I Nyoman Suaka
http://www.balipost.com/
Karya-karya kesusastraan peranakan Tionghoa di era tahun 1920-an, kini bangkit kembali dan banyak beredar di pasaran. Bahkan tidak canggung-canggung, buku sastra itu terbit berseri (jilid satu sampai delapan) yang bertajuk ”Sastra Melalui Peranakan Tionghoa”. Buku itu membicarkan tentang karya sastra kaum penulis Tionghoa tempo dulu. Anehnya, ketika karya sastra itu terbit pertama kali, pernah dijuluki sebagai bacaan picisan, murahan dan bermutu rendah. Akibat julukan itu, maka hasil kesusastraan peranakan Tionggoa tergolong bacaan liar. Mengapa demikian?
KESUSASTRAAN peranakan ini di Indonesia lebih populer diistilahkan sebagai sastra Melayu Peranakan Tionghoa. Di golongkannya ke dalam sastra Melayu karena bahasa yang digunakan sebagai media ekspresi oleh pengarangnya adalah bahasa Melayu, bukan bahasa Cina. Pengarang-pengarang asal negeri Tirai Bambu itu sudah lama merantau di Indonesia. Mereka tidak memiliki ikatan yang kuat dengan kebudayaan leluhurnya, khususnya di bidang bahasa.
Di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung. Ungkapan itulah yang pas untuk pengarang keturunan Cina ini. Bahasa yang digunakan dalam menuangkan ide dan gagasan terpolong bahasa Melayu Rendah. Maka dari itu, kesusastraan peranakan yang berkembang ketika itu disebut dengan kesusastraan Melayu Rendah Peranakan Tionghoa. Seperti diketahui, sebelum ikrar Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, bahasa Melayu dibagi menjadi bahasa Melayu Rendah dan bahasa Melayu Tinggi.
Bahasa Melayu Rendah adalah bahasa pasaran yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Nilai rasa bahasa itu agak kasar kedengaran. Berbeda dengan bahasa Melayu Tinggi yang merupakan bahasa Melayu halus dan kedudukannya cukup terhormat. Sayangnya, dilihat dari penutur bahasa itu, jauh lebih banyak dan luas penuturnya adalah bahasa Melayu Rendah. Ternyata kondisi ini sangat menguntungkan perkembangan sastra peranakan Tionghoa karena jumlah pembacanya jauh lebih besar dan merakyat.
Tema Cerita
Tema-tema cerita yang diangkat dalam syair, roman dan cerita pendek diambil dari permasalahan hidup orang kebanyakan. Setting cerita hanya terjadi di Sumatera, dan Jawa, baik di kalangan warga Tionghoa, Pribumi maupun Belanda. Topik penceritaan seperti perkawinan, pertentangan adat, kehidupan lelaki dalam memelihara gundik, dan sosial politik. Dari permasalahan-permasalahan itu, yang paling banyak digarap adalah percintaan dan pergundikan, seperti ”Nyai Sumirah” oleh Thio Tjin Boen (1917), ”Nyai Aisah” oleh Tan Boen Kim (1915) dan ”Nyai Marsinah” (1922).
Pengarang banyak menggunakan ”Nyai” dalam judul karyanya tiada lain untuk menarik perhatian pembaca sebab kata itu bertendensi wanita simpanan atau gundik. Tokoh seperti itu bermakna negatif karena dapat diajak kencan oleh laki-laki.
Tema pornografi ketika itu merupakan permasalahan yang amat subur di tengah masyarakat yang berhasil diamati oleh pengarang. Bahkan roman ”Bunga Berjiwa” oleh Tan Boen Kim mengungkapkan bobroknya moral manusia. Diceritakan Lie Keng Ien yang dengan kekayaannya selalu memburu wanita cantik, baik wanita yang sudah bersuami maupun belum. Ketika mengawini Merari, ia tega membunuh Prawiro (suami Menari). Sebaliknya Merari yang hanya ingin bersenang-senang, akhirnya bersedia meninggalkan suaminya (Prawiro), padahal suaminya sangat setia. Hanya karena harta Merari bersedia menjadi gundik. Tokoh Lie Keng Ien adalah seorang juragan yang tinggal di Kota Surabaya. Ia memiliki empat istri simpanan. Rata-rata gundiknya itu adalah wanita yang gila kekayaan, sedangkan sang juragan tidak sanggup berbuat adil. Keempat istrinya itu saling membenci dan tidak rukun, demikian pengarang Tan Boen Kim merekam realitas sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Latar atau daerah cerita masyarakat Indonesia menarik perhatian para pengarang peranakan Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa golongan masyarakat Tionghoa mempunyai hubungan yang baik dengan daerah tempat tinggal mereka. Selain itu pengarang peranakan ini menyadari bahwa pembacanya bukan hanya masyarakat Tionghoa tetapi juga masyarakat pribumi. Menyadari kondisi ini, muncullah tema-tema perkawinan antarsuku bangsa seperti lelaki Tionghoa dengan wanita Indonesia dalam roman ”Bunga Roos dari Tjikembang” oleh Kwee Tak Hoay (1927), ”Bunga Roos Merah” oleh Chang Ming Tse (1939), ”Ular yang Cantik” oleh Soe Lie Piet (1929), ”Itu Bidadari dari Rawa Pening” oleh Tan Hoeng Boen (1929) dan lainnya. Dari karya-karya tersebut ternyata perkawinan campuran itu banyak mendapat tantangan, baik dari orang tua Tionghoa maupun di pihak orang tua pribumi. Perkawinan itu lebih banyak sengsaranya daripada nikmatnya.
Tentang politik dan sejarah Indonesia, juga tak luput dari pengamatan para pengarang keturunan Cina ini, seperti roman ”Darah dan Air Mata di Boven Digul” oleh Oen Bo Tik (1931), ”Merah” oleh Liem King Hoo (1937) dan ”Drama di Boven Digul” oleh Oen Bo Tik (1931). Ketiga roman tersebut berisi kisah tahanan kaum komunis Indonesia di Bovem Digul setelah pemberontakan mereka gagal. Sastrawan Tionghoa juga tertarik dengan kejadian-kejadian sejarah sehingga menjelma menjadi karya sastra yang berjudul ”Drama dari Merapi” oleh Kwee Tek Hoay (1931), ”Kembang Wijaya Kusuma” oleh Liem King Khoo (1930) serta ditulisnya kehidupan primitif masyarakat suku Badui dan Tengger.
Nota Rinkes
Karya sastra garapan pengarang Tionghoa seperti yang dipaparkan tersebut ternyata mendapat sorotan tajam dari pemerintah kolonial Belanda yang menjajah Indonesia ketika itu. Ceritanya dinilai tidak bermoral, bermutu rendah dan murahan. Kritiknya pedas yang menilai kesusastraan peranakan Tionghoa itu berselera murahan dan tergolong bacaan liar datangnya dari Direktur Volkslectuur, D.A. Rinkes. Lembaga yang dipimpinnya itu adalah semacam kantor komisi bacaan rakyat yang bertanggungjawab untuk mengawasi terbitnya buku-buku bacaan. Selanjutnya Volkslectuur yang didirikan pada tanggal 14 September 1908 ini berganti nama menjadi Balai Pustaka tahun 1917.
Tumbuhkembangnya sastra Melayu Peranakan Tionghoa ini sangat didukung oleh bermunculan penerbit-penerbit swasta yang siap mencetak dan memasarkan karya-karya para pengarang saat itu. Bisnis buku sastra ketika itu aman menggiurkan karena banyak mendatangkan keuntungan. Terbukti banyak penerbit swasta yang berdiri seperti Goan Hong (Jakarta), Economy (Bandung), Paragon (Malang), Swastika (Surakarta), Drukkerij (Semarang) dan Boekhandel Indishe (Medan).
Tentang kiprah penerbit swasta ini, D.A. Rinkes sempat pusing dan kembali mengecam bahwa penerbit itu adalah ”Saudagar kitab yang kurang suci hatinya” dan bersikap agitator. Untuk menerbitkan buku-buku, Kantor Bacaan Rakyat ini mengajukan tiga syarat pokok yaitu tidak mengandung unsur antipemerintah kolonial Belanda, tidak menyinggung perasaan dan etika golongan masyarakat tertentu dan tidak menyinggung perasaan agama tertentu. Tiga persyaratan tersebut dalam sejarah kesusastraan Indonesia dikenal dengan ”Nota Rinkes” — mengambil nama direktur Volkslectuur. Hasil-hasil kesusastraan peranakan Tinghoa digolongkan ke dalam bacaan liar dan bermutu rendah seperti di awal
tulisan ini, karena banyak mengungkapkan tema-tema pelacuran seperti pergundikan yang mengarah kepada ponografi. Hal ini dinilai mengganggu perasaan dan etika masyarakat, seperti persyaratan kedua Nota Rinkes. Selain itu, bahasa yang dieksploitasi pengarang keturunan Cina ini termasuk bahasa Melayu Rendah, yang sangat bertentangan dengan persyaratan naskah Volkslectuur yang harus menggunakan bahasa Melayu Tinggi.
Menjamurnya buku-buku sastra Melayu Tionghoa dan pengarang pribumi juga menjadi ancaman bagi pemerintah kolonial Belanda dalam melanggengkan kekuasaannya di Indonesia. berdasasrkan penelitian Claudion Salmon (1985), karya-karya pengarang Tionghoa jauh lebih banyak dibandingkan hasil karya pengarang pribumi maupun Belanda ketika itu. Salmon mencatat bahwa dari tahun 1870 sampai 1970 telah terbit 3005 karya sastra pengarang peranakan Tionghoa terdiri atas 73 sandiwara, 183 syair, 233 terjemahan sastra Barat, 759 terjemahan sastra cina dan 1398 karya roman dan cerpen asli. Angka-angka ini sangat mengkhawatirkan pemerintah Belanda, karena dapat menyusupi paham yang bertentangan dengan kebijakan penjajahan kolonial.
Kini zaman telah bergeser ke arah reformasi dengan arus informasi yang terbuka lebar. Sudah saatnya sastra Melayu peranakan Tionghoa mendapat tempat yang layak untuk dikaji dan dipelajari. Bisa jadi, julukan sebagai sastra murahan dan liar itu sebagai dampak kebijakan politis kolonial untuk mengekang kreativitas pengarang. Terlalu berlebihan menyebut predikat sebagai sastra liar karena tidak sedikit juga karya-karya pengarang keturunan cina ini yang bermutu untuk direnungkan. Selamat Tahun Baru Imlek 2555, Gong Xin Fa Chai!
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar