Nurel Javissyarqi*
http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/
Yang tampak tiap hari, kita mencabuti akar-akar tradisi, mencopoti pernik-pernik pertiwi. Ini jelas jika membaca kedirian masing-masing atas makna menyungguhan perubahan di segenap wilayah. Istilah Sartre dalam pengantar The Wretched of the Earth, Frantz Fanon; kita sejenis kuda yang telah dicap besi panas pada pantat. Khasana intelektual kita bukan berakar di kedalaman nurani. Hati getir tercabik-cabik sebab tak ada yang patut dibanggakan.
Kita sudah lama membuang kehormatan diri di tong sampah, beserta baju kebesaran Nusantara yang melapuk. Ujaran-ujaran moyang tidak terpakai, seakan lambat mengembalikan bayu kesadaran ke dasar nalar tanah air. Akar tropis tergerus dengan mengumbar senyum sinis. Jiwa-jiwa tergerogoti kepicikan pesimis, atas langkah kaki yang diayun kesombongan dasi di sekitar bangsa pribumi.
Ini takkan tersentuh selagi tidak iqra’ menyinaui; di sudut mana sebaiknya duduk, dan di saat kapan harus berdiri. Bukan beramai-ramai menjadi pemain yang merecoki medan hitungan, seperti seruduk banteng telinga tuli.
Ribuan sarjana banyak menganggur menanti lowongan kerja. Inikan keblinger, tidak memberdayakan diri agar mempuni. Tes masuk pegawai berjubel hingga pingsan berkali-kali, semacam lukisan menggelitik. Seharusnya malu, bukan malah adu gengsi saat hendak melangkahkan sepatu mendaftar pengawai.
Para mahasiswa telah merugikan keuangan negara sebab berleha. Tidakkah pendidikan disubsidi, tetapi hanya main-main kuliah dan skripsi. Menjadi ajang permainan para senior yang mengikuti aturan sebelumnya, inilah ketololan yang membelunder.
Telinga yang tertutupi keangkuhan batu, sia-sia pembicaraan para hakim yang membaca gerak-gerik, sedang dirinya tidak bergerak sama sekali. Suka suap dibangga-banggakan, bagai kenangan terkutuk. Seyogyanya menjelma hantu rupawan untuk menggoda generasi, agar tidak terjebak dalam lubang serupa.
Semoga tak menjual kebangsaan dengan sesuap nasi, tidak melelang pendapat demi mengeruk pendapatan. Meramu pengalaman dahulu sebagai jejak langkah menuju jenjang kedewasaan penerimaan. Kenangan ialah bukti sejarah tidak berulang, tiada tercatat di dinding peradaban, kalau tak dalam ingatan anak-anak jaman. Proses berkelanjutan; sia-sia merugi di hari tua, jika tak sanggup mencium bibir kemerdekaan.
Lama nian dikungkung peraturan yang merecoki gerak menerbangkan jiwa, sering kali kecelik yang tidak terperhatikan segera luput terlupakan. Ternyata esok hari meminta jatah disuntuki. Atau kita sering membangun sesuatu yang terkuasai, namun membiarkan yang tidak terfahami. Jadilah terbingungkan di tempat duduk, diwaktu perubahan letak terbuka bagi siapa saja. Sungguh aneh, pendapatan nilai terabaikan demi materi, menyusun khasana tanpa membagikan pencerahan pada sesama.
Benang Kusut Kesadaran
Suap, salah satu dari ribuan kesalahan bangsa kita yang berkelanjutan. Nilai-nilai agama dalam perkembangan dewasa ini, belum mampu menangkal virus tersebut. Kalau merogok ke safana pribadi, kita telah melepaskan rasa malu diganti kerakusan. Berapa persen insan Indonesia yang sadar, tidak mengulang balik kesalahan kemarin?
Suap itu mata rantai besi setan yang bersinambung, jika tak diputus dengan penegasan hukum transparan. Mulut manis atas kata-kata pembangunan, namun tak bisa menggeser pandangan dahalu atas wawasan yang keliru. Revolusi sosial seharusnya dimulai, ini bukan menghakimi perbuatan keji dengan kehancuran, tetapi bagaimana insan sebagai tangan-tangan tuhan.
Deretan kekalahan tampak mencolok, membiarkan ambruk menuju muara akhir tidak bahagia. Memang kita terlahir dari beberapa aturan, namun tidakkah di saat kesadaran tersemat dalam tubuh kehendak, bertekad mencapai kebaikan bersama. Seharusnya berani menanggalkan aturan yang tak manusiawi, yang tak berpribadi menjunjung tinggi nilai pertiwi.
Kita telah menjelma robot-robot di pelosok pencarian profan. Naluriah mesin, perhitungan angka mekanik, manajemen untung yang merenggangkan sifat persaudaraan. Keyakinan tahayul dibangun dari sugesti keblinger. Lalu penelitian menjelma hukum ketuk palu, namun tidak sigap dalam menerima perubahan pada jenjang perbaikan.
Jiwa-jiwa sok paripurna dalam kamar kerdil menghadapi cermin kesendirian, seperti barisan komando tanpa kompromi. Demokratisasi mencekik lahan-lahan yang dianggap merusak tatanan kota, adalah wujud sepinya pertukaran nilai kasih sesama, semisal penggusuran.
Tidak mungkin mengudar benar kusut sendiri, apalagi hiruk-pikuk perubahan kian melek kebendaan. Mentalitas pandangan yang membangun sekadar tampakan, meninggalkan jauh pemberdayaan jiwa mandiri. Manakala perubahan merusak hati, kaburlah idealitas. Apalah hebat jika dibanding bocah kecil bermain, yang suntuk menikmati alam fikirannya sendiri?
Racun memasuki otak, mengkaratkan wawasan kebangsaan, hilang tenggang rasa merusak keseluruhan dialogis keadilan, diganti momentum kepentingan. Alokasi dana diraup tangan-tangan gurita yang malas bekerja. Konsep budi pekerti tergadai norma dadakan yang mementingkan tempat, lalu perjalanan waktu menjelma kebohangan.
Apalah yang didapat dari bolak-balik rumah ke kampus dunia? Jika pelajaran menerima hanya tertangkap angan, lalu menguap dibawa tidur panjang. Mimpi sesaat terbangun dengan ritualitas tidak bertambah. Seharusnya menghitung, berapa energi yang dikeluarkan dan berapa mutu diri memberi perbaikan lingkungan.
Kualitas diri tidak pada potongan rambut atau cara berjalan, tetapi fungsi dari sumbangsi, bukan membuntu kesempatan sesama dengan keping uang. Sukses besar bukan memiliki perabotan mewah, tetapi kebahagiaan bermanfaat tanpa pamrih, sebab sadar hidup hanya sekilas.
Apa yang dibanggakan dari hayat, jika nantinya memasuki kotak wayang? Apa yang tertinggal kebendaan, esok menjadi rebutan. Adalah tidak berfikir panjang kalau mengeruk untung sesaat nafas.
Kita sering wegah sebab jalan di depan sulit diterjang. Pahala sekali meneruskan, tentu mendapati temuan; kesadaran penilaian mandiri, gagasan yang terpendam kesibukan, bakal muncul keberuntungan atas prosesi berkelanjutan. Serupa hal baik yang tak terfikirkan sebelumnya.
Seharusnya berkaca agar tahu di mana posisi, ke mana memperbaiki kualitas bangsa. Kita seperti anak hilang tanpa identitas, umpama buih centang-perenang tidak sanggup mencipta sebutir garam renungan.
Ketidakjelasan itu selayaknya disadari, bukan ngelukru serupa bebatuan krucuk yang diangkut truk, atau segebok jiwa yang tak berguna. Padahal perjalanan waktu semakin mengecurut pada pemahaman jika menyetiai, namun bisa ambyar kalau tak memiliki daya ingat juang.
Demi lebih terang, kudunya memahami anatomi kesadaran. Bagian apa yang mampu kita angkat, di jarak mana menarik nafas menapaki keterbukaan. Dan dengan siapa bergandeng tangan berkecup mesra cita-cita, yakni gerak berharga daripada membaca tanpa motivasi ke sana.
Produktivitas Situasi Atas Angan
Tiap tanda dimaknai sebagai jejak kelanjutan; membaca anggang-anggang atau menterjemah yang terjadi nanti. Di mana kesadaran berada di lumbung kesegaran, yang jauh dari jamur kesambilluan. Memperbaharui diri menjaga vitalitas kerja agar tetap harmoni.
Ini kedewasakan pandangan, menerima segala kelapangan yang pahit di hati. Nasib-nasib terbangun atas olahan situasi sebagai bahan strategis, tidak harus melewati pedoman akademis yang belum tentu seirama. Sebab logika yang beredar tiap hari, seringkali tak mematuhi aturan umum para ahli.
Sungguh kita sanggup menyimak menjadi mempuni, dengan terus mencoba mencari formula memaknai perjalanan hayati. Kematangan datang bersusulan jika mengemban kehausan jiwa, tidak pernah puas di mana ruang-ruang pembusukkan.
Serta merapatkan barisan dari asosiasi masa silam, memetik manfaat kehadiran kini. Kebertemuan yang menyatukan gagasan realitas mendatang di tengah-tengah fikiran, tertangkap seirama perasaan yang melampaui wilayah ingatan. Mengorek daya duga asal muasal masa lalu, membongkar kemungkinan dengan yang sedang berjalan untuk hakiki.
Sebersit ingatan mengulas balik dengan kesungguhan, diri mengumpulkan kenangan menjadi nilai-nilai, demi tanjakan esok lebih ringan. Endapan nalar, daya renung jiwa, menilik hati dengan gigih mengaduk relung sunyi. Ialah sebuah kerja yang terus dirawat, sehubungan debu-debu menggesek dari kisaran terpaan angin lalu.
Semenjak diberi ingatan, keterangkatan peristiwa dihadapkan kekinian sebagai buah anugrah, lantas menimbang sejauh mana tanjakan, seberapa daya fisikal renung serta analisa mencapai dinamika. Hikmahnya, terhindar dari rasa bosan yang menguntit pelaku.
Kebosanan di walayah kemandekan serupa lumpur hidup, daerah angan yang tak memiliki gairah analitik, ongkang-ongkang kaki yang membius jiwa mematikan sukma, jika tak ditolong segera. Olehnya, perkawinan realitas di sela-sela pemikiran masa lalu, menjadi kembang kreativitas yang meninggalkan sisi-sisi melemakan, memprekes lemak-jiwa.
Maka rawatlah ingatan sebagai referensi atas yang tergerak kali ini untuk mendapati bentuk faedah, nilai-nilai terhadap fenomena gejala alam memantulkan idealitas. Kiranya yang berani menimbang angan ke depan, mendapati nikmat kesetiaan.
Ganjaran yang sudih menandaskan keyakinan, mendapati realisasi dari angan-angan. Kebertemuan daya duga sewaktu dijalankan. Inilah angan yang mendekati jangkauan pelaku. Jiwa setia menyelidik cemburu yang memburu kefahaman diri, karakter yang menarik balik sebagai ketajaman rasa demi masa-masa mendatang. Niscaya logika memberi tawaran rasa. Pengolahannya serupa bahasa pada kunyahan gigi-gigi para sastrawan.
Inilah lingkungan kefahaman bersama, perjuangan dari ketertinggalan melihat kemerosotan, kejahiliaan kemarin. Disaat ide melembaga, menjemalah kesombongan penjara yang melepaskan ingatan kerja masa silam. Sebelum jauh terperosok, akar-akar perlu dipegang, merangkak ke tepian awangan, agar selamat badan cita-cita menghirup kemungkinan yang tertandakan dari memori silam-semilam.
Maka membangun tidak lantas meninggalkan ruh tempo dulu, sebab daya cita perjuangan-lah yang mendamaikan jiwa. Kepedulian diri terhadap sesama menjadi jala tanggung jawab, sebagaimana candradimuka psikologi diri, demi kemantapan mental alam tropis nalar pertiwi.
*) 2006, Pengelana asal desa Kendal-Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, Jawa Timur.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar