Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/?p=291
Seorang penyair diharuskan mencari nilai-nilai hayatnya sendiri, meski tengah belajar pun sudah pelajari keilmuan dari berbagai sumber hikmah lain.
Di kedalaman dirinya, pantas menggali yang dirasakan gejolak sehari-hari, atas pantulan hidup bermasyarakat, serta jalannya sejarah yang menggumuli.
Bukan sekadar menghayati lorong-lorong pernah dilewati para pendahulu. Di sinilah tantangannya, apakah penyair tulen atau sekadar pengekor nilai yang ada, dari agama, filsafat pun keilmuan lain.
Kita tahu Ibnu Arabi, walau mengambil ajaran Islam sebagai sungai menghanyutan jiwanya, tapi dirinya tak sekadar ikuti arus semata, ada usaha keras mengeduk relung terdalam, pada yang bergolak di kedalaman jiwa.
Al-Hallaj juga tokoh-tokoh yang menggenggam suatu nilai dengan khusyuk tawadhuk, namun tetap keimanannya tidak seperti hamba membutakan mata.
Ada pencarian sungguh dari faham dianutnya, hingga memunculkan cahaya syiar cemerlang, menjadi pandangan baru yang ditimbulkan, atas usahanya dalam penelusuran kehakikian hayat di jamannya.
Menengok dunia Barat, kujumput saja perihal kesusastraan Prancis dari pandangan Marcel Raymond, pada De Baudelaire au Surrealisme, Jose Corti 1963, yang dikutip Wing Kardjo:
“Puisi modern Prancis dapat dibilang berawal Charles Baudelaire, atas kumpulan sajaknya Les Fleurs du Mal, yang merupakan sumber inspirasi puisi masa kini, telah melahirkan dua aliran kepenyairan; para seniman dan para terus mata, yang satu mengalir ke Mallarme menuju Valery, satunya lagi menelusup pada Rimbaud menukik ke avontir, kaum surrealis.”
Tampak di sana, kaki-kaki kepenyairan menjejak kukuh perjuangan takdirnya, tidak hanya membaca buku lantas memakan mentah, tapi juga menyinahui letupan jiwanya, menyuntuki alam sekitar sampai temukan bentuk baru, yang dirasai sesuai alam diri dikandungnya.
Tidak sekadar bantahan pemikiran, ada laku atas hasil usahanya; segugus karya sebagai toggak pembenaran terjadinya kehadiran niscaya.
Entah sajak aliran dekoratif sebelumnya sudah tercium apa belum, yang jelas arusnya dari seni kerajinan, atas membiaknya revolusi industri yang sempat dialihkan, bukan dihadang-halangi William Morris (1834-1896).
Lewat mematangkan nilai modern bersentuhan kemanusiaan yang tidak terpatok prodak masal dari pabrik, ada membumikan kerja manusiawi, semisal pabrik rokok kretek yang sebagian karyanya menggunakan tenaga manusia.
Kini kuberanikan memaknai apa itu sajak beraliran dekoratif, sajak ini memperindah nilai yang sudah diterima secara umum, normatif, tepatnya mengukuhkan faham telah ada, apakah hasil keringat nilai puitik penyair pendahulu, atau ajaran agama yang dianut.
Yang terpancang di sana, gemerlap warna-warni, tapi kita mengenal oleh bacaan-bacaan sebelumnya. Sentuhan itu terasa, manakala mendalami corak ruhaniah karya tersebut tidak memiliki greget, atau tiada ruh penciptaan dari kedalaman jiwa penyair, sejenis kelincahan tangan, keahlian merakit keindahan.
Jaman sekarang, di mana informasi berlesatan, dimungkinkan terbentuk aliran sajak dekoratif, karena kurangnya pengendapan jiwa penyair, hanya mengandalkan tambal sulam warna puitis, yang di dalamnya masih mengemban suatu nilai, tapi terlihat jelas karya itu hasil olahan nalar atas jiwa distandarkan, sebab mengikuti gaya puitisasi yang sudah dikenal dalam dunia kepenyairan.
Gejala ini berawal pertemanan satu penyair dengan penyair lain, lebih jelas mencermati gerak sanggar sastra yang menghadirkan antologi puisi, terlihat kesamaan bentuk dalam pencarian cahaya puitis, di sinilah kelemahan pun kelebihannya.
Manfaatnya tentu memudahkan pemula meraup asal-asalan dari pendahulunya, bagi pemula yang cerdas dan lincah, akan mudah meneguk air bening formula puisi. Namun tidak dirasai ia tengah menenggak racun, sebab tidak berusaha mencipta wujud berbeda, dan sungguh tidak memiliki sikap jiwa pencari, karena terpuaskan hasil-hasil gemilang dari polesannya.
Sebelum jauh, kuceritakan keluhan seorang penyair nasional. Di sini tiada niatan merusak pamor yang dibangunnya, sekadar menjumput kegelisahannya. Dia bilang mau berpindah cerpen, sebelum beralih puisi lewat bentuk baru, sebab muridnya telah mengambil bentuk yang sudah dicanangkan sejak awal. Dia pun berbicara, apa yang digagasnya selama bertahun-tahun, diambil alih hanya beberapa bulan saja, begitu kurang lebih perkataannya.
Sketsa di atas dapat dipisahkan, mana penyair karbitan dan yang benar-benar matang oleh pencarian jati dirinya, atas pengalaman berkelana, hingga menemukan wajah puitis berbeda, serta melekat kuat dalam jiwanya, daripada sekadar dicetak menjelma penyair.
Ini kukira tidak mengurangi hukum bersosial, di mana insan saling pengaruh, tapi namanya pencipta, patut berusaha temukan jalan masing-masing. Dan sang pelopor tidak tertarik hasil-hasil yang sudah jadi, tetapi menampiknya sekeras menggali sumber air keindahan, dari perjuangannya merasai kenikmatan berpuisi.
Aku ambil suasana para pencipta seni di atas suara pengamat musik klasik J. Van Ackere yang diterjemahkan J. A. Dungga, dalam buku Musik Abadi:
“Kentara pada kita bahwa dalam seni lukis, sastra dan musik, terdapat aliran-aliran yang sama. Impresionisme, Simbolisme, Debussysme, ialah suara-suara dari jaman dan roh yang satu juga. Ada semacam saling pengaruh antara seniman-seniman. Mereka saling melihat melalui pagar tembok mereka dan saling memetik bunga dalam kebun mereka. Penyair main musik, musikus melukis, pelukis membikin sajak, dan membikin orkestra dengan warna-warna. Seniman-seniman muda dari aliran baru sering bertemu dalam sebuah rumah Stéphane Mallarmé di jalan Roma, Paris. Debussy memainkan preludenya yang paling baru, Whistler memperlihatkan lukisannya yang terakhir, dan Mallarmé membacakan sajaknya yang baru saja dibuatnya.”
Ackere, seakan menyaksikan orkestra atau pesta cahaya dari keindahan bertemunya para seniman itu pada suatu panggung penciptaan yang mampu membius, membuat bulu-bulu para penyimaknya merinding, di mana “saling melihat melalui pagar tembok mereka, dan saling memetik bunga dalam kebun mereka.” Sungguh suatu lukisan agung sebuah pergaulan, musik paling mulia yang tercipta, dan sajak mengharukan jiwa, atas berjumpanya bathin berbeda dalam satuan ruh daya cipta.
Kita tengok pergaulan tiga penyair jaman romantik Inggris yang bersahabat; Byron, Keats dan Shelley, ketiganya sama-sama mati muda, mereka dapat menunjukkan kemampuan masing-masing, mencuatkan jati diri perasaan gemilang dengan pamor berbeda.
Maka sepantasnya para penyair menguliti jiwanya, dari pelepasan kegelandangan pun dalam pertemanan, ialah yang diperjuangkan, digenggam kuat tidak terhanyut, tapi menciptakan sungai-sungai yang menyenangkan dari jiwa-jiwa mereka.
Pada penyair gelisah di atas, sebab dirinya penyair, membuktikan tepat ucapannya, mencipta cerpen dengan wujud lain dari pantulan alam kepenyairannya selama ini, lalu memasuki lorong dunia puisi yang merangsang jiwanya dalam bentuk beda.
Sedang pengekornya tetap semula, malah tampak kemerosotan jiwa, itulah ganjaran atau pantas, sebab jiwa seniman sejati adalah sosok pencari yang tidak puas diri sendiri, keadaan yang melingkupi, pula sejarah menaungi jamannya.
Jika balik membahas kemunculan sajak beraliran dekoratif, kurasa sah mereka, toh itu imbas menanggalkan nilai-nilai adi luhung, yang dihidupi para pencetus kemurnian pandangan, atau faham-faham.
Penyair beraliran dekoratif, hanya menghadapkan dirinya pada suatu keadaan di depan, yakni penyajian sebaik mungkin, meski lemah sisi jiwa penggalian ruh masanya, semacam mengikuti arus perubahan, tidak mencipta sungai bergolak dari kehakikian suara masa sebagai bahan pelajaran, demi terciptanya karya mempuni mewakili jaman.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar