Sudarmoko*
http://www.padangekspres.co.id/
Beberapa hari yang lalu, saya menerima sebuah surat elektronik dari Pak Umar Junus. Beliau menanyakan sesuatu yang tidak saya duga, meski saya telah memikirkannya sebelumnya, namun tidak sampai pada alasan yang ditanyakan. Kenapa saya memilih untuk menggunakan sebuah peta dalam buku saya, Roman Pergaoelan (Insist Press, Juli 2008), yang diambil dari sumber Belanda, dengan keterangan dalam bahasa Inggris dan Belanda.
Pak Umar menjelaskan sedikit latar belakang pertanyaan itu. Sekitar tahun 1985, beliau ke Padang dan mencari peta Sumatra Barat, namun tidak ada informasi yang menghantarkannya untuk mendapatkan peta itu. Pertanyaan itu bagi saya sangat penting, meski saya tidak serta merta ingin membuat peta atau mencarinya. Peta dalam pandangan saya, adalah sebuah sumber informasi yang menerangkan dimana posisi saya, atau posisi sebuah tempat di antara tempat yang lain. Mungkin bukan hanya peta lokasi, namun juga peta sejarah, politik, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Jika ada yang tidak termaktub dalam sebuah peta, biasanya kita, orang atau benda atau tempat, kemudian bertanya, apakah saya atau tempat itu tidak masuk hitungan? Kemudian siapa yang memetakan? Adakah alasan politis atau yang lain? Dan banyak pertanyaan lainnya yang berhubungan dengan peta.
Jawaban saya atas pertanyaan Pak Umar Junus itu mungkin tidak menggembirakan. Soal peta Sumatra Barat memang menjadi perhatian saya, tidak hanya untuk buku saya itu, namun juga persoalan yang saya hadapi ketika di Padang juga, susah sekali mencari peta, dan jika ada di toko buku, harganya sangat mahal. Sementara untuk mendapatkan peta yang diperbaharui secara ajeg juga sedikit susah. Dan saya juga menyukai sebuah bidang ilmu sosial yang lain, urban symbolism, yang di dalamnya juga membicarakan banyak hal mengenai kota, fenomena kota, semiotika landmark dan tata ruang, mental map, dan sisi-sisi kehidupan kota lainnya.
Di Belanda, dan beberapa kota yang lain, peta sangat mudah didapatkan, seperti di halte (bahkan ada beberapa tempat di sejumlah negara yang menyediakan layanan peta ini dalam bentuk online di halte-halte), tempat wisata, dan sebagian besar gratis, bahkan di internet setiap ada alamat seperti universitas atau informasi konferensi selalu disediakan peta dan rute perjalanan. Saya juga mengoleksi beberapa peta beberapa kota yang saya kunjungi. Untuk peta di buku saya, saya mendapatkannya di lampiran buku Westenenk, dan saya sangat menyukai itu, sebuah peta yang dicetak oleh biro perjalanan di Batavia. Saya lalu membandingkannya dengan peta di buku Rusli Amran (Pemberontakan Pajak) dan yang lainnya, namun akhirnya saya memutuskan untuk memakai peta dalam buku Westenenk itu.
Selain karena bagus, relatif lengkap nama-nama daerahnya, juga karena buku itu secara khusus berbicara tentang Bukittinggi dan Sumatra Barat. Selain itu juga memberikan konteks dalam buku saya dan buku Westenenk, dalam periode pembicaraan yang relatif berdekatan. Selain itu, sebenarnya saya ingin memberikan tambahan informasi, atau sekadar memberitahu bahwa Bukittinggi menjadi tempat yang mengesankan bagi banyak orang, terutama Belanda pada waktu itu, dan perjalanan yang dicatat oleh Westenenk setidaknya membuktikan hal itu.
Saya tidak tahu apakah keinginan saya ini dapat diterima atau tidak, namun pada akhirnya beberapa pertimbangan ini yang kemudian membuat saya memutuskan untuk mengambil peta itu dari sumber Belanda. Saya pikir Belanda selain rajin membuat catatan juga rajin dan cermat membuat peta, mungkin untuk kepentingan penjajahan atau juga untuk ilmu pengetahuan. Sementara kita (maksud saya kondisi yang terjadi di Sumbar dan daerah lain) mengabaikan hal ini. Karena itu mungkin juga potensi kita tak berkembang, berjalan tak tentu arah, mengulang-ulang hal yang sama.
Pertanyaan Pak Umar Junus ini membuat saya berpikir, bahwa banyak orang yang ternyata mengalami hal yang sama dalam memandang sebuah fenomena. Peta ternyata menghantarkan orang untuk kembali, atau mencari sesuatu yang belum ditemukan. Dan dalam konteks sejarah intelektual dan sejarah sastra, ternyata banyak hal yang belum saya eksplorasi dalam buku Roman Pergaoelan itu. Demikian juga dengan keterbatasan penafsiran yang saya miliki, kaitan antara satu persoalan atau tempat dengan persoalan atau tempat yang lain.
Sejarah intelektual di Sumatra Barat tidak bisa dilepaskan dari dukungan penerbitan buku-buku yang menjadi sarana utama dalam penyediaan bahan bacaan. Setelah pendidikan diperkenalkan, baik itu pendidikan berbasis agama maupun yang berbasis sistem barat, para lulusan itu kemudian tetap membutuhkan bacaan. Bacaan yang ada dan diterima dari daerah lain belum memuaskan dahaga ilmu dan informasi. Demikian juga dengan karya-karya para intelektual dan sastrawan belum sepenuhnya bisa diakomodir oleh penerbit-penerbit di luar Sumatra. Karena itulah, penerbitan di Sumatra Barat dan daerah lain seperti Medan, mendapatkan sambutan yang luar biasa.
Salah satu informasi yang belum saya olah, karena keterbatasan waktu dan tenggat dari penerbit, adalah sebuah biografi yang tidak banyak dibicarakan dalam sastra atau sejarah Indonesia. Judulnya “Pengalaman Seorang Perintis Kemerdekaan Generasi Terakhir Menempuh Tujuh Penjara”. Pengarangnya Maisir Thaib, atau biasa juga dikenal sebagai Martha. Salah seorang guru, aktivis pendidikan, dan aktivis politik pada masa sebelum kemerdekaan. Salah satu romannya berjudul Kamang Affair saya analisis dengan sederhana dalam buku saya, Roman Pergaoelan.
Biografi ini berisi banyak informasi yang berguna dan penting. Tentang pengalamannya sekolah di Normal Islam dan Islamic College, berkarir di dunia pendidikan di Kalimantan, aktivitasnya di PERMI, dan juga dalam proses kreatifnya mengarang yang kemudian karena kasus salah satu romannya, Leider Mr. Semangat, membawa Martha digelandang dari Kalimantan ke Bukittinggi untuk diadili di Landrood, dan kemudian divonis setahun enam bulan di Sukamiskin, Bandung. Cerita mengenai sekolah Normal Islam dan Islamic College di Padang ini cukup banyak dibahas oleh Martha. Dan informasi ini tampaknya dapat digunakan untuk menelusuri kembali sejarah pendidikan di Padang, dan dunia mahasiswa pada masa penjajahan. Banyak juga cerita lucu yang ditulis oleh Martha dalam buku ini.
Dari buku ini saya juga mendapatkan gambaran bagaimana kehidupan para mahasiswa pada masa penjajahan, kehidupan di penjara, tabiat para penjajah, baik Belanda maupun Jepang, dan masih banyak lagi. Ada satu bagian cerita di penjara Muaro Padang, yang menarik bagi saya, bahwa para tahanan harus berbaris dengan telanjang bulat, untuk bekerja dan makan, dan bagaimana ilustrasi ini memberikan sebuah gambaran kehidupan penjara pada masa itu yang sangat berat.
Perjumpaan Martha dengan banyak tokoh di penjara, sebagian besar adalah tahanan politik, seperti Dr. Haka (Ayah Buya Hamka) di penjara Bukittinggi, Nur Alamsyah, Samaun Bakri, dan tokoh-tokoh seperti Ilyas Yacub, dan sebagainya, terasa hadir dengan ilustrasi yang sederhana namun hidup. Martha dan nama-nama lain ini sebenarnya membuka peluang untuk kajian sejarah sosial dan pergerakan di Sumatra Barat. Tentu saja para ahli sejarah sedikit banyak telah merangkum nama dan peristiwa ini.
Namun masih dibutuhkan lagi kerja keras dalam memetakan dan menjelaskan bagaimana sejarah Sumatra Barat dalam seluruh sisinya. Pelurusan sejarah dan pencalonan pahlawan semakin marak. Namun masalahnya tidak begitu banyak informasi dari buku atau penelitian yang diupayakan untuk membuka informasi sejelas mungkin. Misalnya saja novel Bidadari Padri yang baru saja diterbitkan oleh Pustaka Republika belum banyak dibicarakan.
Di Sukamiskin Martha juga bertemu dengan Hasbullah Parinduri, atau Matu Mona, salah seorang penggiat sastra di Medan, yang menulis seri Rol Patjar Merah, sebuah kisah terkenal tentang Tan Malaka. Matu Mona dipenjara karena menerbitkan artikel Hadariah M dari Kalimantan berjudul “Suasana Kalimantan”. Dan ancaman untuk para penulis dan wartawan seperti Martha dan Matu Mona adalah artikel karet 153 bis, yang menjerat tulisan-tulisan yang dinilai provokatif dan subversif.
Kasus Matu Mona ini saya kira tidak kalah hebat dengan kasus Jassin yang juga mau melindungi pengarang Ki Panjikusmin. Dan ini juga menunjukkan dedikasi para penulis dan wartawan pada masa itu. Mungkin suatu saat akan ada yang mau meneliti dan membandingkan kasus Matu Mona dan Jassin ini dalam sejarah sastra kita.
Saya tidak tahu pasti apakah buku biografi ini banyak beredar atau tidak, tapi jarang saya baca dalam referensi sejarah atau sastra kita. Dicetak tahun 1982 oleh penerbit Syamsa di Padang, buku ini mungkin dapat menghangatkan pikiran dan imajinasi kita terhadap kehidupan aktivis dan pengarang pada suatu masa. Tulisan ini saya maksudkan untuk membuka ruang kemungkinan lain yang belum sempat saya olah dalam buku Roman Pergaoelan. Tersebab keterbatasan dalam banyak hal sehingga buku tersebut belum sepenuhnya memberikan gambaran yang lengkap tentang sejarah sastra di Sumatra Barat.
Karena saya merasa ketika buku tersebut selesai, banyak hal yang belum masuk di dalamnya, dan membuat saya terus berpikir tentang banyak hal tersebut. Demikian juga dengan referensi yang baru belakangan saya peroleh, seperti buku Martha tersebut, yang memberikan informasi tambahan yang sangat penting. Namun tentu saja ini akan menjadi sebuah pengalaman penting dalam menulis dan melakukan penelitian tentang sejarah sastra di masa datang.
Sejarah sastra, baik di Indonesia secara umum dan Sumatra Barat secara khusus, memang dalam kenyataannya masih belum terpetakan dan tercatat dengan baik. Semoga saja tulisan ini dan buku Roman Pergaoelan tersebut dapat membuka dan menambah referensi dalam sejarah sastra kita, walau hanya sekelumit.
*) Peneliti sastra Indonesia, pengajar di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Unand, sedang menjadi dosen tamu di Hankuk University of Foreign Studies, Yongin, Korea.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar