Sabtu, 29 November 2008

Perempuan (Brahmana) Menggugat Kasta

http://www.balipost.co.id/
Judul: Kenanga
Penulis: Oka Rusmini
Penerbit: Grasindo, 2003
Tebal: 294 hal.
Peresensi: Nuryana Asmaudi SA

DALAM peta sastra nasional, Oka Rusmini -- salah seorang sastrawan perempuan dari Bali -- telah memiliki nama yang diperhitungkan. Ia tercatat sebagai salah satu dari sastrawan perempuan Indonesia yang dianggap cukup cemerlang dan dikagumi. Tak terlalu penting mempersoalkan istilah "sastrawan perempuan" tersebut, yang jelas kehadiran dan keberadaan Oka Rusmini dalam percaturan sastra nasional sudah menjadi keniscayaan yang tak bisa lagi ditolak. Karya-karyanya berupa puisi, cerpen, novelet, hingga novel terus hadir ke tengah pembaca sastra Indonesia.

Oka Rusmini memang tergolong cukup produktif. Bagi kalangan sastra di luar Bali, karya-karya Oka dinilai berkualitas dan memiliki "warna lain". Boleh jadi, Oka memang tak terlalu diperhitungkan di Bali. Karya-karyanya mungkin dianggap "biasa" dan kurang dalam. Masih banyak lagi sastrawan perempuan Bali lainnya yang dinilai lebih bagus dan disegani. Tapi tak bisa dipungkiri, kenyataan membuktikan bahwa Oka Rusmini "sangat diperhitungkan" di luar Bali. Selain karena Oka cukup gencar mempublikasikan karya-karyanya keluar Bali sejak lama, juga karena dialah sastrawan perempuan Bali yang lebih dulu mengenalkan warna ke-Bali-annya kepada publik di luar Bali. Warna ke-Bali-an sastrawan perempuan Bali yang lain mungkin lebih berkualitas dan dalam, tetapi pembaca di luar Bali bisa jadi tidak melihat, lantaran tidak (banyak) dipublikasikan keluar.

Maka, seperti tak pernah kehabisan energi dan semangat, seperti tak pernah kering ide dan strategi yang cemerlang dalam publikasi, Oka terus memacu diri untuk berkarya dan mensosialisasikan karyanya secara gencar dan intens. Sehingga, karya-karyanya terus hadir ke publik pembaca dan pecinta sastra Indonesia. Membuat Oka semakin kokoh keberadaannya dalam peta sastra Indonesia. Judul-judul buku sastra yang telah dihasilkan dan sudah beredar di pasaran -- di luar puisi atau cerpennya yang berceceran di berbagai media terbitan Jakarta -- misalnya "Tarian Bumi" (2000), "Sagra" (2001), dan "Kenanga" (2003).

"Kenanga" memang novel terbaru karya Oka Rusmini. Oleh penulisnya, "Kenanga" dikatakan novel pertama karena ditulis Oka pada tahun 1990-1991 dan dimuat terlebih dulu sebagai cerita bersambung di Koran Tempo akhir 2002.
***

Kenanga adalah nama tokoh utama dalam novel ini. Seorang perempuan muda Bali yang penuh impian dan ambisi, cerdas, juga keras hati. Demi sebuah ilmu dan karir, ia berani mempertaruhkan usia dan segala yang dicintainya. Baginya hidup adalah karir, sehingga orang jadi sering salah sangka -- termasuk orang tua dan kalangan keluarganya sendiri -- pada dirinya. Hubungan dekat dengan guru besarnya di kampus tempat ia menjadi dosen sastra, misalnya, membuat orang curiga dan berpikir dia seorang perempuan yang menghalalkan segala cara demi karir.

Kenanga adalah perempuan muda keturunan Brahmana -- kasta tertinggi dalam tata kehidupan dan adat Bali, yang hidup membujang dan belum pernah menikah walau sampai usia yang matang. Tetapi, ironisnya, dia punya anak kandung, seorang putri bernama Luh Intan yang sangat dia cintai. Kenanga mengasuh Intan dalam griya-nya, tanpa seorang pun mengetahui kecuali dia dan ayah dari anak tersebut -- lelaki keturunan Brahmana pula, bernama Bhuana, yang pernah memperkosa Kenanga hingga membuahkan anak itu. Lelaki yang sangat mencintai Kenanga dan juga dicintai Kenanga, tetapi akhirnya justru menjadi suami dari Kencana, adik kandung Kenanga.

Dari latar itulah novel ini kemudian merentang-beberkan banyak hal dan rahasia kehidupan sebagian dari kalangan keturunan Brahmana. Terutama, dalam hal asmara, perkawinan, perselingkuhan, kepura-puraan, kemunafikan, dan banyak hal lain yang tak terduga demi sebuah gengsi, tata krama, dan segala tetek-bengek dalam tatanan adat yang mengikat kehidupan lingkungan kalangan kaum tersebut.

Novel ini memang nampak jelas menggambarkan "pemberontakan" dan "penggugatan" perempuan Bali yang dilakukan atau diwakili oleh tokoh Kenanga terhadap banyak hal. Mulai dari soal adat, kebangsawanan atau kasta, dominasi jender, hingga perjuangan atas peningkatan atau penempatan sosok perempuan ideal dalam kehidupan masyarakat Bali.

Gambaran itu terlihat pada sang tokoh utama yang menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi seorang perempuan. Ia bahkan sangat haus dan berambisi dalam pendidikan serta menginginkan anaknya dan para wanita Bali yang lain agar mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, karena dari sanalah harga diri seorang perempuan akan terwujud.

Dia harus belajar, terus belajar. Tak seorangpun boleh menyentuhnya bila dia sedang mereguk ilmu, sebab hanya pada ilmu pengetahuan seluruh impian dan harapannya tertumpahkan. Dengan menguasai ilmu pengetahuan, dia merasa aman, setidaknya dia merasa punya modal untuk dihormati dan dihargai orang karena isi kepalanya, bukan karena kebetulan dia dilahirkan sebagai perempuan brahmana yang kaya raya. (hal. 134).

Gugatan terhadap sikap dan laku diskriminatif pada anak perempuan di bawah anak laki-laki juga gencar disinggung dalam novel ini.

Namun laki-laki berengsek yang menjadi suami adiknya itu tak pernah puas, seperti tak sedikit pun punya rasa syukur. Bagi dia yang selalu merasa sebagai bangsawan Bali paling tulen, seorang anak perempuan tak ada harganya. "Aku memerlukan anak laki-laki. Anak laki-laki akan membuat keluargaku hidup lebih sentosa!" koarnya seringkali. Dia ingin istrinya melahirkan anak lagi dan lagi dan lagi sampai berhasil mendapatkan keturunan laki-laki. Dan kalau tidak berhasil? "Terpaksa aku kawin lagi!" Tanpa peduli istrinya mengidap diabetes, sehingga melahirkan lagi akan sangat berisiko. Tak heran Dayu Putu jadi begitu jijik. (hal. 164).

Kasihan sekali perempuan-perempuan di lingkungan keluarga Griya ini. Mereka harus memikat lelaki yang sekasta. "Perempuan Ida Ayu wajib mendapatkan pasangan Ida Bagus!" Aturan dari manakah itu? Sementara aturan itu tidak berlaku sebaliknya. Para lelaki Griya bebas memilih dengan siapapun dia menikah. Bahkan banyak perempuan Ida Ayu rela dijadikan istri ke-2 atau ke-3 semata-mata agar tak jatuh derajat. Derajat apa pula itu? Harga diri macam apakah yang sesungguhnya sedang diusung? Hidup macam apakah itu? (hal. 2002).

Apa sesungguhnya arti menjadi perempuan bangsawan itu? Kenapa tak satu pun perempuan muda di Griya ini yang memberontak? Kawin dengan sembarang lelaki, kalau perlu dengan lelaki sembarangan! Kenapa mereka semua jadi begitu penurut? (hal. 138). Hyang Jagat, alangkah sulitnya jadi perempuan. Alangkah banyak peraturan dan hukumnya. Karena itu aku tak mau jadi pecundang! (hal. 240).

"Pemberontakan" atau "gugatan" tersebut ternyata tidak hanya dilakukan terhadap laki-laki dan adat yang melindunginya, tetapi juga ditujukan atas kaum perempuan khususnya di lingkungan keluarga Brahmana yang kadang memang ada (atau bahkan banyak) yang sok dan juga bodoh. Gugatan semacam otokritik terhadap kaum penggugat sendiri. Masih terbakar hati Indan bila ingat betapa Galuh selalu minta diagung-agungkan sebagai seorang putri bangsawan, kalau perlu dengan paksa! Perempuan itu tak pernah peduli perasaan orang lain. Tak mau tahu bagaimana rasanya terlahir hanya untuk ditenggelamkan sebagai tumbal untuk gengsi, untuk martabat, untuk secebis harga diri kebangsawanan yang tidak jelas manfaatnya. (hal. 138-139).

Dia (Dayu Kencana) tidak habis pikir, kenapa ada perempuan sebodoh dirinya. Perempuan cantik yang terlalu mengagungkan cintanya sendiri, meletakkannya di atas segala-galanya, dan akhirnya menjadi korbannya. Kenapa dia tidak bisa seperti perempuan lain yang bisa bicara dengan lantang bahwa mereka bisa hidup sendiri. (hal.128).
***

"Pemberontakan" para perempuan dalam novel ini sebagian besar memang baru dilakukan dengan "bahasa ungkap" dengan kalimat, kata-kata, yang kadang terkesan berbuncah-buncah. Belum diungkapkan lewat "bahasa perbuatan", misalnya lewat perilaku, tindak-tanduk, dan perbuatan konkret yang digambarkan lewat para tokohnya, agar kualitas novel ini memungkinkan bisa lebih dahsyat lagi.

Dalam pemaparan cerita, acapkali juga nampak terlalu bersemangat, hingga kadang berlele-tele. Bahkan ada yang kemudian menjadi rancu -- tidak saja membosankan, tetapi juga "berbrancangan". Lihat misalnya tentang masa lalu tokoh Mahendra, yang semula diceritakan secara naratif dengan masih cukup menarik, tiba-tiba rancu. Sang pencerita menjadi tokoh Mahendra dengan "ber-aku" atau "ber-kami" dan Mahendra menjadi sang pencerita yang sejak awal bukan Mahendra. Pada bagian ini juga nampak nyinyir dan membosankan. (hal. 181-188).

Tetapi, tak bisa dipungkiri, novel ini merupakan karya sastra yang harus diakui keberadaannya. Novel ini telah memberikan sumbangan yang cukup penting dan berarti bagi khazanah sastra Indonesia. Bagi pembaca di luar Bali, tentu saja novel ini telah memberikan banyak informasi dan gambaran tentang kehidupan dan tata-adat masyarakat Bali.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae