Selasa, 28 Oktober 2008

LAMONGAN BERTERIAK LEWAT SENI DAN SASTRA

Imamuddin SA

Lamongan! Mungkin nama ini terlalu tabu di tengah-tengah semua gendang pendengaran anak manusia. Atau bisa jadi anda akan mengerutkan dahi dan bahkan merasa takut ketika nama tersebut disebut. Ya, bagi saya itu wajar. Kota kecil yang terletak antara kota pudak Gersik dan kota Bojonegoro ini memang pada mulanya dipandang sebelah mata oleh kota-kota lain di sekitarnya.
Kota yang belum memiliki talenta lokalitas yang mampu menyuarakan namanya di kanca perkembangan zaman. Namun, menjelang peristiwa peledakan bom di Bali, nama kota ini berkibar di ujung daun. Entah pada waktu itu daunya tergerogoti ulat atau daun hijau muda yang segar. Yang jelas, kebanyakan orang yang mendengar nama Lamongan, hati mereka akan nggiris, ciut, dan takut. Mereka saling mengasumsikan akan betapa kerasnya jiwa-jiwa orang Lamongan. Tapi tidak apalah, yang penting sudah terkenal bahkan secara internasional. He....he....he...

Entah apa yang terjadi? Semenjak peristiwa peledakan bom itu seolah-olah hati dan jiwa masyarakat Lamongan terlecuti oleh cambuk membara. Mereka semua terbakar untuk berlomba-lomba mengibarkan panji Lamongan di muka publik lokal, nasional dan bahkan internasional. Bahwa Lamongan itu indah, damai, dan lembut. Dari berbagai lini, masyarakat dan Pemkot Lamongan berjuang sekuat tenaga serta semampunya untuk menjunjung tinggi nama Lamongan. Salah satu bentuk usaha tersebut adalah membangun tempat pariwisata WBL (Wisata Bahari Lamongan) dan Goa Istanah Maharani yang bertaraf internasional, menyuarakan Lamongan lewat olahraga sepak bola, ada juga yang melalui seni dan sastra dan lain-lain.

Untuk yang lain tidak perlu disinggung sebab Pemkot Lamongan tengah serius menangani dan terjun di dalamnya. Jangan keras-keras, kita omongkan dari hati ke hati saja. Bagaimana nasib kesenian dan kesusastraan Lamongan kemarin, sekarang, dan ke depan?

Dari sisi kesenian tradisional. Pada mulanya cukup banyak kesenian tradisional yang berkembang di kota Lamongan. Mulai dari ludruk, sandur, wayang, kentrung dan lain-lain. Dalam bidang-bidang tersebut cukup banyak komunitas yang berdiri di dalamnya. Namun sekarang ini banyak yang udzur diri. Entah sebab apa, juga tidak mengerti. Yang jelas mungkin sebab kesejahteraan sosial-ekonomi yang kurang dapat dipenuhi. Kini keberadaannya hanya tinggal segelintir saja. Jika hendak dihitung; sandur hanya ada di Modo Kecamatan Ngimbang, Kentrung Ki Dalang Kusairi desa Solokuro, Paguyuban Wayang Kulit Ki Dalang Kasiran desa Randu Bener, Paguyuban Wayang Kulit Ki Dalang Sudikno desa Moro kecamatan Sekaran. Generasi muda sekarang terasa ogah dan gengsi untuk menekuti seni-budaya semacam itu. Hal itulah yang juga menyebabkan semakin menurunnya keberadaan seni-budaya di Lamongan.

Selain kesenian tersebut, dewasa ini yang sangat berkembang di Lamongan adalah seni teater. Keberadaan teater di Lamongan dapat di katakan telah menjamur. Entah itu komunitas teater yang eksistensinya dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh atau hanya sekedar momental dan bahkan hanya sekedar mengisi kegiatan ekstra sekolah. Komunitas-komunitas tersebut di antaranya adalah teater Taman Babat (pelajar sekolah MAN Babat), Aum (pelajar sekolah MA. Matholi’ul Anwar Simo), Rekat (SMUN Mantup), Intan (SMA 3), Mata Es, Roda (Unisda), STNK (Unisda), Kentrung Formalin (Unisla dan SMA 3), teater MATA (Kranji Paciran), teater KENTUT (Payaman Solokuro), Cicak, Sangbala (pelajar SD Canditunggal Kalitengah). Beberapa nama penggerak di dalamnya adalah Pringgo HR, Sutardi Cempet, Javed Paul Syata, Heri Ambon, Paidi, Rokim Edan, Luqman Tohek, Kadjie Bitheng MM, Rodli TL, Heru Kusubiantoro, dan lain-lain.

Akhir-akhir ini nama Lamongan terbang membumbung tinggi ke angkasa sambil menebar wewangi kasturi melalui bidang teater. Teater Sangbala yang diasuh oleh Rodli TL berhasil mengantongi juara dalam festival teater internasional. Anak-anak Sangbala dengan naskah yang berjudul Past Game berhasil menyingkirkan rival mainnya baik yang dari dalam negeri maupun luar negeri. Semua itu tidak lepas dari kerja keras, perjuangan dan pengorbanan, serta ridha Tuhan Yang Maha Kuasa. Perjuangan yang dilakukan Sangbala tidak hanya dari segi tenaga, pikiran, material, melainkan juga dengan korban perasaan.

Konon dijelaskan oleh pembina Sangbala bahwa komunitas mereka berjuang mati-matian secara personal untuk dapat mengikuti even tersebut. Meskipun mereka sangat dipusingkan dengan masalah biaya pemberangkatan. Bagaimana tidak pusing, komunitas yang notabenenya bernaung dalam lembaga sekolah kecil serta terpencil dan masyarakat yang relatif berekonomi menengah ke bawah, harus memberangkatkan siswa yang cukup lumaya banyaknya. Segala usaha dilakukan demi mengikuti festival tersebut sebagai wakil Lamongan. Anehnya, saat mengajukan permohonan dana ke Pemkot Lamongan, komunitas ini justru malah dipingpong yang pada akhirnnya berakhir bolong. Tapi ada satu sukarelawan yang mungkin merasa iba, ia rela memberikan bantuan secara pribadi. Meskipun demikian, biaya masih kurang banyak. Jadi ya pembina Sangbala terpaksa harus ngutang dulu untuk menutup kekurang biaya pemberangkatan itu. Walhasil, Sangbala pun menang. Lantas apa yang dilakukan Pemkot Lamongan! Sambuatan hangat yang bagaimana yang diberikan! Penghargaan apa yang disandangkan! Sangbala telah mengharumkan nama Lamongan!

Selain Sangbala, keberadaan komunitas teater yang lain juga tidak boleh di pandang sebelah mata. Dengan eksistensi mereka, baik di lokal sendiri maupun di luar kota, perlahan tapi pasti, kredebilitas Lamongan akan terangkat dengan sendirinya. Mereka telah turut meramaikan kota Lamongan. Bahkan kerap mengadakan festival teater antarkota. Yang sungguh aneh dan riskan, pengayoman terhadap pekerja seni dan komunitas teater tersebut masih menunjukkan intensitas yang kurang. Buktinya, gedung kesenian saja masih belum terbangun di Lamongan. Masak, ada orang kok gak punya rumah! Padahal dari sisi kesenian, nama Lamongan berkompeten menyemburatkan sinar gilang-gemilang. Tapi sudah lumayan, sebab sudah ada janji dari pihak Pemkot Lamongan. Tapi kapan terealisasinya? Entah! Ini kalau tidak salah dengar sudah hampir tiga tahunan bahkan lebih, janji itu diujarkan. E.....nyatanya sepetak tanahnya saja masih kabur! Mudah-mudahan tanah di Lamongan tidak habis dibuat bangunan toko dan perumahan. Paling tidak, masih ada dua meter persegi untuk pemakaman kesenian di Lamongan. Maaf salah omong. Maksud saya dua puluh meter persegi untuk pembangunan gedung kesenian di Lamongan. He...he...he...

Dari bidang kesusatraan misalnya. Para pekerja dan penggiat sastra sangat montang-manting dalam membudayakan membaca, menulis, dan bekarya kepada masyarakat Lamongan khususnya. Mereka senantiasa mencari dan membentuk regenerasi penulis Lamongan dewasa ini. Selain itu juga menanamkan kepribadian yang menghargai karya dan kreatifitas orang lain. Bentuk usaha yang dilakukannya ada yang mengadakan even lomba menulis puisi tingkat SLTA se-Lamongan (Van Der Wijck Award ke-1), membuat antologi puisi tingkat SLTA, Seminar sastra di sekolah-sekolah, diskusi Candrakirana dan lain-lain. Hal itu tentunya juga tidak lepas dari peranan guru di sekolah-sekolah tertentu yang memposisikan diri sebagai pekerja sastra yang bergerak secara mendasar dan juga para sastrawan serta penulis Lamongan yang lain. Di sana ada Hery Lamongan, Nurel Javissyarqi, Pringgo HR, Bambang Kempling, Rodli TL, Alang Khoiruddin, Haris Del Hakim, Javed Paul Syata, A. Sauki Sumbawi, A. Rodli Murtadho, Rian Sindu, Joko Sandur, Imamuddin SA. Selain mereka masih ada sekian banyak sastrawan Lamongan baik yang bereksistensi di Lamongan sendiri maupun di luar Lamongan. Mereka di antaranya adalah Satyagraha Hoerip, Mashuri, Gaidurrahman El Mistsri, Isnaini Komaruddin, Nur Aziz Asmuni, Aris, Raslayno, Sutardi Cempet, N yeas, Heru Kusubiantoro, Edy Maherul Fata, D. Zaini Ahmad, Heri Kurniawan, Ridwan Rachid, Anis CH, M Bagus Pribadi, Ariandalu, Atrap S. Munir, Ali Makhmud, Ghaffur al-Faqqih, Heri Listianto, Arina Habaidillah, Dijah Lestari, Hartiwi, dan lain-lain. Entah eksistensi mereka saat ini masih mengalir laksana gemericik air atau telah membatu, yang jelas mereka semua pernah mengisi khasanah kesusastran di Lamongan.

Kajian dan diskusi sastra di Lamongan secara intens dilakukan setiap malam lima belas bulan purnama. Sebab itulah kegiatannya dinamakan Candrakirana. Kegiatan ini digerakkan oleh Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan). Selama beberapa tahun kegiatan ini berjalan dengan lancar dan bergairah. Yang menghadiri acara tersebut cukuplah banyak, bahkan sastrawan luar kota sempat menyinggahkan diri di dalamnya. Beberapa di antaranya ada Mas Gampang Prawoto (Bojonegara), HU Mardi Luhung (Gersik), dll. Namun belakangan ini sempat fakum beberapa saat sebab menurunnya greget regenerasinya. Puncaknya pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2006 dan 2007. Tak ada suatu usaha itu yang bebas dari hambatan. Itulah yang mungkin berlaku bagi Candrakirana waktu itu. Sekarang dengan format dan strategi yang baru, Candrakirana kembali mengibarkan benderanya. Semoga menemukan kembali keharuman namanya.

Buku-buku karya sastra yang menjadi tolok ukur kontribusi pengarang Lamongan cukup banyak. Entah itu dicetak secara terbatas atau disebar di kawasan lokal. Beberapa buku tersebut di antaranya adalah Memecah Badai (1999), Negeri Pantai (2000), Rebana Kesunyian (Kostela 2002), Imajinasi Nama (Kostela 2003), Bulan Merayap (DKL 2004), Lanskap Telunjuk (DKL 2004), Mozaik Pinggir Jalan (antologi puisi SLTA, DKL 2005), Absurditas Rindu (Sastra Nesia 2006), Khianat Waktu (DKL 2006), Memori Biru (DKL 2007), Jalan Cahaya (sajak-sajak SMA, DKL 2007), Gemuruh Ruh (Antologi Sastra Lamongan, 2008).

Di lembaga-lembaga sekolah SLTP dan SLTA tertentu ada juga yang menerbitkan buku antologi sendiri. Semua itu dilakukan hanya semata-mata untuk memotivasi dan menumbuhkan gairah membaca dan menulis sejak dini juga sebagai salah satu bentuk usaha regenerasi sastrawan Lamongan. Selain itu juga diupayakan dengan cara mengundang penulis-penulis ternama seperti Raudal Tanjung Banua, KH. Zainal Arifin Toha (di MA Matholi’ul Anwar) dll, di lokalitas kampus Unisda ada Tengsu Cahyono, Setya Yuwana Sudikan, dll. Di antaranya buku-buku yang diterbitkan adalah, MTs Putra-Putri Simo; antologi puisi dan esai ringan Enjelai (bunga rampai catatan harian siswa 2005), Rinai Sukma dan Guratan Pelangi (Teater Mata Es 2005), Ponpes dan MA. Matholi’ul Anwar Simo; antologi cerpen Mawar Putih (2007), antologi cerpen dan puisi Kristal Bercahaya dari Surga (2008), antologi cerpen The Power of Love (2008).

Secara individual, para sastrawan Lamongan juga membukukan karya-karyanya. Di antaranya adalah Herry Lamongan; Lambaian Muara (1988), Latar Ngarep (2006), Surat Hening (2008), Nurel Javissyarqi; Ujaran-Ujaran Hidup Sang Pujangga, Ada Puisi Di Jogja, Tabula Rasa Kumuda, Tubuh Jiwa Semangat, Kekuasaan Rindu Sayang, Segenggam Debu Di Langit, Kajian Budaya Semi, Sarang Ruh, Sayap-Sayap Sembrani, Kulya Dalam Relung Filsafat, Batas Pasir Nadi, Kumpulan Cahaya Rasa Ardana, Trilogi Kesadaran, Balada Takdir Terlalu Dini, Kitab Para Malaikat, Mashuri; antologi puisi Jawadwipa 3003 (2003), Pengantin Lumpur (2005), Ngaceng (2007), Hubbu (novel 2007), Gaidurrahman El Mitsri; Kitab Dusta dari Surga, Langit Mekah Berwarna Jingga (novel 2008) dll, Pringgo HR; Sungai Asal (2005), Bambang Kempling; antologi puisi Kata Sebuah Sajak (2002), Alang Khoiruddin; Lorong Cinta (2000), Perjamuan Embun, Fenomena Sajak Religius (2003), Kontemplasi Sufistik (2004), Oase Cinta (2004), Majenun Mencari Kekasih (2004), Wanita: Pesona Paling Melati (2004), Seruling Cinta (2002), Percikan-Percikan Cinta, Haris Del Hakim; novel Berlabuh di atas Gelombang, Lars-liris, dll, Javed Paul Syata; Syahadat Sukma (2004), Tamasya Langit (2007), The Lamongan Soul (kumpulan sajak dan cerpen 2008), A. Sauki Sumbawi; Interlude di Remang Malam (puisi, 2006), Tanpa Syahwat (cerpen 2006), #2 (cerpen 2007), Dunia Kecil, Panggung dab Omong Kosong (novel 2007), Waktu di Pesisir Utara (novelet 2008), Maskerade (prosa pendek 2008), Rodli TL; novel Dozedlove (Pustaka Ilalang, 2006), Imamuddin SA; Esensi Bayang-Bayang, Sembah Rindu Sang Kekasih, Kidung Sang Pecinta, dan Sasmita Kembang Widerda, M. Rodli Murtadho; Pameran Makam (Pustaka Ilalang, 2008), Kadjie Bitheng; Negeri Dongeng (puisi 2006) dll.

Ada yang unik dari eksistensi sastrawan Lamongan. Keunikannya terletak pada bentuk dan gaya kreatifitas karya yang dihasilkannya. Meski dalam satu paguyuban Lamongan, dari setiap sastrawan memiliki ciri khas masing-masing secara personal. Memang cukup variatif. Tentunya variasi tersebut bertumpu pada latarbelakang sosial dan kedekatan emosional serta psikologi dari tiap pribadinya. Mereka tidak mencipta genosis sastra. Tapi mereka berdiri dengan kekuatannya sendiri-sendiri. Berdiri dengan selera masing-masing. Dan tetap bergerak dalam satu langka bersama dalam menuju muara yang sama pula; kesusastraan Lamongan dalam kanca pergulatan dunia.

Di Lamongan juga ada beberapa media cetak yang tengah menampung karya-karya dari luar daerah. Ambil saja Indupati, Tabloid Telunjuk (alm), Jurnal Sastra Timur Jauh, dan Jurnal Kebudayaan The Sandour. Tidak jarang penulis-penulis besar nasional berkenan menggoreskan karyanya di media tersebut. Beberapa di antaranya adalah Budhi Setyawan, Raudal Tanjung Banua, S. Yoga, Alfiyan Harfi, Y. Wibowo, Hamdy Salad, Gugun El-Guyanie, Iman Budhi Santosa, Fahrudin Nasrullah, Teguh Winarso AS, KH. Zainal Arifin Toha, KRT Suryanto Sastroatmodjo, dll (di jurnal kebudayaan The Sandour). Selain itu di Lamonngan juga ada penerbitan yang telah memiliki ISBN, yaitu Pustaka Pujangga, Pustaka Ilalang, Sastra Nesia, dan La Rose. Semua penerbitan itu bergerak pada wilayah kesusastraan. Tidak jarang para penulis terkemuka menerbitkan karya-karyanya di penerbitan Lamongan. Seperti: dari Pustaka Pujangga ada Hudan Hidayat (esai, Nabi Tanpa Wahyu), Teguh Winarsho (novel, Kantring Genjer-Genjer), Binhad Nurrahmat (esai, Sastra Perkelaminan), Amuk Tunteja (cerpen, Marhalim Zaini), dari Pustaka Ilalang ada Supaat I Lathief (Sastra: Eksistensialisme-Mistisme Religius 2008 dan Psikologi Eksistensialisme 2008), dll.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pergerakan sastrawan Lamongan juga turut berkembang. Demi menjalin relasi dan menyuarakan nama Lamongan di kawasan regional dan internasional, generasi muda sastrawan Lamongan mengambil inisiatif untuk membuat blog di internet. Mereka membentuk komunitas blog yang bernama Forum Sastra Lamongan (FSL). Seluk-beluk dan perkembangan sastra di Lamongan dan sekitarnya mereka dokumentasikan di sana guna memberi infomasi kepada pengunjung blog. Prioritas utamanya adalah para penulis dan sastrawan Lamongan. Anggota FSL pada dasarnya jarang bertemu secara bersama-sama. Mereka menjalin relasi dan persaudaraan dengan jalan lewat email, hand phone, dan bahkan kunjung ke rumah-rumah anggotanya. Itu sih dilakukan bagi mereka yang tengah memiliki sedikit kelonggaran waktu. Paling tidak, paling cepat sebulan ada yang kunjung ke rumah dan itu kadang dilakukan secara bergantian. Sebab semuanya bertumpu pada kondisional waktu dan kesibukan masing-masing. Selain itu juga sebab pengaruh tempat tinggal yang cukup berjauhan. Ada yang tinggal di Surabaya dan ada juga yang di Lamongan. Yang kerap mereka bahas tidak lain adalah bagaimana kesusastraan Lamongan ke depan. Bagaimana kesusastraan Lamongan dapat dikenal hingga taraf internasional. Hal itu kadang dilakukan sambil ngopi bareng di warung pinggir jalan raya atau sekedar di rumah saja. Nama-nama yang tergabung dan bergerak dalam FSL di antaranya adalah Nurel Javissyarqi, Rodli TL, Haris Del Hakim, A Sauki Sumbawi, Javed Paul Syata, dan Imamuddin SA

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae