S Yoga
http://terpelanting.wordpress.com/
Sebenarnya sudah lama hal ihwal kelamin menjadi pembicaraan dalam dunia kesenian kita, misal dalam candi-candi, candi Borobudur juga ada hal ihwal berhubungan antara lelaki dan wanita, dalam serat Centhini bahkan digambarkan bagaimana harus bermain, hari apa sesuai wetonnya dan ciri-ciri wanita dengan hal ihwal perempuan, bahkan dalam gua-gua sudah terpancak relief-relief yang bergambar kelamin, perhatikan lingga yang bersimbol penis juga. Ingat pula dalam Kamasutra, Asmorogomo, Ars Amatoria, dari buku (meski ini bukan karya sastra) Sanksekerta, Jawa dan Latin ternyata karangan-karangan itu tidak menunjukkan dan terkesan tuna susila atau pornografi, padahal menguraikan teknik hubungan seks dan seluk beluknya.
Jadi kenapa dalam masyarakat yang tambah modern ini kita jadi uring-uringan tentang hal ihwal perempuan maupun laki-laki, jangan-jangan tambah maju kita justru tambah puritan. Seolah merekalah yang berhak menentukan tata susila yang berlaku. Estetika dalam karya sastra haruslah sesuai dengan moral mereka kalau tidak maka karya tersebut bersifat tuna susila. Karya yang menguar kelamin dianggap sebagai sastra populer, kurang bermutu. Kalau ini terjadi maka terjadilah sikap puritisme dalam sastra Indonesia. Pertanyaan kita mereka itu mewakili kelas apa? Kelas menengah-atas atau kelas bawah yang melihat kemajuan zaman dengan enjoy dan rileks.
Tulisan Imam Cahyono Berharap kepada Perempuan Penulis, Sinar Harapan, 21/12/2003 setali tiga uang denga peristiwa kontra goyang Inulmania beberapa waktu lalu. Seolah kalangan menengah benar-benar ditelanjangi tata susilanya diudal-udal oleh Inul, dan marah-marah karena mereka menganggap apa yang dilakukan Inul itu tidak sopan, berdosa dan harus diberantas. Tapi apa yang terjadi, karena Inul adalah ikon pemberontakan, (bahkan dalam majalah Time, Inul disamakan dengan fenomena Joan Jet) resistensi, dari budaya masyarakat bawah, budaya massa maka Inulmania tetap lestari, khususnya di kalangan bawah, itulah perlawanan budaya yang dilakukan masyarakat bawah menghadapai budaya kelas menengah yang dinilai terlalu kaku, dogmatis dan hanya melegitimasi status quo mereka saja, sebagai pengemban peradaban. Di mana pun kita berada pasti ada sebuah kutub budaya, sejak zaman dulu hingga sekarang, yang satu mengatasnamakan budaya adiluhung yang satu mewakili budaya pinggiran, bawah dan selalu dinilai jelek oleh kalangan menengah-atas. Tapi jangan lupa, melihat Inul bergoyang kita marah-marah dan menyalahkan moralitas yang diusung Inul, padahal diam-diam suami kita asyik mengoleksi vcdnya, bergoyang di diskotek, atau langanan majalah Playboy. Inikah gambaran masyarakat kita yang tertutup tapi ketika ada kesempatan diam-diam berasyik ria. Itulah cermin masyarakat yang munafik dan mau menangnya sendiri. Nilai-nilai estetik seolah merekalah yang memegang dan kalau tidak sesuai dengan kebenaran yang mereka percayai maka semua karya seni adalah buruk dan tuna susila.
Di dalam sejarah sastra dunia kita telah mengetahui pernah terjadi penindakan pemerintah terhadap pengarang dan karya sastra yang didakwa isinya telah melanggar moral umum. Di Perancis pengarang Gustave Flaubret pernah dipanggil ke muka hakim untuk mempertanggungjawabkan penulisan romannya Madame Bovary yang dianggap tidak sopan. Demikian juga pemerintah Inggris dan Amerika telah melarang terbitnya Ulysses karangan James Joyce dan Lady Chatterley’s Lover karangan D.H. Lawrence yang menguar masalah homoseksual dan lesbian dengan alasan yang sama. Namun demikian seiring berjalannya waktu karya-karya tersebut ternyata medapatkan kedudukan yang terhormat dan menjadi karya klasik, kelas satu.
Jika kita mempermasalahkan karya sastra para pengarang muda yang berjenis kelamin perempuan, Ayu Utami, Djenar Mahesa Ayu, Dewi Dee Lestari, Herlinatiens, Fira Basuki dan masih banyak lagi, yang dianggap karyanya lebih bersifat sesaat dan pupuler karena banyak mempermaikan alat kelamin, tuna susila maka yang perlu pertanyakan siapa sih yang memiliki otoritas dan berhak menentukan kesopanan atau esetika sastra itu? Perlu diketahui bahwasanya ukuran-ukuran tuna susila dalam sastra dari waktu ke waktu senantiasa berubah menurut zamannya. Dulu ketika terbit roman Armjn Pane, Belenggu, pada tahun 1940 tidak sedikit orang merasa tersingung kesadaran susilanya oleh adegan tokoh utama dokter Sukartono yang menghadapi pasien perempuan yang tersingkap kainnya sehingga tampak bagian pahanya. Sekarang karena perkembangan zaman, era globalisasi, bertebaran roman-roman picisan, Nick Carter, tabloid lher di mana-mana, vcd porno marak, adegan ciuman di film tv, sudah biasa, akses internet sangat terbuka, adegan di dalam Belenggu itu boleh dikata sama sekali tidak menjadi perhatian pembaca karena tidak menyinggung kesadaran apa pun, kecuali membangkitkan kesan-kesan yang sentimentil.
Karya sastra yang mengandung pengalaman erotik dengan uraian yang plastis sampai kepada kejadian yang sekecil-kecilnya dapat kita jumpai juga di dalam karya sastra daerah. Barangsiapa yang mempelajari sastra Jawa tentu akan mengenal Gatoloco, karangan yang berisi ajaran mistik Islam Jawa yang sudah tergolong dalam karya-karya klasik, yakni karya-karya yang telah memperoleh kedudukan yang terpadang dan terhormat di tengah-tengah bacaan lain. Mistik di dalam karangan itu diuraikan melalui simbolik seksual. Sekalipun memiliki suasana lokal serta bentuk ekspresi yang lain, karangan itu amat dekat sifarnya dengan puisi mistik India seperti yang terkadung dalam Prem Sagar dan Gita Govinda atau dengan sajak-sajak Arab-Persi seperti yang dikarang oleh Hafiz dan Ibn Hizam yang mempersenyawakan juga persatuan antara Khalik dan makhluk dengan persatuan tubuh antara laki-laki dan perempuan.
Kalau dibaca adegan itu saja dengan tidak memperhatikan keseluruhan cerita, maka berhak kita mengecap pengarang-pengarang itu sebagai pengumbar tuna susila. Demikian juga dengan karya-karya sastra lain bila kita hanya memperhatikan peristiwa hal ihwal kelamin maka karya tersebut bisa bersifat cabul. Tapi karya sastra itu adalah keutuhan dan tak bisa dipisah-pisahkan, motif-motif tokoh-tokohnya untuk melakukan hal-hal tersebut yang perlu ditandai, kenapa tokoh tersebut melakukan hal itu, pengarang ingin melukiskan karakter-sifat macam apa, tinggal pembaca mengambil hikmahnya dari peristiwa tersebut. Misal dalam cerpen Djenar Mahesa Ayu yang berjudul, Aku Menyusu Ayah, ia sedang mendekontruksi patriaki dalam peradaban kita. Jadi tema utamanya adalah kebiasan gender antara laki-laki dan perempuan dan bukanya mengeksploitasi alat kelamin dan sekitarnya, bedakan dengan karangan-karangan roman picisan yang benar-benar mengeksploitasi alat kelamin agar kita benar-benar terangsang dan berdebar-debar, dan ceritanya hanya gerakan-gerakan bersetubuh yang itu-itu juga, kadang kita menjadi muak. Tapi dalam karya-karya pengarang perempuan yang sengaja dikutip Imam Cahyono, hal itu tidak terjadi, para pengarang hanya melukiskan bahkan itu hanya dalam percakapan, keinginan atau kehendak untuk melakukan persetubuhan tanpa detail-detail yang merangsang kita, itu merupakan peristiwa yang memang mestinya terjadi dalam cerita, tanpa hal itu cerita tidak akan terangkat apa yang diinginkan pengarang baik karakter, tema, suasana dan gaya.
Karya sastra seperti yang kita ketahui, setiap karya seni yang berhasil, adalah suatu kesatuan yang organis yang mengandung kepaduan gaya, suasana dan cerita. Kesatuan itu terdukung oleh tema yang pokok. Dari asas estetik ini kita bisa sampai pada kesimpulan bahwa selama adegan yang menguraikan secara terperinci perbuatan seks merupakan unsur yang organis di dalam kesatuan karya sastra sehingga jika ditiadakan akan mengganggu dan merusak kepaduan gaya, suasana dan cerita, maka tidak berhaklah kita menunduh karya sastra itu tuna susila atau hanya bersifat populer. Sebaliknya di dalam karya yang bersifat pornografi adegan-adegan seks dapat dihilangkan tanpa mengganggu atupun merusak kepaduan gaya, suasana dan cerita. Ada baiknya tulisan ini kita tutup dengan petikan puisi La Ronde karya Sitor Sitomorong yang terkenal itu karena melukiskan persetubuhan.
Lalu, paha, pualam pahatan
mendukung lekung perut.
Berkisar di pusar, lalu surut
agak ke bawah, ke pusar segala.
Hitam pekat siap menerima
dugaan indah.
Ah, dada yang lembut menekan hati
Terimalah
kematangan mimpi lelaki !
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar