Imamuddin SA
Lamongan! Mungkin nama ini terlalu tabu di tengah-tengah semua gendang pendengaran anak manusia. Atau bisa jadi anda akan mengerutkan dahi dan bahkan merasa takut ketika nama tersebut disebut. Ya, bagi saya itu wajar. Kota kecil yang terletak antara kota pudak Gersik dan kota Bojonegoro ini memang pada mulanya dipandang sebelah mata oleh kota-kota lain di sekitarnya.
Kota yang belum memiliki talenta lokalitas yang mampu menyuarakan namanya di kanca perkembangan zaman. Namun, menjelang peristiwa peledakan bom di Bali, nama kota ini berkibar di ujung daun. Entah pada waktu itu daunya tergerogoti ulat atau daun hijau muda yang segar. Yang jelas, kebanyakan orang yang mendengar nama Lamongan, hati mereka akan nggiris, ciut, dan takut. Mereka saling mengasumsikan akan betapa kerasnya jiwa-jiwa orang Lamongan. Tapi tidak apalah, yang penting sudah terkenal bahkan secara internasional. He....he....he...
Entah apa yang terjadi? Semenjak peristiwa peledakan bom itu seolah-olah hati dan jiwa masyarakat Lamongan terlecuti oleh cambuk membara. Mereka semua terbakar untuk berlomba-lomba mengibarkan panji Lamongan di muka publik lokal, nasional dan bahkan internasional. Bahwa Lamongan itu indah, damai, dan lembut. Dari berbagai lini, masyarakat dan Pemkot Lamongan berjuang sekuat tenaga serta semampunya untuk menjunjung tinggi nama Lamongan. Salah satu bentuk usaha tersebut adalah membangun tempat pariwisata WBL (Wisata Bahari Lamongan) dan Goa Istanah Maharani yang bertaraf internasional, menyuarakan Lamongan lewat olahraga sepak bola, ada juga yang melalui seni dan sastra dan lain-lain.
Untuk yang lain tidak perlu disinggung sebab Pemkot Lamongan tengah serius menangani dan terjun di dalamnya. Jangan keras-keras, kita omongkan dari hati ke hati saja. Bagaimana nasib kesenian dan kesusastraan Lamongan kemarin, sekarang, dan ke depan?
Dari sisi kesenian tradisional. Pada mulanya cukup banyak kesenian tradisional yang berkembang di kota Lamongan. Mulai dari ludruk, sandur, wayang, kentrung dan lain-lain. Dalam bidang-bidang tersebut cukup banyak komunitas yang berdiri di dalamnya. Namun sekarang ini banyak yang udzur diri. Entah sebab apa, juga tidak mengerti. Yang jelas mungkin sebab kesejahteraan sosial-ekonomi yang kurang dapat dipenuhi. Kini keberadaannya hanya tinggal segelintir saja. Jika hendak dihitung; sandur hanya ada di Modo Kecamatan Ngimbang, Kentrung Ki Dalang Kusairi desa Solokuro, Paguyuban Wayang Kulit Ki Dalang Kasiran desa Randu Bener, Paguyuban Wayang Kulit Ki Dalang Sudikno desa Moro kecamatan Sekaran. Generasi muda sekarang terasa ogah dan gengsi untuk menekuti seni-budaya semacam itu. Hal itulah yang juga menyebabkan semakin menurunnya keberadaan seni-budaya di Lamongan.
Selain kesenian tersebut, dewasa ini yang sangat berkembang di Lamongan adalah seni teater. Keberadaan teater di Lamongan dapat di katakan telah menjamur. Entah itu komunitas teater yang eksistensinya dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh atau hanya sekedar momental dan bahkan hanya sekedar mengisi kegiatan ekstra sekolah. Komunitas-komunitas tersebut di antaranya adalah teater Taman Babat (pelajar sekolah MAN Babat), Aum (pelajar sekolah MA. Matholi’ul Anwar Simo), Rekat (SMUN Mantup), Intan (SMA 3), Mata Es, Roda (Unisda), STNK (Unisda), Kentrung Formalin (Unisla dan SMA 3), teater MATA (Kranji Paciran), teater KENTUT (Payaman Solokuro), Cicak, Sangbala (pelajar SD Canditunggal Kalitengah). Beberapa nama penggerak di dalamnya adalah Pringgo HR, Sutardi Cempet, Javed Paul Syata, Heri Ambon, Paidi, Rokim Edan, Luqman Tohek, Kadjie Bitheng MM, Rodli TL, Heru Kusubiantoro, dan lain-lain.
Akhir-akhir ini nama Lamongan terbang membumbung tinggi ke angkasa sambil menebar wewangi kasturi melalui bidang teater. Teater Sangbala yang diasuh oleh Rodli TL berhasil mengantongi juara dalam festival teater internasional. Anak-anak Sangbala dengan naskah yang berjudul Past Game berhasil menyingkirkan rival mainnya baik yang dari dalam negeri maupun luar negeri. Semua itu tidak lepas dari kerja keras, perjuangan dan pengorbanan, serta ridha Tuhan Yang Maha Kuasa. Perjuangan yang dilakukan Sangbala tidak hanya dari segi tenaga, pikiran, material, melainkan juga dengan korban perasaan.
Konon dijelaskan oleh pembina Sangbala bahwa komunitas mereka berjuang mati-matian secara personal untuk dapat mengikuti even tersebut. Meskipun mereka sangat dipusingkan dengan masalah biaya pemberangkatan. Bagaimana tidak pusing, komunitas yang notabenenya bernaung dalam lembaga sekolah kecil serta terpencil dan masyarakat yang relatif berekonomi menengah ke bawah, harus memberangkatkan siswa yang cukup lumaya banyaknya. Segala usaha dilakukan demi mengikuti festival tersebut sebagai wakil Lamongan. Anehnya, saat mengajukan permohonan dana ke Pemkot Lamongan, komunitas ini justru malah dipingpong yang pada akhirnnya berakhir bolong. Tapi ada satu sukarelawan yang mungkin merasa iba, ia rela memberikan bantuan secara pribadi. Meskipun demikian, biaya masih kurang banyak. Jadi ya pembina Sangbala terpaksa harus ngutang dulu untuk menutup kekurang biaya pemberangkatan itu. Walhasil, Sangbala pun menang. Lantas apa yang dilakukan Pemkot Lamongan! Sambuatan hangat yang bagaimana yang diberikan! Penghargaan apa yang disandangkan! Sangbala telah mengharumkan nama Lamongan!
Selain Sangbala, keberadaan komunitas teater yang lain juga tidak boleh di pandang sebelah mata. Dengan eksistensi mereka, baik di lokal sendiri maupun di luar kota, perlahan tapi pasti, kredebilitas Lamongan akan terangkat dengan sendirinya. Mereka telah turut meramaikan kota Lamongan. Bahkan kerap mengadakan festival teater antarkota. Yang sungguh aneh dan riskan, pengayoman terhadap pekerja seni dan komunitas teater tersebut masih menunjukkan intensitas yang kurang. Buktinya, gedung kesenian saja masih belum terbangun di Lamongan. Masak, ada orang kok gak punya rumah! Padahal dari sisi kesenian, nama Lamongan berkompeten menyemburatkan sinar gilang-gemilang. Tapi sudah lumayan, sebab sudah ada janji dari pihak Pemkot Lamongan. Tapi kapan terealisasinya? Entah! Ini kalau tidak salah dengar sudah hampir tiga tahunan bahkan lebih, janji itu diujarkan. E.....nyatanya sepetak tanahnya saja masih kabur! Mudah-mudahan tanah di Lamongan tidak habis dibuat bangunan toko dan perumahan. Paling tidak, masih ada dua meter persegi untuk pemakaman kesenian di Lamongan. Maaf salah omong. Maksud saya dua puluh meter persegi untuk pembangunan gedung kesenian di Lamongan. He...he...he...
Dari bidang kesusatraan misalnya. Para pekerja dan penggiat sastra sangat montang-manting dalam membudayakan membaca, menulis, dan bekarya kepada masyarakat Lamongan khususnya. Mereka senantiasa mencari dan membentuk regenerasi penulis Lamongan dewasa ini. Selain itu juga menanamkan kepribadian yang menghargai karya dan kreatifitas orang lain. Bentuk usaha yang dilakukannya ada yang mengadakan even lomba menulis puisi tingkat SLTA se-Lamongan (Van Der Wijck Award ke-1), membuat antologi puisi tingkat SLTA, Seminar sastra di sekolah-sekolah, diskusi Candrakirana dan lain-lain. Hal itu tentunya juga tidak lepas dari peranan guru di sekolah-sekolah tertentu yang memposisikan diri sebagai pekerja sastra yang bergerak secara mendasar dan juga para sastrawan serta penulis Lamongan yang lain. Di sana ada Hery Lamongan, Nurel Javissyarqi, Pringgo HR, Bambang Kempling, Rodli TL, Alang Khoiruddin, Haris Del Hakim, Javed Paul Syata, A. Sauki Sumbawi, A. Rodli Murtadho, Rian Sindu, Joko Sandur, Imamuddin SA. Selain mereka masih ada sekian banyak sastrawan Lamongan baik yang bereksistensi di Lamongan sendiri maupun di luar Lamongan. Mereka di antaranya adalah Satyagraha Hoerip, Mashuri, Gaidurrahman El Mistsri, Isnaini Komaruddin, Nur Aziz Asmuni, Aris, Raslayno, Sutardi Cempet, N yeas, Heru Kusubiantoro, Edy Maherul Fata, D. Zaini Ahmad, Heri Kurniawan, Ridwan Rachid, Anis CH, M Bagus Pribadi, Ariandalu, Atrap S. Munir, Ali Makhmud, Ghaffur al-Faqqih, Heri Listianto, Arina Habaidillah, Dijah Lestari, Hartiwi, dan lain-lain. Entah eksistensi mereka saat ini masih mengalir laksana gemericik air atau telah membatu, yang jelas mereka semua pernah mengisi khasanah kesusastran di Lamongan.
Kajian dan diskusi sastra di Lamongan secara intens dilakukan setiap malam lima belas bulan purnama. Sebab itulah kegiatannya dinamakan Candrakirana. Kegiatan ini digerakkan oleh Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan). Selama beberapa tahun kegiatan ini berjalan dengan lancar dan bergairah. Yang menghadiri acara tersebut cukuplah banyak, bahkan sastrawan luar kota sempat menyinggahkan diri di dalamnya. Beberapa di antaranya ada Mas Gampang Prawoto (Bojonegara), HU Mardi Luhung (Gersik), dll. Namun belakangan ini sempat fakum beberapa saat sebab menurunnya greget regenerasinya. Puncaknya pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2006 dan 2007. Tak ada suatu usaha itu yang bebas dari hambatan. Itulah yang mungkin berlaku bagi Candrakirana waktu itu. Sekarang dengan format dan strategi yang baru, Candrakirana kembali mengibarkan benderanya. Semoga menemukan kembali keharuman namanya.
Buku-buku karya sastra yang menjadi tolok ukur kontribusi pengarang Lamongan cukup banyak. Entah itu dicetak secara terbatas atau disebar di kawasan lokal. Beberapa buku tersebut di antaranya adalah Memecah Badai (1999), Negeri Pantai (2000), Rebana Kesunyian (Kostela 2002), Imajinasi Nama (Kostela 2003), Bulan Merayap (DKL 2004), Lanskap Telunjuk (DKL 2004), Mozaik Pinggir Jalan (antologi puisi SLTA, DKL 2005), Absurditas Rindu (Sastra Nesia 2006), Khianat Waktu (DKL 2006), Memori Biru (DKL 2007), Jalan Cahaya (sajak-sajak SMA, DKL 2007), Gemuruh Ruh (Antologi Sastra Lamongan, 2008).
Di lembaga-lembaga sekolah SLTP dan SLTA tertentu ada juga yang menerbitkan buku antologi sendiri. Semua itu dilakukan hanya semata-mata untuk memotivasi dan menumbuhkan gairah membaca dan menulis sejak dini juga sebagai salah satu bentuk usaha regenerasi sastrawan Lamongan. Selain itu juga diupayakan dengan cara mengundang penulis-penulis ternama seperti Raudal Tanjung Banua, KH. Zainal Arifin Toha (di MA Matholi’ul Anwar) dll, di lokalitas kampus Unisda ada Tengsu Cahyono, Setya Yuwana Sudikan, dll. Di antaranya buku-buku yang diterbitkan adalah, MTs Putra-Putri Simo; antologi puisi dan esai ringan Enjelai (bunga rampai catatan harian siswa 2005), Rinai Sukma dan Guratan Pelangi (Teater Mata Es 2005), Ponpes dan MA. Matholi’ul Anwar Simo; antologi cerpen Mawar Putih (2007), antologi cerpen dan puisi Kristal Bercahaya dari Surga (2008), antologi cerpen The Power of Love (2008).
Secara individual, para sastrawan Lamongan juga membukukan karya-karyanya. Di antaranya adalah Herry Lamongan; Lambaian Muara (1988), Latar Ngarep (2006), Surat Hening (2008), Nurel Javissyarqi; Ujaran-Ujaran Hidup Sang Pujangga, Ada Puisi Di Jogja, Tabula Rasa Kumuda, Tubuh Jiwa Semangat, Kekuasaan Rindu Sayang, Segenggam Debu Di Langit, Kajian Budaya Semi, Sarang Ruh, Sayap-Sayap Sembrani, Kulya Dalam Relung Filsafat, Batas Pasir Nadi, Kumpulan Cahaya Rasa Ardana, Trilogi Kesadaran, Balada Takdir Terlalu Dini, Kitab Para Malaikat, Mashuri; antologi puisi Jawadwipa 3003 (2003), Pengantin Lumpur (2005), Ngaceng (2007), Hubbu (novel 2007), Gaidurrahman El Mitsri; Kitab Dusta dari Surga, Langit Mekah Berwarna Jingga (novel 2008) dll, Pringgo HR; Sungai Asal (2005), Bambang Kempling; antologi puisi Kata Sebuah Sajak (2002), Alang Khoiruddin; Lorong Cinta (2000), Perjamuan Embun, Fenomena Sajak Religius (2003), Kontemplasi Sufistik (2004), Oase Cinta (2004), Majenun Mencari Kekasih (2004), Wanita: Pesona Paling Melati (2004), Seruling Cinta (2002), Percikan-Percikan Cinta, Haris Del Hakim; novel Berlabuh di atas Gelombang, Lars-liris, dll, Javed Paul Syata; Syahadat Sukma (2004), Tamasya Langit (2007), The Lamongan Soul (kumpulan sajak dan cerpen 2008), A. Sauki Sumbawi; Interlude di Remang Malam (puisi, 2006), Tanpa Syahwat (cerpen 2006), #2 (cerpen 2007), Dunia Kecil, Panggung dab Omong Kosong (novel 2007), Waktu di Pesisir Utara (novelet 2008), Maskerade (prosa pendek 2008), Rodli TL; novel Dozedlove (Pustaka Ilalang, 2006), Imamuddin SA; Esensi Bayang-Bayang, Sembah Rindu Sang Kekasih, Kidung Sang Pecinta, dan Sasmita Kembang Widerda, M. Rodli Murtadho; Pameran Makam (Pustaka Ilalang, 2008), Kadjie Bitheng; Negeri Dongeng (puisi 2006) dll.
Ada yang unik dari eksistensi sastrawan Lamongan. Keunikannya terletak pada bentuk dan gaya kreatifitas karya yang dihasilkannya. Meski dalam satu paguyuban Lamongan, dari setiap sastrawan memiliki ciri khas masing-masing secara personal. Memang cukup variatif. Tentunya variasi tersebut bertumpu pada latarbelakang sosial dan kedekatan emosional serta psikologi dari tiap pribadinya. Mereka tidak mencipta genosis sastra. Tapi mereka berdiri dengan kekuatannya sendiri-sendiri. Berdiri dengan selera masing-masing. Dan tetap bergerak dalam satu langka bersama dalam menuju muara yang sama pula; kesusastraan Lamongan dalam kanca pergulatan dunia.
Di Lamongan juga ada beberapa media cetak yang tengah menampung karya-karya dari luar daerah. Ambil saja Indupati, Tabloid Telunjuk (alm), Jurnal Sastra Timur Jauh, dan Jurnal Kebudayaan The Sandour. Tidak jarang penulis-penulis besar nasional berkenan menggoreskan karyanya di media tersebut. Beberapa di antaranya adalah Budhi Setyawan, Raudal Tanjung Banua, S. Yoga, Alfiyan Harfi, Y. Wibowo, Hamdy Salad, Gugun El-Guyanie, Iman Budhi Santosa, Fahrudin Nasrullah, Teguh Winarso AS, KH. Zainal Arifin Toha, KRT Suryanto Sastroatmodjo, dll (di jurnal kebudayaan The Sandour). Selain itu di Lamonngan juga ada penerbitan yang telah memiliki ISBN, yaitu Pustaka Pujangga, Pustaka Ilalang, Sastra Nesia, dan La Rose. Semua penerbitan itu bergerak pada wilayah kesusastraan. Tidak jarang para penulis terkemuka menerbitkan karya-karyanya di penerbitan Lamongan. Seperti: dari Pustaka Pujangga ada Hudan Hidayat (esai, Nabi Tanpa Wahyu), Teguh Winarsho (novel, Kantring Genjer-Genjer), Binhad Nurrahmat (esai, Sastra Perkelaminan), Amuk Tunteja (cerpen, Marhalim Zaini), dari Pustaka Ilalang ada Supaat I Lathief (Sastra: Eksistensialisme-Mistisme Religius 2008 dan Psikologi Eksistensialisme 2008), dll.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pergerakan sastrawan Lamongan juga turut berkembang. Demi menjalin relasi dan menyuarakan nama Lamongan di kawasan regional dan internasional, generasi muda sastrawan Lamongan mengambil inisiatif untuk membuat blog di internet. Mereka membentuk komunitas blog yang bernama Forum Sastra Lamongan (FSL). Seluk-beluk dan perkembangan sastra di Lamongan dan sekitarnya mereka dokumentasikan di sana guna memberi infomasi kepada pengunjung blog. Prioritas utamanya adalah para penulis dan sastrawan Lamongan. Anggota FSL pada dasarnya jarang bertemu secara bersama-sama. Mereka menjalin relasi dan persaudaraan dengan jalan lewat email, hand phone, dan bahkan kunjung ke rumah-rumah anggotanya. Itu sih dilakukan bagi mereka yang tengah memiliki sedikit kelonggaran waktu. Paling tidak, paling cepat sebulan ada yang kunjung ke rumah dan itu kadang dilakukan secara bergantian. Sebab semuanya bertumpu pada kondisional waktu dan kesibukan masing-masing. Selain itu juga sebab pengaruh tempat tinggal yang cukup berjauhan. Ada yang tinggal di Surabaya dan ada juga yang di Lamongan. Yang kerap mereka bahas tidak lain adalah bagaimana kesusastraan Lamongan ke depan. Bagaimana kesusastraan Lamongan dapat dikenal hingga taraf internasional. Hal itu kadang dilakukan sambil ngopi bareng di warung pinggir jalan raya atau sekedar di rumah saja. Nama-nama yang tergabung dan bergerak dalam FSL di antaranya adalah Nurel Javissyarqi, Rodli TL, Haris Del Hakim, A Sauki Sumbawi, Javed Paul Syata, dan Imamuddin SA
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar