Jusuf AN
http://sastra-indonesia.com/
Dua hal yang penting untuk dikaitkan ketika kita membincang puisi, yakni penyair dan lingkungan yang melingkupinya. Sebuah puisi tentu saja tidak lahir dari ruang hampa, melainkan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal si penyair. Selain kondisi sosial budaya saat menciptakannya, perasaan dan ideologi penyair juga mempengaruhi sebuah puisi yang lahir. Puisi merupakan alat yang digunakan penyair untuk menyuarakan apa yang dilihat dan dirasakannya. Ketika bencana merajalela di mana-mana maka puisi berusaha merekamnya. Ketika kezaliman penguasa membabi buta, maka puisi lahir untuk menggugatnya. Ketika kebebasan berpendapat dibungkam penyair tetap dapat berteriak lewat puisi-puisinya.
Tak pelak, puisi menjadi satu hal yang paling ditakuti oleh para diktator. Bagi pihak penguasa otoriter, puisi bisa menjelma nuklir yang mengancam runtuhnya singgasana emasnya. Penyair dianggap sebagai biang kotoran dan penyakit, serta pemberontak yang keras kepala yang menjadi sasaran untuk disingkirkan. Hal semacam ini bukan lagi rahasia kini. Tentu saja kita akan selalu ingat dengan kekejaman era Orde Baru (Orba) di mana penyair-penyair diancam, dipenjara tanpa pengadilan, diculik, dan hingga kini masih ada yang hilang tak diketemukan.
Tapi kini, zaman pembocoran fakta lewat fiksi sudah berakhir, kata Joni Ariadinata dalam sebuah esainya. Nyaris tak ada lagi yang misteri dari fakta-fakta yang disembunyikan, baik oleh tekanan politis negara maupun tekanan etika. Setiap orang kini adalah sumber berita, berhak mengumbar berita. Tak ada lagi yang rahasia dan patut dirahasiakan. Setiap orang boleh mengatakan apa saja dan membuka peristiwa apa saja.
Begitulah, setelah Orba lengser dan protes dapat dilakukan oleh siapa pun tanpa rasa takut sedikitpun, puisi protes seakan kehilangan gema. Puisi protes tak lagi dianggap sebagai momok menakutkan, tak lagi diperhatikan. Bahkan, menurut Putu Wijaya, dalam Zig-Zag (1996) sekarang raja sudah terbiasa mendengar segala yang jelek-jelek tentang dirinya dengan hati tentram. Karena terbukti itu tidak ada pengaruhnya melainkan justru jadi tambahan punten, karena menunjukkan kemuliaan hati dan tegaknya demokrasi.
Alhasil puisi kritik, protes, perlawanan, atau istilah lain serupa itu tak lagi diperhatikan bukan hanya oleh pembaca, penguasa, melainkan gairah para penyair untuk menulis puisi protes juga mulai melemah. Ini kenapa? Apakah puisi-puisi protes tak lagi dibutuhkan sebuah bangsa yang telah membuka kran “kebebasan berpuisi”? Apakah kezaliman di sekeliling kita telah benar-benar musnah? Ataukah karena penyair mengikuti selera pembaca, yang kini jarang ada yang peduli pada puisi macam itu?
Memang, sebenarnya puisi protes tidak sepenuhnya mati, hanya kehilangan gairah, kehilangan pembaca. Masih ada penyair yang konsisten menulis puisi protes tentang kerusakan alam, politik busuk, dan keterpurukan soal sosial budaya lainnya. Bagaimana pun puisi protes tetap dibutuhkan. Di tengah hiruk-pikuk kritik dan pemberitaan yang deras mengalir dari berbagai media kita tetap membutuhkan suara hati penyair dengan kata-kata yang penuh perenungan. Kita butuh kata-kata segar, pelecut semangat, pengobar keberanian, dan cermin untuk menatap diri kita sendiri.
Puisi protes tentu saja masih terus lahir di tiap sudut bumi ini, demi merekam dan menyikapi peristiwa-peristiwa di sekelilingnya. Konflik yang terjadi antara bangsa Arab-Israel membuat para penyair Palestina terkondisi untuk melahirkan puisi-puisi perlawanan. Mulai dari yang tertua Jabra Ibrahim Jabra (1920-1994), Ghassan Kanafani (1936-1972), hingga Abu Salma, Sami Al-Sharif, Ibrahim Souss, dan Tamim Al-Barghouti dan masih banyak lagi sederet penyair lainnya. Penyair-pernyair tersebut melahirkan puisi bukan lantaran suaranya dikekang, pendapatnya dibungkam, melainkan karena darah kepenyairannya telah kental, sehingga batinnya bergejolak untuk menulis tragedi di sekitarnya. Selain itu, puisi-puisi perlawanan terkadang juga menjadi slogan, khususnya yang lahir di daerah konflik, dapat membangkitkan semangat perjuangan dan keberanian untuk melawan kezaliman.
Marilah, sejenak kita renungkan puisi Abu Salma, penyair berdarah Palestina berjudul ”Kami Akan Kembali” yang saya petik dari artikel A.Rahim Qahhar, sastrawan Sumatra Utara:
Demi cintaku Palestina, bagaimana aku dapat tidur/ Sedangkan spektrum penyiksaan ada di mataku/ Aku menyucikan dunia dengan namamu/ Dan jika kamu tidak suka biarkan aku keluar/ Aku telah dipelihara perasaan penuh rahasia/ Pada hari-hari yang meluncur berbicara tentang/ Persekongkolan dengan musuh dan teman-teman/. Demi cintaku Palestina!/ Bagaimana aku hidup/ Anda jauh dari dataran dan lautan/ Di kaki gunung yang dicelup dengan darah/ Yang memanggil-manggil diriku/ Dan di cakrawala yang muncul mencelup/ Menangis di pantai memanggil diriku/ Dan aku menangis di telinga waktu/ Aliran pelarian yang memanggil diriku/ Mereka menjadi asing di negeri sendiri.
Sungguh, kita yang hidup di Indonesia, tidak hanya akan diajak merenung oleh pencinta negeri Palestina itu, tetapi kita dapat menikmati diksi demi diksi yang Abu Salma rangkai sedemikian rupa sehingga membuat emosi kita terbawa. Inilah salah satu hal yang mungkin patut kita perhatikan: Puisi adalah puisi yang menyimpan tanda, metafora, dan diksi yang tertata. Inilah yang membedakan puisi dengan berita atau artikel. Kalau puisi protes diramu sedemikian rupa sehingga tidak hanya mengkritik (apalagi menghujat) dengan bahasa skripsi, maka saya kira puisi protes akan tetap mendapat tempat, mendapat apresiasi layak dari publik.
Protes Diri Sendiri
Sebenarnya puisi protes atau kritik bisa diartikan lebih luas lagi, yakni protes dan kritik itu tak melulu ditujukan untuk sesuatu yang berada di luar diri si penyair. Di satu sisi kita patut protes manakala melihat kemungkaran, kebiadaban, ketidakadilan di sekeliling kita, tetapi di sisi lain kita juga mesti protes terhadap diri kita sendiri yang terkadang khilaf atau bahkan telah melakukan dosa dan kesalahan besar. Dan ketika si penyair mengkritik kinerja pemerintah yang amburadul, korup, atau boros, atau mengkritik kebiadaban di sekelilingnya, maka sudah sepantasnya penyair tersebut mengoreksi dirinya sendiri, apakah dirinya telah bersikap baik, jujur, dan hemat dan bijaksana selama ini.
Kita tahu, Nabi menyuruh kita untuk sibuk mencari kesalahan diri sendiri sehingga tidak punya waktu lagi dan hingga tidak punya waktu lagi untuk mencari kesalahan orang lain. Sabda Nabi selalu ada benarnya, sebab ketika seseorang telah memperbaiki dirinya, maka ia akan menjadi teladan bagi orang lain. Ketika kita (selalu berusaha) menjadi pribadi yang baik, maka, tanpa menulis puisi, kita sebenarnya telah berupaya untuk membangun negeri ini ke arah yang lebih baik. Lebih-lebih kalau kita menyempatkan waktu menulis puisi. Bagaimana?
12 April 2010
Dijumput dari: http://jusufan.blogspot.com/2010/04/membincang-puisi-protes.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar