Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=72
“Untuk mengada, kita tidak hanya mendapat jatah tempat. Kita juga punya rentang waktu yang sudah ditetapkan.” (Jostein Gaarder).
Pun bagaimana, dunia diciptakan melewati pengadaan, semisal mengawali tulisan yang menggelora. Segala yang terbentang kemudian, ternyata bukan endapan dalam, juga tidak sedari rentetan panjang penalaran. Kadang keseluruan mendadak meloncat dari fikiran-perasaan yang sempat terbangun, yang tidak sanggup mengikuti gerakan peredarannya. Semua mengarus entah dinamai mengada, atau tidak masuk akal. Jelasnya, penambahan tiba-tiba itu tidak adanya suatu tingkat penurunan dalam. Tarian tidak pernah direncanakan, membumbung memusar bersama angin menaikkan daun-daun harapan, menuju jarak lebih tinggi tiada perhitungan. Kecuali kejadian yang sama, dapat menilai balik atas apa yang terbangun itu.
Andai diendapkan secara logis pemikiran awalnya, pun terketahui dapat dihitung melalui penalaran. Tidakkah seluruhnya berpijak di kaki realitas kerja, atau ternyata kebenaran umum seringkali tidak digunakan, dengan apa yang sebenarnya memberi harapan baik. Sisi lain, pengadaan tidak masuk akal sejenis ngelamun ke dataran logis. Kalau sampai waktunya tepat, ruang yang menebarkan bentangan mengada, menjelma gugusan kekinian. Atau suatu awalnya rahasia, tidak lagi tertutup jikalau sudah dituwangkan. Lebih jauh, kebohongan yang terus membangun sarana kenyamanan, suatu saat menjadi realitas penentu, meski tidak lagi dipercaya.
Pun kepercayaan muncul tidak semata-mata iman, kadang juga berangkat dari kebiasaan. Tepatnya dapat merealisasikan kebohongan menjadi yang bisa diterima atas tindakan pemaafan. Namun seharusnya meneruskan hal baik, menghapus kebohongan diganti realitas kebenaran. Menggagalkan perencanaan mengada-ada yang niscaya nanti terbuang. Ini sebuah kerja besar, mengembangkan misi pelestarian lebih jauh memberi manfaat, dari pemahaman umum yang kurang tepat sebelumnya.
Tidakkah berkarya itu usaha pengadaan dari sebelumnya? Meski kadangkala sama yang sudah ada, tetapi ukuran pengadaan tentu berbeda dari realitas berangkatnya. Daya mengada ialah membangun dunia lain yang sebelumnya durung tercipta, logika yang tergunakan sejenis ramalan sebagai saksi masa depan. Ia menempati diri selalu ada, dan sanggup ke tempat yang mengadakan adanya kebenaran, bukannya kerja pembenaran.
Pengadaan hadir, bermodalkan kekayaan jiwa atas agresif menelaah realitas menjadi nalar-nalar karya. Itu bertambah kuku diterima jikalau ungkapannya meleburkan ruang-waktu lampau-kekinian, serta yang sedang terkerjakan. Ini membutuhkan banyak pengalaman, mentransfer data logika kekinian, dimasukkan pada realitas masa depan tanpa adanya ketimpangan. Tentunya banyak kendala di dalam memperbaiki campuran warna realitas yang ada, dan yang sedang disuntuki.
Pengadaan dapat dinamakan kebohongan realitas ke depan, jika terlampau jauh membentangkan logika kekinian yang paling halus dan tak tertangkap. Tetapi bukan membohongi realitas kekinian dengan kerja menyamping, melepas ikatan data lain untuk dunia samping. Atau bukan kerja menutupi realitas kekinian dengan realitas masa depan yang tertandakan. Keterangan singkat di atas bisa dimengerti, tidak luput dari benang yang sedang ditarik, peganglah benang itu terus dari titik pertama menuju selanjutnya, jangan sampai luput melepaskan rasa.
Waktu-waktu yang sudah ditetapkan ini ruh kesemangatan alokasikan data pengadaan. Membangun bertempat waktu, seperti memberikan seorang yang berbakat suatu pekerjakan. Jika kita bersenyum tanggung terlampu kenes, akan mengakibatkan jalinan erat itu terlepas atas mimpi yang sedang terbangun. Maka laksanakan perjalanan, dan semua orang menyaksikanmu menjadi tuan rumah di kediaman mereka, masuk ke bilik keakraban bersama. Apa yang tergantung, ternyata telah matang untuk dipetik seusia harapan.
Keterangan ini lebih menggairahkan ketika pohon berusia tua, akar masa-masa gagasan yang tertanam semakin menancap di sela-sela tanah pemikiran insan. Kita hanya meminta sejumput cairan kesempatan, duduk sejenak mengalirkan dari yang mereka harapkan. Pengadaan telah meruang-waktu di setiap jengkal keberadaannya. Nafas nyawa membaur pada getar perasaan perindu kedatangan bertepat masa, kalau sekiranya membutuhkan tetembangan. Kita adakan perjamuan bathin, jiwa-jiwa mengisi waktu berperedaran seksama.
Nafas-nafas ingin mengada pun dapat dirasa, sejauh memburu menelusup ke jantung punya masa, generasi yang ditinggal telah lebur bersama udara semesta. Rasa syukur dirasa di segenap sendi persetubuhan ruang-waktu yang terus dijalankan kehendak realitas kerja. Pengadaan menjadi usia terus disebut kepada kurun masa dalam daerah yang dulunya tidak pernah terkira, sebab hasrat yang lalu itu pengembangan, mereka mendapati diri dalam kepenuhan memberi. Maka sebaiknya perlakukan jiwa dengan jarak dilebur pada kurun masa tak terkira, semisal senja yang tidak terbatas menenggelamnya matahari, mereka menikmati dalam kapasitas yang berbeda.
Harus terus melangkah, walau kalimat yang dipergunakan tidak lagi bermakna kentara, saat jalan-jalan dilalui, mereka tentu mendapati gerak memberi penambahan tidak sekadar banyak. Ada pelajaran menghentikan cerita ialah awal sebuah impian bersama disaat lelah, kita membaringkan kelelahan bersama mimpi-mimpi lama. Di sini tiada usaha hipnotis jika sekiranya jeli melangkah, pun dapat menerima sebagai kehendak yang harus diperturutkan. Ini hasrat menghidupi pengelana waktu, mengadakan yang benar ada dalam bingkai kepribadian. Perbaikan dilakukan bukan pembuangan maksud terselubung dari kekurangan ajaran, lebih tepatnya menumpuk persoalan, agar tambah akurat saat disantap.
Prosesi pengadaan seakan tidak tersangkakan datangnya, terus menerima sebagai kekayaan jiwa mengembangkan pengadaan. Bukan berarti menambal hal yang kurang manusiawi, tetapi berkelanjut kelenjar-kelenjar memproduksi diri, menjadi bagian semua orang bisa menikmati tanpa merasa kehilangan. Dan bernafaslah lebih dalam, agar mengetahui sejauh mana pengadaan melewati perjalanan, kini tengah menjadi realitas bersama, mengadakan diri yang telah hilang. Ini keberadan sejati, ketika tanpa sungkan menerima pengadaan yang meringankan, meski mengada di setiap waktu kedudukan yang tertanggung.
Perlu digaris bawahi, ini bukan tindakan ketidakikhlasan pamer, sebab pengadaan hadir bukan atas kehendak itu, ketulusannya tercermin pada kerja tanpa meminta. Dan kebetulan-kebetulan menghadirkan pengadaan menjadi kepemilikan lebih. Salam damai bagimu yang mengadakan ke pengadaan dunia, sebagai pengisian tak sia-sia. Pengembangan dari yang sudah ada, realitas sejarah tergenggam di tangan yang awalnya tidak siapa pun tahu kecuali yang suntuk mempelajarinya di hadapan diri mengada. Maka rayakan kesadaran terus mengada dari yang sejatinya ada. Itu jalan takdir yang terjawab, yang tampak di setiap hari terlewati. Kebiasaan hadir di depan kita, seringkali tidak diperhatikan sebagai hal yang ada. Ini usaha tidak terasa mengadakan hal lebih dari jalan realitas yang sering terlewati.
Membongkar diri mengetengahkan di depan cermin, usaha kritik menggagalkan pengadaan semu, jelas memperoleh banyak yang bukan sekadar masa depan, tetapi juga realitas kegagalan. Olehnya kudu membaca ulang atas kehadiran diri, agar kesadaran yang ada tidak selintas. Dari pembacaan ulang, menghadirkan diri di persidangan, penghakiman nampak bisa menghilangkah pengadaan. Di pihak lain, kegagalan ternyata membentuk suatu pengadaan lebih realistis dari sebuah kebenaran. Dari sini diketahui, pembentuk pengadaan kokoh dari bahan senyatanya atas pengadaan, saling topang memberi makna jalinan kerjasama, mengada realitas dari kehadiran tidak nyambung. Tiada bentuk sesalan mengada, yang tidak sambung serta abstaktif pun membentuk kesamaan ada, sedari tonjolan gagasan. Pengadaan memang ada dan senantiasa ada.
Tidak harus melepaskan waktu sedetik pun, meski kehadiran mengada tidak nyambung, dengan terus mengerjakan yang sedang diadakan, formulasi kehendak lewat diterjemahkan sebagai muatan kapal, pelestarian bentuk tanggung jawab. Daya pengadaan itu kerja kemerdekaan, membebaskan diri atas belenggu ruang-waktu kekinian, membeletat hal esok untuk dikerjakan kini. Akan menghadirkan dirinya pada rana kemenjadian, sadar membangun diri setingginya, serempak naik menjalankan pengadaan sebagai kepemilikian. Terusannya menjadi manfaat kekinian serta mendapat kedudukan esok tersebab hikmah pengadaan. Kekayaan proses menuai laba, saat diperturutkan pengadaan kesadaran merefleksi kenangan, dengan kepemilikan murni, nilai yang terbangun dengan kesungguhan.
Lebih lanjut Jostein Gaarder menuturkan (dalam novelnya The Orange Girl, bahwa): “Orang tua sering kelihatan punya waktu yang lebih banyak daripada anak kecil yang punya seluruh kehidupan di depannya.” Pengadaan sejak kanak, perumpamakan tingkah laku pengandaian mencapai dewasa. Semisal bocah-bocah bermain pasar-pasaran, atau jual beli berbahan pelepah pisang, perang-perangan, persandiwaraan dari mengambil watak-watak orang dewasa. Pengadaan bersama kegembiraan penuh dalam mengisi masa permainan, diajak suntuk melakonkan, hingga menemukan diri sebelum dikerjakan bersama usia sepantasnya. Bukan berarti pengadaan itu laku ketidakpantasan, bukan pula mengkotak-kotak dunia sebenarnya ke dalam karya. Tapi sebaliknya, pengkayaan yang sudah ada, yang belum tertemukan oleh keterbatasan nalar, akan sampai mendapati lebih jauh segar, membuka kemungkinan seluas-luasnya tanpa merasa serba salah, sebab dunia di depan menjadi penerjemah ketika langkah pengadaan.
Saat menterjemah suatu peristiwa dengan beberapa pemaknaan, di situ dunianya dikembangkan. Hasil dari jarak pandang tertempuh menjadi kepemilikan secara kejiwaan, dan kelapangan wawasan memperoleh fungsi atas pergulatan menghidupi, melengkapi realitas yang sudah ada. Melampaui tebing curam ketidakrelaan, sebab pengadaan menuntun keiklasan setiap langkah kerjanya, seperti burung mencipta sarang bagi anak-anaknya, sebagai mimpi harapan terlaksanakan. Ini kerja kegembiraan berkumandang, menari di setiap kucuran keringat berupa gagasan baru yang bertambah bening, kian masa membanjiri nalar-nalar penciptaan. Pengadaan itu dunia inti pengarang yang memegang realitas. Sebagaimana Jostein Gaarden berkata: “Meskipun aku selalu gampang dibawa hanyut imajinasiku, aku masilah seorang yang rasional.”
Pengadaan bukan menanggalkan kerja nalar, tetapi jauh menuntut kerjanya dengan sungguh-sungguh membentangi alur gagasan membumi, ini payung awan yang menurunkan hujan pencerahan. Kesuntukan nalar berkelanjutan seperti kereta api melewati relnya tidak berhenti kecuali di stasiun endapan, dilanjutkan meneruskan langkah, berfikir-merasai yang sedang diemban, mengisi masa penantian kepada akhir kematian. Pengadaan mengisi relung hidup, menggerakkan peradaban. Keseluruhan prosesi hayat sedari kecil ke pengakhiran, meniti beratkan mengunyah makna menebarkan benih hikmah.
Pengadaan mencukupkan modal yang ada, berbuat manfaat dengan merampingkan yang termiliki demi wahana memberi tanggul bertambah tangguh dari aliran yang terterima, tepatnya bukan keluar lantas muspro. Pengadaan mengencangkan ikat pinggang, membaca buku sekadarnya, jika tidak memaknai kecuali memberi warna. Pengadaan menuntut efektif-efisien kerja dalam kemanfaatan, dan roda perputaran hidup berfungsi tidak lepas rantai.
Pengadaan serupa merevisi analisa, sehingga yang terjadi nanti, masuk pada bahasan logika yang niscaya, mengikat sesuatu yang kendor sebagai acara perbaikan, sebab racun yang ditimbulkan mengada itu kadang muncul berlebihan. Olehnya harus menjembatani pengadaan dengan yang dibutuhkan. Dan pengadaan itu meramu materi-materi logis menjadi pengkayaan bathin, sehingga ketika telah digodok dalam kejiwaan, suatu saat lahir membuncak seperti hal yang tidak tersangkakan, menjelma istilah kekayaan tersembunyi.
*) Pengelana dari desa Kendal-Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, JaTim
16 Juni 2006.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar