Nusantara. Antara yang sudah jadi, akan jadi, jadi-jadian pun iseng menggurit kata-kata. Bayangkan setiap kota besar ada berapa, hingga pelosok seterusnya. Semua ingin menyerupai sosok penulis kondang, seperti para sastarawan dunia dalam buku-buku yang dibacanya.”
Kalau tetap ngotot, aku bilang: “Ya siap-siap saja suntuk setiap hari, membaca menulis mendekati gila atau mati berkali-kali. Sebab tanpa itu, karyamu kelak tidak memiliki keistimewaan alias kebanyakan, pengekor urutan kesekian.” Sambil aku katakan: “Jangan mencontoh diriku, lihat mereka yang sudah mapan, sebab diriku bisa saja berhenti dan kau malu menyaksikan ulahku.” Kala seperti itu, dendam rinduku semakin menggebu, ingin punya kepribadian sebagaimana sastrawan matang, bukan karbitan.
Jikalau melihat bentukan karya di media massa, kebanyakan seragam mengikuti kecenderungan redakturnya. Atau senafas gaya kepenulisan pendirinya, para redaksi awal yang sastrawan, dan dianggap menjadi penanggung jawab, seolah telah menciptakan madzab kesusastraan tersendiri. Sehingga sulit karya-karya masuk, yang tak sesuai corak dianutnya. Mungkin dari sini, istilah kompromi dengan media itu muncul. Bagi jiwaku yang belia, jalan hidup ialah keyakinan. Di sana tiada bahasa kompromi, namun sikap saling menghargai di atas hasana sungguh ingin dicapai pula ditanggung beratnya, meski berbeda.
Paling fatal andai redaksinya kurang faham sastra pun lingkup sejarah susastra serta perkembangan dalam gairah jamannya. Dan setiap hari disibukkan naskah yang masuk, seakan kerja pegawai negeri ambil gampangnya. Maka bibit-bibit berbakat kurang muncul, pula seakan menganggap tulisan para senior semuanya layak dimuat. Di sebalik itu timbul rasa ingin dihargai lebih, sebagai penelor orang hebat, egonya bersayap, laksana malaikat penyelamat atau dewa-dewa penumpas kejahatan. Di samping ada redaktur yang berhasrat mengangkat faham dipegangnya, dengan menganggap jenis-jenis karyanya, karya-karya anak didiknya, sudah pantas diperhitungkan di kemudian hari.
Bagiku yang pemula ini, redaktur abadi adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia pembolak-balik warna jaman seadil-adilnya. Menghargai yang gigih dalam lingkup perjuangan ikhlas menempuh nasibnya. Tiada bentuk rekayasa di dalamnya, hanya kesungguhan insan menggerus saling menghargai sesama makhluk di bawah kaki kuasa-Nya. Maka terpetiklah, kegagalan melahirkan bayi-bayi besar itu, sebab terlanjur diangkat terlampau tinggi para pencetaknya. Yang belum sesuai karya, serta jerih usaha yang barusan sejumput di dalam kehidupannya. Itu langkah kedholiman alias menempatkan sesuatu tidak pada letak semestinya. Menyundul ke langit-langit kepuasan, bayangannya meraksasa, seagung kemuliaan, seperti sastarawan dunia yang diandaikan.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar