S. Jai
http://ahmad-sujai.blogspot.com/
SEMOGA ini bukan kegelisahan pribadi, sehingga luput dari sindiran cerdas Albert Einstein: “Seluruh masalah di bumi ini bisa dipecahkan ilmu pengetahuan, kecuali masalah pribadi.” Bermula dari sepinya gagasan seni, sejak dari sejarah, kritik, dan karya seni ditambah kebimbangan proyeksi akademisi di perguruan tinggi, memicu pentingnya seniman mencatat sendiri “konsep gagasan estetik maupun artistik” karyanya.
Tanpa kerendahan hati atas catatan seputar pemikiran sang seniman, lantas, apa yang kemudian bisa ditawar dari perjalanan sejarah, kritik dan karya seni?
Sejarah seni pasti ada, mungkin tidak terbaca. Kritik seni barangkali tidak bekerja. Sementara karya boleh lahir, berbiak, lalu mati tanpa jejak. Padahal ketiga hal itu adalah subtansi seni yang tak bisa disapih, apalagi dianiaya. Jawa Timur, mustinya tumbuh subur dalam ketiga ranah itu karena kekayaan sub-kultur yang plural, beragam, dan menjanjikan bagi perkembangan jagad seni sejak sastra, rupa, musik, teater dan lain sebagainya. Boleh dikata, puncak-puncak kebudayaan diantaranya pernah ada di wilayah yang secara administratif kebetulan disebut Jawa Timur ini.
Dari sinilah, catatan konsep kesenian itu penting untuk kemudian menjadi “harta karun” baru pendokumentasian hasil pemikiran kebudayaan. Semuanya untuk dibaca. Segalanya demi bertaruh, bertarung bagi perkembangan sumbangsih budaya dalam penulisan sejarah, kritik, dan karya seni.
Sekadar contoh di lapangan sastra modern (Jawa Timur) ada sederet nama yang tak semua punya catatan bagus perihal sejarah, kritik, dan karyanya. Sejak Muhammad Ali, Budi Darma, Akhudiat, D Zawawi Imron, Suparto Broto, Hardjono WS, M Fudloli Zaini, Sabrot D Malioboro. Lantas L Machali, Herry Lamongan, Aming Aminudin, M Anis, Rusdi Zakki, Wawan Setiawan, Sirikit Syah, Wahyu Prasetyo, Beni Setia, Jil Kalaran. Pada generasi yang mutakhir, Kusprihanto Namma, dan Bonari Nabobenar, M Shoim Anwar, Tjahyono Widarmanto, Tjahyono Widianto, Syaiful Hajar, Leres Budi Santoso, Zoya Herawati, Ratna Indraswari Ibrahim, Syaf Anton, Hidayat Raharja, HU Mardi Luhung, Arif B Prasetiyo, Mashurii, Riadi Ngasiran, Anas Yusuf, S Yoga, dan tentu jumlahnya bisa ditambah lebih banyak lagi.
Melihat jumlahnya yang tak sedikit, dapat dipahami bila sebagian seniman tak sepaham dengan pentingnya mencatat “konsep estetis dan artistik karyanya.” Biasanya pendapat itu atas dasar pikiran bahwa tugas itu mustinya diemban kritikus sastra (seni). Akan tetapi kemiskinan kritik sastra kita, dan pentingnya membuat tonggak sejarah seni di “tempat sendiri” semoga melunturkan asumsi sebagian yang kurang setuju. Kerendahan hati dalam menyusun konsep seni, dan mencatat sejarah sendiri menjadi yang utama untuk entah di suatu waktu, entah hari ini atau esok di masa yang mendatang pasti bakal dibaca, didokumentasi, diteliti dan menjadi pondasi karya berikutnya.
Barangkali bisa dimulai dengan pertanyaan kecil pada diri sendiri. Semisal, mengapa menulis sebagian besar karya sastra justru pada saat kehilangan pekerjaan? Tentu saja sulit dicari persis jawabannya. Barangkali hanya bisa merasakan dampaknya. Inilah kiranya persoalan pribadi pengarang, yang di luar dugaan, telah banyak menlahirkan karya-karya yang kemudian bukan lagi menjadi persoalan pribadi saja. Pendeknya telah berkembang jauh menjadi problem keilmuan dalam hal ini sastra.
Ini contoh kecil untuk menjelaskan bahwa menulis sastra adalah suatu upaya menjaga diri, memahami diri agar tak kehilangan hak milik sebagai manusia. Semacam cinta yang sesungguhnya, cinta yang berpuasa, cinta yang menahan diri agar terhindar dari kesepian, kecemasan, apalagi kehilangan. Cinta yang tidak takut pada jarak, waktu dan tentu saja ruang. Cinta yang bisa mendengar dan merasakan jerit tangis, luka, bahagia, sampai dasar relung yang terdalam manusia. Cinta yang sulit diterjemahkan, disingkapkan dengan kata-kata karena kata tak sanggup menampung kandungan isinya. Tapi juga cinta yang tak bisa menemukan titik paling subtil dalam kata.
Dalam wilayah gagasan, saat itulah tak sulit untuk merondai pikiran dengan menempatkan dirinya pada tirai puisi—imajinasi, persepsi, intuisi atau interpretasi. Tidak terlalu susah membiarkan otaknya memutar balik pandangan tentang pikiran dalam semesta. Semesta telah dirangkumnya dalam satu gerak pikiran besar. Tidak bersusah payah berkat kata dalam puisi, yang menghadirkan perasaan, intuisi, imajinasi, jiwa, kesadaran bahkan ruh—hal yang sangat manusiawi sekaligus mempribadi. Sebaliknya ia telah menemukan ruh, kesadaran, jiwa, imajinasi intuisi dan perasaan setiap kata sebagaimana ia temukan dirinya dalam kata.
Ia membabtiskan kata itu seperti manusia juga. Seperti partikel, seperti gelombang abstrak, sebagaimana dalam teori relativitasnya Einstein yang kesohor itu. Sebab itu meskipun ia tahu begitu banyak, jutaan kata-kata, miliaran buku-buku, seperti juga manusia ia tahu bagaimana harus hidup, menyela dan menyusun pikiran besar. Ia pun tahu, perlu kerendahatian untuk berjanji. Juga janji sebagai pengarang memperlakukan kata seperti halnya terhadap manusia. Begitu sebaliknya akan menghormati manusia seperti halnya angkat topi terhadap kata.
Betapa ia tak akan tinggal diam saat menjumpai kenyataan seperti sekarang: Kata sudah demikian kejam menjadi pembunuh berdarah dingin yang menghabisi manusia, seluruh semesta, membantai sesama kata dan bahkan membunuh dirinya. Akibatnya, kematian terjadi dimana-mana. Kecuali bagi siapa saja yang bersih dan jujur. Pendek kata sebagai pribadi, sebagai pengarang, sebagai ilmuwan dan sebagai manusia, setiap mereka berjanji akan menemukan dan melahirkan kebersihan dan kejujuran kata dalam kepengarangannya kelak. Kata sendiri belum pernah diperlakukan semulia roh dasarnya.
Jika pun terjadi, apologi di luar itu semua justru melepaskannya dari ruh sastra sebagaimana galibnya yang musti percaya diri, “kreatif,” berani, bebas, sadar diri tengah menarikan tarian semesta di lautan kata. Entah itu ia dalam keadaanya yang terkendali atau sedang dikendalikan oleh suatu kekuatan yang di luar dirinya, tapi ia yakini sebagai imamnya, penciptanya. Kadang-kadang ruh sastra itu tak peduli benar dirinya bermakna atau tidak. Tapi pertanyaan itu tak pernah diajukan padanya yang telah tahu tujuan hidupnya. Kedengarannya hanya serentetan bunyi. Kelihatannya cuma bayang-bayang. Kesannya seperti tanpa pesan. Sebaliknya bukan mustahil di belakang itu malah tersimpan pikiran besar, arti yang gemilang dalam perjalanan hidupnya. Spirit hidup yang luar biasa di tengah lautan kata meskipun dalam kenyataannya di negeri ini dalam penggunaannya, kata-kata demikian keruhnya, tidak orisinil, kerdil dan kosong. Kendati entah di kedalaman lautan kata atau di pinggiran pesisir pantai perawan, saat ini terus diuji oleh sastrawan-sastrawan dengan jiwa besar.
Kebesaran jiwa sastrawan-sastrawan, pengarang-pengarang, seakan mutlak diperlukan dan terus diupayakan mendekati pemaknaannya, yang kurang lebih serupa takdirnya, nasibnya, spirit hidupnya, kegelisahannya: serupa dengan kata. Sebagai pengarang tentu ia harus sadar berada di sepanjang ruang dan waktu. Sebagai pengarang tentu tidak akan mencari jawab apalagi untuk menemukannya. Karena naluri kepengarangan mengungkapkan hal itu akan sia-sia. Pengarang hanyalah diberi hak untuk mengajukan pertanyaan, bujuk rayu, kebijakan filosofis, dalam bentuk seindah mungkin, sedahsyat mungkin agar seolah kelak mendapat jawaban pasti atas segala tanya dan mengakhiri kegelisahannya.
Mungkin jawabannya seperti ini: Mengarang lebih tepatnya adalah usaha menipu diri sendiri. Sampai di sini pengarang penting untuk percaya berkat pengorbanan—yang meski tak istimewa tapi perlu dengan jiwa besar seperti itu,—sanggup mempertahan diri, menahan diri dengan puasa agar senantiasa melakoni sebagai manusia yang kreatif semestinya atas nama Sang Pencipta. Pengarang perlu menipu diri untuk meraih kegelisahan hidup kepengarangan selanjutnya, kebingungan berikutnya. Kedengarannya memang naïf, dan gila. Pengarang harus gagah hidup miskin, di tengah kemiskinan di lautan kata, samudera bahasa di negeri ini, yang fatalnya juga masih hidup susah karena serba terjerat kemiskinan, juga terlilit utang (apalagi kata).
Dengan demikian segala kemungkinan bisa terjadi sekalipun ini paling tidak mungkin. Menjadi makhluk yang karena keterbatasannya sanggup menjangkau ketakterbatasannya. Menjadi sesuatu yang biasa demi menuju yang luar biasa. Berada di suatu peristiwa kecil tapi menjadi dahsyatnya. Sesuatu yang seringkali sia-sia, tak tersentuh tetapi sesungguhnya betapa luas maknanya. Atau sesuatu peristiwa besar yang semula percuma, kemudian disederhanakan agar selanjutnya enak dibaca dan perlu. Tak mengapa, kawan.[]
*) pengarang, Pimpinan Komunitas KELUARGA (Kelompok Intelektual Asal Lingkungan Jalan Airlangga)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar