Kamis, 25 Februari 2010

Bermuka Dua

Djunaedi Tjunti Agus
http://www.suarakarya-online.com/

Munaf tiba-tiba saja merasa ada yang aneh. Kepalanya, di bagian belakang, bergerak-gerak. Kemudian seperti ada yang tumbuh. Untuk memastikan apa yang terjadi dia mengangkat tangan dan merabakan telapak tangannya ke kepala bagian belakangnya.

Dia kaget bukan kepalang. Munaf merasakan di kepala bagian belakangnya tak ada lagi rambut, berubah total membentuk wajah baru. Ada mata, ada hidung, ada kumis, ada mulut.
“Duh, kok saya bermuka dua?”

Dia berlari menuju toilet. Di depan cermin di ruang kamar kecil itu dia berkaca. Wajahnya masih seperti dulu, tenang, dengan kening mulai berlipat-lipat tanda ketuaan, dan terkesan lelah. Itulah wajah aslinya.

Lalu bagaimana dengan wajah kedua, atau wajah barunya? Munaf coba memutar kepala. Anehnya, kepalanya bisa diputar 180 derajat, dan kini kepala bagian belakang berada di bagian depan. Wajah barunya itu lebih muda, penuh senyum, optimistis, tak ada kerut di kening, bugar.
Munaf senang juga melihat wajah keduanya itu.
“Tapi apa kata orang kalau mereka tahu saya bermuka dua. Bagaimana ini,” katanya berbisik.

Dia mulai panik. Kepalanya kembali diputar, muka lamanya kembali berada di depan. Dia coba menegakkan kerah baju untuk menutup muka bagian belakang, tapi tak tetutup semua. Untung rambut di puncak kepala agak panjang, sehigga bisa jadi penutup.
“Ah, ternyata bisa diumpetin. Mudah-mudahan tak ada yang tahu,” kata hatinya.
Anehnya, dari dua wajah itu hanya wajah bagian depan saja yang berfungsi. Sementara muka di belakang otomatis tertidur.
Semula dia ingin pergi ke dokter.

“Tapi dokter apa. Apa mungkin ada dokter spesialis menangani manusia bermuka dua, wajah tumbuh? Lalu apa mungkin wajah baru ini bisa dihilangkan?,” hatinya bertanya-tanya.

Tengah berpikir keras-ketika memasuki ruang kerja, beberapa saat menjelang berpapasan dengan atasannya, kepala kantor-tiba-tiba saja kepalanya berputar sendiri. Kini wajah barunya yang berada di depan.

“Dari mana saja you? Saya berkali-kali menghubungi telepon di meja kerja you, tapi tak diangkat,” kata bosnya ketus.
“Oh, maaf Pak. Saya tadi di perpustakaan. Saya menyusun pembelaan untuk Bapak. Saya amat optimistis Bapak akan lolos dari jeratan yang disiapkan saingan Bapak,” katanya.

Munaf kaget. Wajah baru itu ternyata pintar bicara, ahli berkilah, membela diri. Dia makin heran, kenapa jadi begini?
“Kenapa wajah kedua ini tiba-tiba saja bisa mengambil alih.”

Meski begitu dia lega, selamat dari semprotan bos, Kepala Kantor Kas Kota, yang akhir-akhir ini uring-uringan karena tersangkut kasus skandal pembobolan keuangan negara.

“Kalau begitu buktikan Anda betul-betul loyal. Siapkan pembelaan secara maksimal. Tugas utama Anda lainnya adalah menghadapi nyamuk-nyamuk pers, para wartawan yang usil-usil itu,” kata Dion, sang bos.
“Baik Pak. Siap, semua akan beres. Jangan khawatir, semua akan saya amankan. Tenang saja Bos.”
Munaf kembali kaget mendengar jawaban yang keluar dari wajah keduanya. Bila dulu dia hanya bicara satu dua, menjawab sekenanya, kini nyerocos, tak ada sungkannya.
* * *

“Apa yang ingin Anda ketahui tentang Pak Dion? Saya siap membantu keingintahuan Anda semua,” katanya ketika berada di halaman kantor, saat dicegat para wartawan.

“Apa benar Pak Dion tidak melaksanakan perintah Pak wakil walikota, tidak mau memanggil pemadam kebaran ketika kantor kas kota ini kebakaran?,” tanya seorang wartawan.

“Ah itu kan wakil walikotanya saja yang nggak ada kerjaan. Kok lapor ke pihak pemadam kebakaran harus diatur-atur segala,” jawan Munaf.

“Apa betul saat kebakaran Pak Dion justru membobol kantor kas, menguras habis uang di kas kota. Dia mengambil kesempatan dalam kesempitan, kemudian berbagi dengan kepala bagian keuangan, para atasan, dan koleganya?”

“Itu hanya karangan. Kok duit kas kota hilang yang disalahkan Pak Dion. Seharusnya yang disalahkan bagian keuangan, orang-orang yang menjaga tempat penyimpanan uang itu. Lagi pula kantornya kan kebakaran, ya semua terbakar, termasuk uang yang ada di kantor kas.”
“Kalau begitu Pak Dion bersih?”

“Ya, Pak Dion difitnah. Dia kan berasal dari keluarga terhormat. Terkaya di desanya. Anak pensiunan pegawai negeri. Dia jujur, tak mungkin menjarah uang negara,” kata Munaf semangat.
“Nggak ada lagi yang mau bertanya?,” tanyanya.
Tak sampai satu jam, keterangan Munaf sudah keluar di berbagai media online dan televisi.

Karuan saja berita-berita yang mencuat membuat Dion terperanjat. Kali ini kaget karena senang. Dia langsung menghubungi telepon genggam Munaf. “Anda betul-betul ahli dalam menangani masalah. Saya ternyata salah perkiraan tentang Anda.”

Dion yakin besok pagi berbagai koran juga akan menurunkan berita dengan judul mencolok, “Dion Ternyata di Fitnah”, seperti kebanyakan judul di media online sore ini.
“Ah Bapak terlalu memuji. Apa yang telah saya lakukan, semua sesuai pengarahan Bapak.”

“Loh, loh. Anda jangan terlalu merendah. Apa yang Anda lakukan luar biasa. Semua berita berbalik menguntungkan saya. Terimakasih, terimakasih.”
“Apa yang telah saya lakukan? Saya langsung pulang begitu jam kerja selesai, begitu Bapak meninggalkan kantor.”

“Apa Anda tidak baca berita-berita online, atau mendengar berita di televisi sore ini? Semua memuji saya karena keterangan Anda. Wah, Anda jadi bintang hari ini. Terimakasih, sampai jumpa. Pokoknya bereslah, Anda terus pertahankan kinerja baik ini. Besok datang ke ruangan saya. Saya siapkan uang tunai, karena jika lewat transfer bahaya buat saya dan Anda.”

Munaf bingung apa yang telah dia lakukan. Begitu menonton televisi dia kaget sendiri, tampak dalam warta berita dirinya dikerubuti wartawan. Dia memberi keterangan soal Dion. Warta berita tentang keterangannya itu disiarkan beberapa stasiun televisi, berulang-ulang.

“Oh. Ini rupanya pekerjaan wajah baru saya.” Dia baru sadar, karena beberapa saat menjelang tiba di kediamannya tanpa disadarinya kepalanya berputar, dan dia kembali menjadi pribadi asli dengan wajah lama. Munaf tak ingat semua perbuatan wajah barunya, karena ternyata semua ucapan dan tindakan wajah baru tidak terekam dalam otaknya. Semuanya terlupakan ketika kembali ke wajah lama.
* * *

Munaf dengan wajah baru berubah 180 derajad. Dia tidak hanya lancar bicara, membela bosnya Dion, tetapi juga mampu mengambil hati beberapa pengkritik, pengamat, dan beberapa tokoh masyarakat di kota itu. Entah bagaimana caranya, apa kiatnya, yang pasti semua orang yang dihubunginya berbalik membela Dion. Padahal sebelumnya mereka getol minta aparat keamanan menangkap dan memenjarakan Dion.

Anggota Tim Pencari Kebenaran Bobolnya Kas Kota pun dibuatnya saling serang. Munaf, sosok yang tadinya terkesan pemalu, hanya pelengkap di perusahaan tempatnya bekerja, kini jadi ujung tombak. Tidak saja jadi kepercayaan utama Dion-sebagai staf khusus sekaligus staf ahli-tetapi juga menjadi harapan banyak orang. Sahabat orang-orang yang kebagian jatah hasil jarahan Dion.

Sebenarnya hati kecil Munaf, setiap dia kembali ke wajah lama, menyatakan Dion bersalah, karena dia sendiri ada di lokasi ketika kantor kas kota terbakar. Sebelum ruang penyimpanan uang terbakar, dia melihat Dion memerintahkan beberapa karyawan dan satpam memindahkan uang kas ke mobilnya, kemudian dia juga tahu uang itu dibagi-bagikan Dion kepada pejabat lain dan koleganya.
Tapi Munaf tak pernah kuasa mengungkapnya.

Setiap ditanya wartawan, juga baru-baru ini oleh tim pencari kebenaran, dia selalu dikuasai muka keduanya. Setiap memberi keterangan dan memberi kesaksian, tanpa disadari lawan bicaranya, kepala Munaf berputar sangat cepat, dan wajah keduanya mengambil alih perannya.

“Biang keroknya itu justru api. Kenapa api membakar kantor kas kota. Kalau tak ada kebakaran pasti uang kas tidak raib, nggak terbakar. Jadi jangan Pak Dion yang disalahkan,” katanya ketika ditanya tim pencari kebenaran.

“Pak Dion dan kepala keuangan seharusnya jadi pahlawan, karena musibah kebakaran hanya menghanguskan tempat penyimpanan uang saja. Bagian lain utuh.”

“Soal penolakan Pak Dion atas perintah wakil walikota agar segera memanggil pemadam kebakaran itu bagaimana?,” tanya salah satu anggota pencari kebenaran.

“Ah itu kan hanya soal prosedur saja. Buktinya Pak Dion menunjukkan bagian mana yang harus dipadamkan ketika petugas kebakaran datang.”

Meski ucapan dan alasan yang dikemukakannya kerap dianggap tidak etis, tidak beralasan, tak berdasarkan fakta dan aturan, bahkan sering ngawur, Munaf tak peduli.

Ketika Dion menanyakan apakah caranya itu tidak berbahaya, bisa berbalik menjadi senjata makan tuan, dengan entengnya Munaf membantahnya.

“Toh beberapa anggota tim pencari kebenaran sudah dikendalikan atasan Bapak. Anggota tim itu tak kalah ngawurnya setiap tim minta kesaksikan pada saksi-saksi dan ahli,” kata Munaf.

“Bila tim, penegak hukum, dan masyarakat makin bingung, kredibilitas Bapak semakin aman. Tidak sia-sia Bapak punya anak buah, sekaligus tim ahli seperti saya. Saya ini juru pengalih perhatian terbaik di kota ini. Jadi santai saja Pak. Ada Munaf,” katanya kepada Dion.

Setiap dikuasai wajah keduanya, Munaf berubah agresif, baik dalam sikap maupun perbuatan. Dengan wajah baru dia sering pergi ke cafe, tempat-tempat pijat plus, serta tempat-tempat plesiran di kota itu. Dia tak khawatir rahasianya terbongkar, karena orang-orang yang melayani di tempat-tempat itu juga bermuka dua. Bila kembali ke wajah lama, dia lupa semua perbuatan itu.

Setiap tampil dengan wajah keduanya, Munaf bisa melihat tidak hanya dia yang bermuka dua di kota itu, tapi banyak lainnya. Munaf juga kerap melihat di layar televisi, dalam pertemuan penting di Jakarta-rapat para penentu kebijakan di pemerintahan, rapat-rapat petinggi di kementrian, dan rapat di gedung dewan-ternyata diantara pesertanya ada juga yang bermuka dua. Bahkan ada yang memiliki kuping lebih dari sepasang, dan berkepala dua, sehingga yang bersangkutan kerap mempertaruhkan kuping atau kepalanya untuk membela seseorang. Ada pula yang memiliki lidah panjang, menjilat apa saja. Bahkan ada yang bertingkah tengil, setiap omongannya kacau, selalu menyakiti lawan bicaranya.

Bagi Munaf makin banyak orang-orang bermuka dua, orang-orang kacau-bicara suka-suka, dianggap arogan, asal ngomong, dan bikin orang kesal, ngawur-itu akan menguntungkan orang-orang seperti Dion. Dia tahu, itu dibutuhkankan Dion-Dion lainnya, para pejabat yang korup.

Namun setiap pulang, setelah dia kembali ke wajah lama, Munaf jadi bingung. Dia sering cemas, karena hubungan rumah tangganya menjadi kacau, terutama dengan istrinya.

Masalahnya setiap istrinya minta jatah. Dia selalu menolak. Bukan karena lagi tidak mood, tapi khwatir kedoknya terbongkar. Persoalannya, setiap melaksanakan tanggung jawab yang satu itu, istrinya kerap memegang kepala bagian belakangnya. Bila itu yang terjadi, rumah tangganya akan geger, istrinya akan shock. Padahal Munaf sendiri sering tak mampu menahan desakan dari dalam.***

*) Mampang, awal Januari 2010 tjunti@yahoo.com

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae