Budi P Hatees
http://www.analisadaily.com/
Banyak tradisi membuat manusia bersemangat membangun kebudayaannya. Menulis merupakan salah satu tradisi itu. Tentu, menulis di sini berarti kerja keras untuk membangun sebuah teks atau berwacana (discourse).
Soal wacana ini, lebih baik menikmati kajian-kajian Paul Ricoeur, lalu kaitkan dengan teori tentang bahasa. Misalnya, pakai teori yang diperkenalkan Alessandro Duranti, yang mengaitkan kemampuan berbahasa (berwacana) dengan kekuasaan.
Menulis dengan sendirinya berbahasa, berarti juga berwacana, akan membuat siapa saja jadi berkuasa. Makin jelas pula, mereka yang berhasil membangun wacana berarti juga berhasil membangun kebudayaannya. Dengan berwacana, siapa pun bisa menunjukkan citra dirinya. Orang lain akan mencoba memahami, misalnya, lewat ilmu linguistik.
Kini ilmu linguistik dipakai sebagai dasar pengembangan penelitian etnosains dalam antropologi. Etnosains, juga disebut sebagai cognitive anthropology, merupakan etnografi baru yang dikembangkan James P Spradley. Etnografi ini lebih memfokuskan pada upaya menemukan bagaimana masyarakat mengorganisasikan kebudayaan mereka dalam pikiran (mind). Melalui bahasa, pikiran manusia dapat dimasuki.
Jadi, bahasa adalah alat yang dipergunakan manusia untuk bernalar. Dengan nalar, segala misteri yang ada di dunia bisa diterangjelaskan. Pengungkapan misteri dunia sama artinya dengan membangun kebudayaan. Kau tentu paham bahwa bahasa memiliki keterbatasan-keterbatasan. “Batas-batas bahasa saya,” tulis Ludwig Wittgenstein dalam Tractatus Logico Philosophicus, “adalah batas-batas dunia saya.”
Dalam keterbatasannya, segala hal yang mengandalkan bahasa sebagai unsur utamanya, berpretensi mengubah dunia (peradaban). Ini sejalan dengan tesis Alessandro Duranti, yang mengatakan: “Bahasa tidak saja memantulkan dunia, tetapi juga membentuknya dan , menciptakannya.”
Memang, Duranti berbicara tentang bahasa yang digunakan para politisi. Setidaknya, menjadi lebih jelas bagimu, bahasa membuat manusia paham bahwa realitas-realitas yang ada di alam semesta, baik yang riil maupun yang mistis, terjadi bukan tanpa alasan-alasan logis. Tidak satu rahasia pun di alam semesta ini yang tidak dapat dinalar sekalipun Donald B. Calne dalam Within Reason, Rasionalty and Human Behavior (1999) menegaskan betapa sangat terbatasnya kemampuan nalar manusia.
Dalam keterbatasan tersebut, Galileo Galilei dapat mematahkan pandangan picik kaum agama yang membuat hati manusia ciut ketika dia mengungkapkan fakta bahwa Bumi bukanlah pusat alam semesta dan Bumi berputar mengelilingi Matahari, bukan sebaliknya. Keterbatasan nalar juga mampu mengungkap pengalaman mistis yang dialami manusia, sekalipun tidak ada universalitas di dalam pengalaman mistis itu dan sukar mengolahnya karena tidak ada material yang bisa diukur mengingat sifat spritual, tetapi kekuatan bahasa mampu menerangjelaskannya.
II
Aku buat pebukaan seperti ini untuk menanggapi keluhan Hidayat Banjar tentang minimnya (untuk mengatakan tak ada) dunia penerbitan buku sastra di Provinsi Sumatra Utara. Pada bagian akhir dari esai “Amang Parsinuan: Pertarungan David Melawan Goliath” (Analisa edisi 13 November 2011), dia membayangkan suatu saat dunia kreatif penciptaan karya sastra di provinsi ini memiliki institusi penerbitan buku yang bonafit. Sayangnya, dia meragukan hal itu bisa terwujud, seakan-akan membangun institusi penerbitan buku merupakan pekerjaan yang sukar untuk dihadirkan.
Aku justru berpikir sebaliknya -juga dalam banyak hal- apa pun bisa dihadirkan sebagaimana logika bahasa untuk bernalar. Sebelumnya, aku akan mengembalikan ingatannya tentang dunia perbukuan (sastra) di provinsi ini, jauh sebelum novel Amang Parsinuan diterbitkan KSI Medan Pubhlising – penerbit buku yang dimotori Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Medan.
Provinsi ini, bahkan sebelum Sumatra Utara terbentuk, sudah memiliki penerbitan buku. Diawali pada dekade 1920-an, ketika sejarah sastra Indonesia belum diletakkan, buku sastra dari daerah ini sudah banyak diterbitkan, baik yang berbaha Melayu maupun Batak. Dia bisa buka lagi biografi William Iskandar, sastrawan dari bangsa Mandailing itu, sambil mengingat-ingat buku-buku puisinya. Dia bisa cari data tentang Sutan Hasundutan Pane, atau kau bisa membuka lagi riwayat penerbitan buku yang kontroversial, Tuanku Rao.
Tak akan kurinci perkara masa lalu itu sampai muncul istilah novel pop dalam sastra Indonesia di era tahun 1950-an ketika novel-novel Matu Mona menggebrak dari Medan. Aku hanya ingin mengembalikan ingatan (re-remembering), pernah Sumatra Utara fenomenal dalam penerbitan buku sastra. Salah satu jejak yang masih tinggal adalah Penerbit Sastra Leo, warisan sangat berharga dari penyair Aldian Arifin, yang tak dihargai oleh para sastrawan di Sumatra Utara.
Aku teringat percakapan terakhir dengan Aldian Arifin dalam sebuah acara pertemuan sastrawan di Medan ketika dia (meski tidak sedang mengeluh) menyikapi kecenderungan para sastrawan Sumatra Utara yang aneh (kata “aneh” dari aku). “Aneh” karena mereka bangga betul karyanya hanya dimuat di media cetak, tetapi tidak punya buku sastra. Katanya penulis, kok gak punya buku, kira-kira begitu keluhan itu.
Aku teringat juga pada seorang penulis buku, seorang kawan lama, yang kujumpai di arena Jakarta Book Fair beberapa tahun lalu. Setelah bertahun-tahun tak bertemu, begitu melihatku, dia langsung bertanya: “Sudah berapa buku yang kau terbitkan?” Aku tergeragap, karena aku berharap dia mengajukan pertanyaan tentang “sudah berapa media cetak yang telah mempublikasikan karyamu.”
Dulu, pada dekade 1980-an sampai awal 1990-an, setiap sastrawan yang berjumpa sastrawan lain pasti mengajukan pertanyaan: “Bagaimana, apa karyamu sudah menembus Horison?” Pertanyaan tentang Horison ini pernah diajukan Bokor Hutasuhut, sastrawan kenamaan dari Sumatra Utara, yang buku sastranya berkali-kali diterbitkan penerbit asal Medan, kepadaku saat bertamu ke rumahnya beberapa tahun lalu. Aku bisa berkelit mengatakan Horison bukan indikator sastra, tapi buku sastra adalah indikator paling valid.
III
Sampai tataran ini, dia pasti bertanya, apa kaitan bagian I tulisan ini dengan bagian II?
Menulis adalah pekerjaan bernalar. Dengan bernalar, manusia berusaha mengungkap segala misteri dunia. Bernalar mesti diawali dengan pengenalan diri. Bagaimana orang bisa menalar jika diri sendiri pun tak dia kenali.
Pengenalan diri sangat penting. Pekerjaan ini bisa dipahami sebagai proses introspeksi. Instrospeksi adalah kegiatan psikologis yang bertujuan untuk penyadaran diri. Aristoteles (dalam Metaphysica, Buku A-1-980; terjemahan Inggris oleh W.D. Ross, The Works of Aristoteles Oxford, Clarendon Press, 1924, vol VIII.) menyatakan semua pengetahuan manusia berasal dari suatu kecenderungan dasar dalam kondrat manusia yang menampakkan diri dan reaksi manusia paling elementer.
Sebab itu, mengenali diri bertujuan agar bisa merealisasikan diri. Keberhasilan dalam pengenalan diri akan membuat siapa saja menjadi lebih mudah dalam merealisasikan diri. Dalam merealisasikan diri sudah diandaikan, segala persoalan yang pernah dihadapi sudah ditemukan solusi-solusinya, sekaligus menunjukkan persoalan-persoalan lain yang dihadapi sudah dibayangkan akan dihadapi, sehingga sudah dicarikan seperti apa solusinya apabila persoalan itu benar-benar muncul dan mendera.
Artinya, siapa pun sudah tahu, Sumatra Utara pernah sukses memiliki penerbitan buku. Penerbitan-penerbitan itu (bila mengikuti pula sejarah pers di negeri ini), bukan saja menghasilkan karya-karya yang luar biasa, tetapi juga sastrawan-sastrawan yang fenomenal. Kehadiran penerbit dengan kemunculan sastrawan sangat berkaitan, keduanya memiliki hubungan simbiosis. Jika sastrawan melimpah, sangat mungkin penerbit juga melimpah. Jika penerbit melimpah, sangat mungkin pengarang juga melimpah. Jangan bertanya mana yang lebih dahulu, seperti seseorang mempersoalkan apakah ayam lebih dahulu daripada telur ayam.
Jika sastrawan melimpah seperti sekarang terjadi di Sumatra Utara, sementara penerbitan buku sangat minim, siapa pun bisa menduga ada yang keliru. Aku berpikir sastrawan yang keliru, karena kemampuan berwacana mereka hanya diperuntukkan agar dipublikasikan di media cetak, bukan di media buku. Tahukan, banyak sastrawan (juga penulis), tidak cukup energi untuk menulis buku. Kalau pun mereka punya buku, pastilah kumpulan tulisan yang pernah dipublikasikan di media cetak.
Inilah sikap intelektual yang tak menghargai publik pembacanya. Karena tulisan-tulisan yang dipublikasikan di media cetak pada dasarnya semacam iklan dari pengarang tentang kualitas kepengarangannya. Seorang pengarang (sastrawan) mengiklankan kemampuannya dalam menulis dengan mengirimkan karya sastra ke media cetak, lalu menulis karya baru yang lebih bagus (setidaknya sejajar) dengan karyanya itu untuk diterbitkan sebagai buku sastra. Sayang, sastrawan kita hanya sastrawan koran (media cetak). Sastrawan macam begini lebih mengutamakan image diri, citra diri, material diri.
Mereka, kalau pun menulis buku, pada dasarnya akan memperlakukan sastra sebagai komoditas, sebagaimana barang-barang hasil produksi. Nilai-guna karya seni bagi mereka merosot menjadi sekedar nilai-tukar ekonomi. Parameter keberhasilan sebuah karya sastra hanya ditakar dengan jumlah eksemplar buku yang terjual di pasaran. Padahal, seseorang membeli sebuah novel belum tentu akan memahami dan menyelami kedalamannya.
Fenomena pergeseran paradigma seni semacam inilah yang ditandai Walter Benjamin (1892-1940) sebagai akibat dari reproduksi mekanistik hingga seni kehilangan aura, subtilitas dan otentisitasnya. Jangan heran jika dunia penerbitan buku sastra di negeri ini banyak melahirkan novel dengan embel-embel “pembangunan jiwa”, “kisah inspiratif”, “sejarah”, “fantasi” dan lain sebagainya yang mengabaikan estetika. Konon lagi di Sumatra Utara.
Penulis; Sastrawan, direktur program Sahata Institute, lembaga pengelola Sahata Book Publishing. /11 Des 2011
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar