Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/
Mungkinkah seorang yang tak lulus SMA dapat menjadi guru besar? Di Indonesia yang segala sesuatunya sering harus berurusan dengan aturan birokrasi, pemberian gelar kehormatan, seperti doktor honoris causa, misalnya, barangkali akan menimbulkan masalah. Itulah yang terjadi pada diri Ajip Rosidi. Ia –konon—tak dapat memperoleh gelar itu lantaran pendidikannya tak sampai sarjana. Ajip memang tak tamat SMA. Tetapi berkat hasil bacaan yang sangat luas dan karya-karyanya yang berlimpah, pada tahun 1967 sampai 1970, ia dipandang pantas untuk menjadi dosen luar biasa di Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung. Kemudian, pada tahun 1981, berkat peranannya dalam bidang kesusastraan dan kebudayaan, Ajip Rosidi diangkat sebagai gurubesar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa Asing Osaka). Sejak itu, ia juga ditugasi mengajar di Tenri Daigaku (1982—1994) dan Kyoto Sangyo Daigaku (1982—1996).
Bagi komunitas dan pemerhati sastra dan budaya Indonesia, nama Ajip Rosidi niscaya tidak terlalu asing. Meskipun demikian, dalam perjalanan kesusastraan Indonesia, namanya barangkali tidak terlalu fenomenal dibandingkan Abdul Muis, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Iwan Simatupang atau Sutardji Calzoum Bachri. Tentu saja, hal itu tidak berarti kiprahnya dalam kesusastraan Indonesia tidak penting. Justru lantaran wilayah kesusastraan yang dimasuki Ajip Rosidi meliputi semua ragam sastra, di dalamnya termasuk sastra daerah, maka peranannya dalam dunia sastra –dan kebudayaan secara umum— berada dalam berbagai tempat. Bagi sastrawan seangkatannya, ia dikenal sebagai tokoh yang sebagian hidupnya diabdikan untuk kepentingan sastra dan budaya.
Dalam hal itu, ketokohan Ajip Rosidi telah menempati kedudukannya yang khas. Di situ pula kontribusinya punya makna penting. Oleh karena itu, menempatkan nama Ajip Rosidi dalam peta konstelasi kesusastraan Indonesia, mesti dalam perspektif yang lebih komprehensif. Bagaimanapun juga, Ajip telah merentas jalannya sendiri. Perannya dalam membangun kesusastraan Indonesia, sungguh tak dapat diabaikan begitu saja. Apalagi jika kita menghubungkaitkannya dengan latar belakang pendidikannya yang lebih banyak dijalani secara otodidak. Lewat cara itulah, ia telah menanamkan sebuah teladan, betapa hidup secara total dalam dunia kesenian (kesusastraan), dapat pula mengantarkan seseorang ke puncak karier yang membanggakan. Totalitas dan belajar sampai akhir hayat, barangkali itu juga yang kunci keberhasilannya.
***
Ajip Rosidi lahir di Jatiwangi, Majalengka, 31 Januari 1938. Sebagai anak seorang guru Sekolah Rakyat, sejak kelas satu Sekolah Rakyat, Ajip sudah pandai membaca. Buku koleksi ayahnya tentang cerita-cerita rakyat, baik yang berbahasa Sunda, maupun berbahasa Indonesia, boleh dikatakan sudah menjadi bagian dari kegiatan kesehariannya. Tidak puas dengan buku-buku koleksi ayahnya atau buku-buku yang ada di perpustakaan sekolahnya, Ajip memburu buku ke tempat lain. Mendengar bahwa di rumah almarhum Dalem Obaso yang tinggal di Kadipaten, sekitar 15 kilometer dari Jatiwangi, tersedia sejumlah buku dan majalah milik mantan menak Sunda itu, Ajip bersama teman-temannya datang ke sana dan asyik-masyuk melahap buku-buku lama yang kebanyakan berbahasa Sunda. Kadangkala, Ajip mampir ke toko buku satu-satunya yang ada di kota kecamatan itu untuk membeli buku atau sekadar melihat-lihat saja. Itulah awal persahabatan dan kecintaannya pada dunia buku. Tanpa disadarinya, dari sanalah sesungguhnya perjalanan karier Ajip Rosidi dimulai.
Itulah sebabnya, dibandingkan dengan sastrawan seangkatannya –yang disebutnya Angkatan Sastrawan Terbaru— yang memulai kariernya pada dasawarsa tahun 1950-an, Ajip Rosidi tergolong sastrawan yang paling muda. Bahkan terlalu muda jika melihat usia kepengarangannya dimulai. Dalam usia 12 tahun, saat Ajip duduk di kelas 6 Sekolah Dasar di Jatiwangi tahun 1950, beberapa kali tulisannya dimuat dalam rubrik anak-anak suratkabar Indonesia Raya, sebuah media cetak nasional yang berwibawa waktu itu dengan salah seorang redakturnya Mochtar Lubis.
Boleh jadi karena sejumlah tulisannya pernah dimuat suratkabar ibukota, Ajip memutuskan untuk melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jakarta (1951—1953). Pada masa duduk di SMP itulah, karya-karya Ajip, baik prosa maupun puisi, mulai kerapkali menghiasi majalah sastra dan budaya, seperti majalah kebudayaan Indonesia, Mimbar Indonesia, Siasat, Zenith, Langkah Baru, yang di dalamnya sering muncul karya sastrawan angkatan sebelumnya. Jadi, saat Ajip ke sekolah dengan masih bercelana pendek, karya-karyanya sudah kerap dimuat berdampingan dengan karya pengarang terkenal seperti Chairil Anwar, Idrus, Pramoedya Ananta Toer, Asrul Sani, Mochtar Lubis, Achdiat Karta Mihardja, Utuy Tatang Sontani atau Aoh Karta Hadimadja. Ketika itu, Ajip juga telah menjadi redaktur Suluh Peladjar (1953—1955), sebuah majalah bagi pelajar yang penyebarannya sudah hampir mencapai wilayah seluruh Indonesia.
Ketika melanjutkan sekolahnya di SMA Taman Madya Tamansiswa, Jakarta, kegiatannya dalam tulis-menulis benar-benar sudah tidak dapat dipisahkan lagi. Ia makin serius menekuni bidang ini. Maka, ia pun menerima tawaran untuk menjadi redaktur majalah bulanan Prosa (1955) bersama Sammah S.A. Beberapa majalah lain yang pernah ditanganinya, antara lain, Madjalah Sunda (1965—1967) dan majalah bulanan Budaja Djaja (1968—1979), sebuah majalah sastra dan budaya terbitan Jakarta yang pernah sangat berwibawa pada masanya.
Pada dasawarsa tahun 1950-an itu, selain mengurusi majalah Prosa, Ajip juga mengirimkan sejumlah karyanya untuk majalah dan suratkabar lain. Pada tahun itu pula, saat usia Ajip mencapai 17 tahun, terbit antologi cerpennya yang pertama, Tahun-Tahun Kematian (1955). Tahun berikutnya menyusul antologi puisi, Pesta (1956), antologi puisi bersama SM Ardan dan Sobron Aidit, Ketemu di Jalan (1956), dan dua antologi cerpen Ditengah Keluarga (1956) dan Sebuah Rumah buat Haritua (1956). Antologi puisi Pesta kemudian terpilih sebagai pemenang Hadiah Sastra Nasional Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) untuk buku terbitan 1955—1956. Hadiah yang sama juga diberikan pada antologi cerpen Sebuah Rumah buat Haritua untuk buku terbitan 1957—1958.
Sejak itu, hampir setiap tahun Ajip menerbitkan karyanya sendiri, termasuk sebuah novelnya, Perdjalanan Penganten (1958), sebuah kisah yang mirip pengalaman pribadi pengarangnya. Dalam peta novel Indonesia modern, Perdjalanan Penganten boleh dikatakan merupakan novel Indonesia pertama yang begitu kuat menggambarkan warna lokal etnik (Sunda). Belakangan, novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis (1976) dan bahasa Yugoslavia (1978). Sebuah novelnya yang terbit tahun 1979, Anak Tanahair, mengungkapkan bentuk kesaksian seorang Ajip Rosidi atas pusaran arus politik yang terjadi tahun 1960-an.
Sementara itu, cerpen, puisi, atau esai-esai lepasnya, masih terus bermunculan dalam majalah dan suratkabar yang terbit masa itu. Dalam satu dasawarsa (1951—1960), berdasarkan jumlah karya yang dihasilkan sastrawan Indonesia periode itu, Ajip Rosidi tercatat sebagai sastrawan yang paling produktif. Ia telah menghasilkan 241 puisi dan 43 cerpen yang dimuat dalam 22 majalah. Catatan ini tentu saja belum termasuk karya-karyanya yang dimuat dalam suratkabar serta karyanya yang berupa artikel atau esai-esai lepas. Peneliti dari School of Oriental and African Studies, University of London, Ernst Ulrich Kratz (1988), mencatat bahwa antara tahun 1951 sampai 1988, Ajip Rosidi telah menghasilkan 418 karya kreatif yang berupa cerpen (45 buah) dan puisi (373 buah).
Sampai sekarang, ada sekitar 100 judul buku yang lahir dari tangan Ajip Rosidi. Dari jumlah itu, lebih dari separohnya merupakan karyanya sendiri. Menurut keterangan Ensiklopedi Sunda (2000: 72), Ajip Rosidi tercatat menghasilkan 60 judul buku, terdiri dari antologi cerpen (5 buah), antologi puisi (9 buah), novel (2 buah), antologi esai (2 buah), karya penelitian (6 buah), karya umum (6 buah), biografi (3 buah), terjemahan (2 buah), transkripsi sastra daerah (9 buah), karya berbahasa Sunda (13 buah), dan editor antologi esai (3 buah). Melihat begitu banyak jumlah buku yang telah dihasilkannya, tak pelak lagi, Ajip tergolong sastrawan yang sulit dicari bandingannya dalam deretan nama sastrawan Indonesia.
Boleh jadi lantaran kiprahnya itu pula, Ajip Rosidi kerap diundang ke berbagai pertemuan internasional. Pada thun 1970, misalnya, ia diundang mengikuti Konferensi PEN Club Asia di Taipe, kemudian hadir pula dalam Kongres PEN Internasional di Seoul (1970). Sebagai penyair, Ajip pernah pula diundang dalam Festival Penyair Internasional di Rotterdam tahun 1972.
***
Meskipun kegiatan kesehariannya menulis –dan tentu juga membaca— Ajip sama sekali tidak meninggalkan aktivitas lain, sejauh untuk memajukan sastra dan budaya. Dan itu dilakukannya bergandengan dengan perjalanan kariernya sebagai sastrawan. Pada tahun 1954, dalam usia 16 tahun, ia dipercaya menjadi anggota Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN). Dalam sejarah berdirinya lembaga itu (1950) sampai terakhir kali lembaga ini memberikan hadiah pada tahun 1960 --salah satu pemenangnya antologi cerpen Sebuah Rumah buat Haritua— Ajip Rosidi satu-satunya anggota termuda. Ia juga tercatat sebagai anggota pengurus pleno yang terpilih dalam Kongres tahun 1960.
Masih dalam usia muda, 18 tahun, tepatnya tahun 1956, Ajip Rosidi dipercaya pula menjadi anggota pengurus pleno Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBSS), sebuah lembaga yang berusaha memajukan bahasa dan sastra Sunda, didirikan tahun 1952. Sejak tahun 1957 sampai 1993, lembaga ini memberikan hadiah tahunan bagi karya sastra berbahasa Sunda. Dalam setiap lima tahun, LBSS menyelenggarakan kongresnya. Ajip sendiri belakangan terpilih sebagai Dewan Pembina lembaga itu (1993) dan kemudian mengundurkan diri tahun 1996.
Pada dasawarsa tahun 1960-an, Ajip bersama beberapa temannya, mencoba mendirikan penerbitan sendiri, seperti penerbit Kiwari (1962), Duta Rakjat (1965), dan Kiblat Buku Utama (2000) di Bandung, Tjupumanik (1964) di Jatiwangi, Pustaka Jaya (1971), Girimukti Pasaka (1980) di Jakarta. Selain itu, ia juga tercatat pernah dua kali menjadi Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) (1973—1976 dan 1976—1979). Menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) sejak awal berdirinya tahun 1968 dan kemudian terpilih sebagai Ketua DKJ periode 1972—1981. Beberapa organisasi lain yang pernah dibidaninya, antara lain, Paguyuban Pengarang Sastra Sunda (PPSS) dan pernah menjadi ketuanya (1966—1975). Ia juga tercatat sebagai salah seorang pendiri Yayasan PDS HB Jassin (1977).
***
Perhatian Ajip Rosidi terhadap kesusastraan dan kebudayaan, termasuk sastra dan budaya daerah, tidak hanya tercermin dalam sejumlah tulisannya sebagaimana yang dapat kita cermati dalam buku Sastera dan Budaya: Kedaerahan dalam Keindonesiaan (1995), sebuah buku yang menghimpun berbagai artikel dan makalah yang ditulisnya antara tahun 1964—1987, tetapi juga tampak dari tindakannya yang kongkret untuk memajukan bidang itu. Pada tahun 1970, misalnya, ia mendirikan dan memimpin Proyek Penelitian Pantun dan Folklor Sunda (1973). Hasil penelitiannya itu kemudian dipublikasikan secara luas. Kemudian, pada 1989, ia secara pribadi memberikan hadiah sastra tahunan untuk karya sastra berbahasa Sunda untuk buku yang terbit tahun sebelumnya.
Setelah berlangsung selama lima tahun dan pemberian hadiah dilakukan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage, pemberian hadiah diperluas dengan memberikan hadiah juga kepada karya sastra berbahasa Jawa dan Bali.
Berkat perhatiannya yang begitu besar terhadap sastra dan budaya, pada tahun 1993, Ajip Rosidi memperoleh penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia berupa Hadiah Seni. Pada tahun 1999, ia juga dianugerahi penghargaan Kun Santo Zui Ho Sho (The Order of Sacred Treasure Gold Rays with Neck Ribbon) dari pemerintah Jepang atas jasa-jasanya yang dinilai sangat bermanfaat bagi hubungan persahabatan Indonesia—Jepang. Satu penghormatan yang diberikan pemerintah Jepang, hanya kepada orang-orang tertentu yang dipandang benar-benar berjasa dan pantas memperoleh penghargaan itu.
***
Ajip Rosidi bagi kita laksana sebuah teladan, bagaimana konsep iqro (baca!) sebagaimana ayat pertama yang diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, diejawantahkan dalam kehidupan kesehariannya. Membaca bagi Ajip adalah kebutuhan rohani manusia, dan menulis merupakan bentuk implementasi dari apa yang telah dibacanya. Menulis juga tidak lain sebagai kesaksian atas kehidupan manusia dan kemanusiaan. Maka, ketika ia merasa agak mandek membaca dan mulai gagap menulis, ia akan diterjang kegelisahan yang luar biasa.
Bahwa Ajip Rosidi berhasil mencapai karier dan penghargaan yang begitu prestisus dan membanggakan, itu tidak lain merupakan buah dari pohon pengetahuan yang ditanamnya sejak sekolah dasar. Oleh karena itu, meski secara formal Ajip tidak tamat SMA, ia menggali dan melahapnya sendiri melalui bacaan yang berlimpah. Di perpustakaan dan lembaran-lembaran buku sesungguhnya pengetahuan dan wawasan tersimpan. Persoalannya tinggal, sanggupkah kita menggali dan melahapnya, sebagaimana yang telah dilakukan seorang Ajip Rosidi.
“Selamat Ulang Tahun Mang Ajip. Tahniah! Selamat membaca dan menulis!”
(Maman S. Mahayana, Pensyarah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar