Hartono Harimurti
http://www.suaramerdeka.com/
MARTABAT negeri ini sedang dipertanyakan. Berbagai persoalan: larangan terbang pesawat Indonesia ke Eropa, penganiayaan tenaga kerja wanita di luar negeri, dan ancaman disintegrasi bangsa tak bisa lagi dielakkan. Ada yang salah dalam sistem sosial dan kebudayaan kita? Mengapa kita tak bisa segera bangkit dari keterpurukan? Ignas Kleden, salah satu pemikir kebudayaan Indonesia, sedih sekali melihat kenyataan itu. Karena itu berbincang-bincang dengan media ini di Kantor Komunitas Indonesia untuk Demokrasi Jalan Tirtayasa VII 1 Kebayoran, Jakarta, Jumat lalu, Ketua Komunitas Indonesia untuk Demokrasi ini, memberikan beberapa saran perbaikan. Berikut petikan perbincangan itu.
Negeri ini benar-benar terpuruk. Oleh Eropa, misalnya, maskapai penerbangan kita dilarang terbang di wilayah mereka. Bukan hanya itu. Tenaga kerja Indonesia juga kerap dilecehkan di negeri orang. Menurut Anda bagaimana cara kita mengatasi persoalan ini? Apakah ada jalan kebudayaan tertentu yang harus ditempuh?
Yang Anda sebutkan adalah problem yang berasal dari tindakan yang diambil pemerintah kita saat ini. Ini tidak bisa dikatakan sebagai cerminan masyarakat pada umumnya. Tentu kita tidak menghendaki kondisi seperti ini.
Juga jika dibandingkan dengan pemerintah sebelumnya, saya bayangkan saat Bung Karno atau Pak Harto misalnya, mungkin tidak terjadi hal-hal seperti itu. Kondisi ini harus kita jadikan pelajaran berarti dan segera diperbaiki.
Mengenai apakah ada jalan kebudayaan yang bisa menjadi pencerah keterpurukan, saya katakan hal itu pasti ada. Kita toh punya potensi kebudayaan yang diakui oleh dunia internasional. Mengenai kebudayaan ini akan saya khususkan pada kesenian. Kita punya tokoh-tokoh yang mendapat tempat terhormat di dunia. Kita bukan hanya punya sastrawan Pramoedya Ananta Toer, tapi juga memiliki penyair Sapardi Doko Damono, teaterwan Putu Wijaya, penyair Goenawan Mohamad, penari Sardono W Kusumo, dan Retno Maruti.
Mungkin dalam ilmu pengetahuan dan teknologi kita kalah dari negara lain. Juga di bidang olahraga kita masih kurang. Jadi untuk bidang kebudayan khususnya kesenian kita punya jalan konkret untuk menaikkan martabat kita di mata dunia. Inilah yang membuktikan kita sebagai bangsa berbudaya tinggi.
Sebagai bangsa unggul, mengapa budaya positif belum juga jadi warna utama perpolitikan kita? Konflik Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seperti tak memiliki jalan keluar. Malah yang lebih tragis, gerakan sparatisme kian merebak.
Ini terjadi karena sumber daya manusia (SDM) di bidang politik belum dipenuhi oleh figur-figur terbaik. Rekrutmen menjadi anggota legislatif, misalnya, sampai saat ini belum melewati mekanisme yang menjamin ada quality control. Belum tampak betapa yang diletakkan pada nomor urut atas adalah yang terbaik di partai politik bersangkutan. Saat ini semua itu ditentukan oleh elite partai dan kita tidak atau belum bisa menentukan. Jadi ada pertanyan atau keraguan, apakah benar mereka yang di nomor urut atas tersebut benar-benar terjamin keunggulannya atau malah di bawah rata-rata syarat sebagai politikus yang baik.
Padahal di satu sisi DPR ini menjalankan fungsi quality control melalui mekanisme fit and proper test. Jadi anggota DPR yang mungkin tidak memenuhi harapan kita, ternyata justru ikut menentukan siapa-siapa yang duduk dalam posisi strategis di pemerintahan negeri ini. Seperti saat pemilihan Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI, Hakim Agung dan sebagainya.
Karena juga belum seperti yang kita harapkan, maka wajar kalau mereka terlalu mudah terjebak untuk kepentingan sesaat. Mengenai berbagai pernyataan bahwa gerakan sparatisme kini seakan bangkit kembali, saya kok melihatnya kita ini terlalu memberikan tanggapan yang serius sekali. Ini humor kekuasaan. Mengapa demikian? Sebab jika ingin masuk beneran, mereka akan tidak hanya bawa bendera Republik Maluku Selatan (RMS), tapi juga senjata. Saya melihat aksi itu hanya sebagai cara mereka berekspresi untuk menunjukkan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat.
Upaya pengibaran bendera RMS, saya kira hanya bermakna simbolik. Ya tidak sampailah mereka benar-benar menyatakan ingin merdeka. Jadi jangan sampai kita katakan insiden di Ambon itu mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itu hanya sebuah peringatan kepada pemerintah pusat bahwa, “Hati-hati jika kami tidak diperhatikan, terutama kesejahteraan, soalnya RMS masih ada lho.”
Begitu juga yang terkait dengan pengibaran bendera Bintang Kejora di Jayapura. Mengenai Papua saya rasa resep yang paling mujarab bagi mereka adalah pemerintah memberikan perhatian khusus. Harus ada perhatian terhadap masaah-masalah besar yang terjadi di sana.
Misalnya masalah keterbelakangan orang Papua dibandingkan dengan pendatang dan ketertinggalan mereka dalam bidang ekonomi di tanah mereka sendiri. Nasib dan masa depan mereka kan masih gelap gulita. Bagaimana sebenarnya pembagian dari peruntungan perusahan pertambangan besar di sana bagi pembangunan masyarakat Papua, ternyata juga masih belum jelas. Pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai tekanan agar pemerintah meperhatikan mereka. Jadi resepnya adalah pemerintah memberikan kesejahteraan dan keadilan kepada warga. Bukan malah memberikan tekanan dengan jalan kekerasan. Jika di sana banyak dibangun jalan, sekolah serta pelayanan kesehatan terjamin, maka segala omong kosong tuntutan merdeka akan mereda dengan sendirinya.
Saat ini suasana lebih demokratis, namun masyarakat masih dilanda keterpurukan di bidang ekonomi sehingga banyak yang berpikir lebih baik kembali ke zaman orde baru. Bagaimana pendapat Anda menanggapi hal itu?
Yang pertama, kesejahteraan rakyat memang harus diberikan oleh sistem yang demokratis. Akan tetapi, demokrasi itu punya tugas yang lebih dari sekadar menyejahtrakan rakyat secara ekonomi. Demokrasi itu memunyai tujuan agar setiap orang terjamin hak-haknya, mempunyi kedudukan yang sama di mata hukum, masyarakat terjamin mendapatkan pelayanan sesuai martabat kemanusian, dan mendapatkan pelayanan yang manusiawi dari pemerintah.
Menurut saya adalah logika yang berbahaya jika kita berpikir bahwa jika demokrasi tidak juga membawa kesejaheraan, lebih baik kembali kepada zaman orde baru yang otoriter. Karena sekali kita kembali ke pemerintahan yang otoriter demi mengejar kesejahteraan dengan cepat, maka tidak akan ada lagi kesemptan bagi kita untuk mengembalikan pemerintahan ini ke sistem yang demokratis. Kita tidak boleh tawar-menawar dan harus dikatakan kita memang perlu sistem pemerintahan yang demokrtis.
Begitu juga dengan pemikiran bahwa demokrasi baru cocok diterapkan di Indonesia setelah rakyat mencapai pendapatan 6000 dolar AS, itu adala nonsens belaka.
Menurut saya kita masih seperti ini, masih terpuruk dalam bidang ekonomi. Ya karena kita masih kurang dalam berdemokrasi. Kita lihat mengapa rakyat di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih juga dilanda kelaparan? Kalau benar-benar aspirasi mereka diperhatikan, saya yakin NTT t idak terus-menerus kelaparan. DPR kan punya tim ahli, mitrapemerintah, yaitu departemen terkait. Seharusnya mereka bisa membuat langkah untuk memecakan masalah di NTT. Tidak malah sibuk meributkan interpelasi.
08 Juli 2007
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar