Jumat, 03 April 2009

Peta, Sejarah Sastra dan Roman Pergaoelan

Sudarmoko*
http://www.padangekspres.co.id/

Beberapa hari yang lalu, saya menerima sebuah surat elektronik dari Pak Umar Junus. Beliau menanyakan sesuatu yang tidak saya duga, meski saya telah memikirkannya sebelumnya, namun tidak sampai pada alasan yang ditanyakan. Kenapa saya memilih untuk menggunakan sebuah peta dalam buku saya, Roman Pergaoelan (Insist Press, Juli 2008), yang diambil dari sumber Belanda, dengan keterangan dalam bahasa Inggris dan Belanda.

Pak Umar menjelaskan sedikit latar belakang pertanyaan itu. Sekitar tahun 1985, beliau ke Padang dan mencari peta Sumatra Barat, namun tidak ada informasi yang menghantarkannya untuk mendapatkan peta itu. Pertanyaan itu bagi saya sangat penting, meski saya tidak serta merta ingin membuat peta atau mencarinya. Peta dalam pandangan saya, adalah sebuah sumber informasi yang menerangkan dimana posisi saya, atau posisi sebuah tempat di antara tempat yang lain. Mungkin bukan hanya peta lokasi, namun juga peta sejarah, politik, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Jika ada yang tidak termaktub dalam sebuah peta, biasanya kita, orang atau benda atau tempat, kemudian bertanya, apakah saya atau tempat itu tidak masuk hitungan? Kemudian siapa yang memetakan? Adakah alasan politis atau yang lain? Dan banyak pertanyaan lainnya yang berhubungan dengan peta.

Jawaban saya atas pertanyaan Pak Umar Junus itu mungkin tidak menggembirakan. Soal peta Sumatra Barat memang menjadi perhatian saya, tidak hanya untuk buku saya itu, namun juga persoalan yang saya hadapi ketika di Padang juga, susah sekali mencari peta, dan jika ada di toko buku, harganya sangat mahal. Sementara untuk mendapatkan peta yang diperbaharui secara ajeg juga sedikit susah. Dan saya juga menyukai sebuah bidang ilmu sosial yang lain, urban symbolism, yang di dalamnya juga membicarakan banyak hal mengenai kota, fenomena kota, semiotika landmark dan tata ruang, mental map, dan sisi-sisi kehidupan kota lainnya.

Di Belanda, dan beberapa kota yang lain, peta sangat mudah didapatkan, seperti di halte (bahkan ada beberapa tempat di sejumlah negara yang menyediakan layanan peta ini dalam bentuk online di halte-halte), tempat wisata, dan sebagian besar gratis, bahkan di internet setiap ada alamat seperti universitas atau informasi konferensi selalu disediakan peta dan rute perjalanan. Saya juga mengoleksi beberapa peta beberapa kota yang saya kunjungi. Untuk peta di buku saya, saya mendapatkannya di lampiran buku Westenenk, dan saya sangat menyukai itu, sebuah peta yang dicetak oleh biro perjalanan di Batavia. Saya lalu membandingkannya dengan peta di buku Rusli Amran (Pemberontakan Pajak) dan yang lainnya, namun akhirnya saya memutuskan untuk memakai peta dalam buku Westenenk itu.

Selain karena bagus, relatif lengkap nama-nama daerahnya, juga karena buku itu secara khusus berbicara tentang Bukittinggi dan Sumatra Barat. Selain itu juga memberikan konteks dalam buku saya dan buku Westenenk, dalam periode pembicaraan yang relatif berdekatan. Selain itu, sebenarnya saya ingin memberikan tambahan informasi, atau sekadar memberitahu bahwa Bukittinggi menjadi tempat yang mengesankan bagi banyak orang, terutama Belanda pada waktu itu, dan perjalanan yang dicatat oleh Westenenk setidaknya membuktikan hal itu.

Saya tidak tahu apakah keinginan saya ini dapat diterima atau tidak, namun pada akhirnya beberapa pertimbangan ini yang kemudian membuat saya memutuskan untuk mengambil peta itu dari sumber Belanda. Saya pikir Belanda selain rajin membuat catatan juga rajin dan cermat membuat peta, mungkin untuk kepentingan penjajahan atau juga untuk ilmu pengetahuan. Sementara kita (maksud saya kondisi yang terjadi di Sumbar dan daerah lain) mengabaikan hal ini. Karena itu mungkin juga potensi kita tak berkembang, berjalan tak tentu arah, mengulang-ulang hal yang sama.

Pertanyaan Pak Umar Junus ini membuat saya berpikir, bahwa banyak orang yang ternyata mengalami hal yang sama dalam memandang sebuah fenomena. Peta ternyata menghantarkan orang untuk kembali, atau mencari sesuatu yang belum ditemukan. Dan dalam konteks sejarah intelektual dan sejarah sastra, ternyata banyak hal yang belum saya eksplorasi dalam buku Roman Pergaoelan itu. Demikian juga dengan keterbatasan penafsiran yang saya miliki, kaitan antara satu persoalan atau tempat dengan persoalan atau tempat yang lain.

Sejarah intelektual di Sumatra Barat tidak bisa dilepaskan dari dukungan penerbitan buku-buku yang menjadi sarana utama dalam penyediaan bahan bacaan. Setelah pendidikan diperkenalkan, baik itu pendidikan berbasis agama maupun yang berbasis sistem barat, para lulusan itu kemudian tetap membutuhkan bacaan. Bacaan yang ada dan diterima dari daerah lain belum memuaskan dahaga ilmu dan informasi. Demikian juga dengan karya-karya para intelektual dan sastrawan belum sepenuhnya bisa diakomodir oleh penerbit-penerbit di luar Sumatra. Karena itulah, penerbitan di Sumatra Barat dan daerah lain seperti Medan, mendapatkan sambutan yang luar biasa.

Salah satu informasi yang belum saya olah, karena keterbatasan waktu dan tenggat dari penerbit, adalah sebuah biografi yang tidak banyak dibicarakan dalam sastra atau sejarah Indonesia. Judulnya “Pengalaman Seorang Perintis Kemerdekaan Generasi Terakhir Menempuh Tujuh Penjara”. Pengarangnya Maisir Thaib, atau biasa juga dikenal sebagai Martha. Salah seorang guru, aktivis pendidikan, dan aktivis politik pada masa sebelum kemerdekaan. Salah satu romannya berjudul Kamang Affair saya analisis dengan sederhana dalam buku saya, Roman Pergaoelan.

Biografi ini berisi banyak informasi yang berguna dan penting. Tentang pengalamannya sekolah di Normal Islam dan Islamic College, berkarir di dunia pendidikan di Kalimantan, aktivitasnya di PERMI, dan juga dalam proses kreatifnya mengarang yang kemudian karena kasus salah satu romannya, Leider Mr. Semangat, membawa Martha digelandang dari Kalimantan ke Bukittinggi untuk diadili di Landrood, dan kemudian divonis setahun enam bulan di Sukamiskin, Bandung. Cerita mengenai sekolah Normal Islam dan Islamic College di Padang ini cukup banyak dibahas oleh Martha. Dan informasi ini tampaknya dapat digunakan untuk menelusuri kembali sejarah pendidikan di Padang, dan dunia mahasiswa pada masa penjajahan. Banyak juga cerita lucu yang ditulis oleh Martha dalam buku ini.

Dari buku ini saya juga mendapatkan gambaran bagaimana kehidupan para mahasiswa pada masa penjajahan, kehidupan di penjara, tabiat para penjajah, baik Belanda maupun Jepang, dan masih banyak lagi. Ada satu bagian cerita di penjara Muaro Padang, yang menarik bagi saya, bahwa para tahanan harus berbaris dengan telanjang bulat, untuk bekerja dan makan, dan bagaimana ilustrasi ini memberikan sebuah gambaran kehidupan penjara pada masa itu yang sangat berat.

Perjumpaan Martha dengan banyak tokoh di penjara, sebagian besar adalah tahanan politik, seperti Dr. Haka (Ayah Buya Hamka) di penjara Bukittinggi, Nur Alamsyah, Samaun Bakri, dan tokoh-tokoh seperti Ilyas Yacub, dan sebagainya, terasa hadir dengan ilustrasi yang sederhana namun hidup. Martha dan nama-nama lain ini sebenarnya membuka peluang untuk kajian sejarah sosial dan pergerakan di Sumatra Barat. Tentu saja para ahli sejarah sedikit banyak telah merangkum nama dan peristiwa ini.

Namun masih dibutuhkan lagi kerja keras dalam memetakan dan menjelaskan bagaimana sejarah Sumatra Barat dalam seluruh sisinya. Pelurusan sejarah dan pencalonan pahlawan semakin marak. Namun masalahnya tidak begitu banyak informasi dari buku atau penelitian yang diupayakan untuk membuka informasi sejelas mungkin. Misalnya saja novel Bidadari Padri yang baru saja diterbitkan oleh Pustaka Republika belum banyak dibicarakan.

Di Sukamiskin Martha juga bertemu dengan Hasbullah Parinduri, atau Matu Mona, salah seorang penggiat sastra di Medan, yang menulis seri Rol Patjar Merah, sebuah kisah terkenal tentang Tan Malaka. Matu Mona dipenjara karena menerbitkan artikel Hadariah M dari Kalimantan berjudul “Suasana Kalimantan”. Dan ancaman untuk para penulis dan wartawan seperti Martha dan Matu Mona adalah artikel karet 153 bis, yang menjerat tulisan-tulisan yang dinilai provokatif dan subversif.

Kasus Matu Mona ini saya kira tidak kalah hebat dengan kasus Jassin yang juga mau melindungi pengarang Ki Panjikusmin. Dan ini juga menunjukkan dedikasi para penulis dan wartawan pada masa itu. Mungkin suatu saat akan ada yang mau meneliti dan membandingkan kasus Matu Mona dan Jassin ini dalam sejarah sastra kita.

Saya tidak tahu pasti apakah buku biografi ini banyak beredar atau tidak, tapi jarang saya baca dalam referensi sejarah atau sastra kita. Dicetak tahun 1982 oleh penerbit Syamsa di Padang, buku ini mungkin dapat menghangatkan pikiran dan imajinasi kita terhadap kehidupan aktivis dan pengarang pada suatu masa. Tulisan ini saya maksudkan untuk membuka ruang kemungkinan lain yang belum sempat saya olah dalam buku Roman Pergaoelan. Tersebab keterbatasan dalam banyak hal sehingga buku tersebut belum sepenuhnya memberikan gambaran yang lengkap tentang sejarah sastra di Sumatra Barat.

Karena saya merasa ketika buku tersebut selesai, banyak hal yang belum masuk di dalamnya, dan membuat saya terus berpikir tentang banyak hal tersebut. Demikian juga dengan referensi yang baru belakangan saya peroleh, seperti buku Martha tersebut, yang memberikan informasi tambahan yang sangat penting. Namun tentu saja ini akan menjadi sebuah pengalaman penting dalam menulis dan melakukan penelitian tentang sejarah sastra di masa datang.

Sejarah sastra, baik di Indonesia secara umum dan Sumatra Barat secara khusus, memang dalam kenyataannya masih belum terpetakan dan tercatat dengan baik. Semoga saja tulisan ini dan buku Roman Pergaoelan tersebut dapat membuka dan menambah referensi dalam sejarah sastra kita, walau hanya sekelumit.

*) Peneliti sastra Indonesia, pengajar di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Unand, sedang menjadi dosen tamu di Hankuk University of Foreign Studies, Yongin, Korea.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae