Ahmad Zaini
http://sastra-indonesia.com/
Di bilik rumah sebelah kanan, terdengar suara suamiku mengerang-erang kesakitan. Riuh rendah suaranya terbawa oleh hembusan udara yang memenuhi ruang depan. Rintihan-rintihan itu seakan seperti sembilu yang menyayat-nyayat kalbu. Rasa sakit yang berkepanjangan belum juga sampai ke muara kesembuhan. Pedih rasanya mendengar erangan suami yang menahan rasa sakit di luar kemampuannya.
Suara itu semakin lama semakin keras hingga aku harus berdiri dan beranjak menghampiri suamiku yang masih tergolek di ranjang kamar.Sarung yang membungkus kepalanya perlahan kusingkap, lantas kuusap keringat yang mengucur deras di keningnya. Terasa di telapak tanganku suhu badan suamiku sangat panas. Lalu aku bergegas mencarikan kain kemudian kucelupkan di sebuah ember yang berisi air di samping suamiku. Kening yang mulai berkerut kukompres dengan kain yang sudah kubasahi air. Dengan rasa kasih sayang kuusap perlahan lelehan air mata yang mengalir dari matanya yang agak memerah karena kondisi kesehatannya yang semakin memburuk.
Rasa iba pada suamiku menggelayut dalam pikiranku. Setiap aku bekerja di pasar berjualan kue basah selalu teringat penderitaan yang ia alami sejak penyakitnya kambuh. Sejak ia dipositifkan terkena liver, hampir setiap hari ia berbaring di ranjang. Badannya yang dulu tegap dan gagah mulai ringkih digerogoti penyakit yang tergolong ganas. Dan akhir-akhir ini perutnya semakin membesar. Jangankan untuk berjalan, bangun untuk duduk atau merebahkan tubuhnya kembali harus dibantu.
Kondisi suamiku yang dibekap penyakit seperti itu membangkitkan semangatku bekerja mencari nafkah. Setiap hari aku harus bangun tengah malam untuk membuat kue basah. Saat orang-orang sedang terpulas dalam dengkur, aku sudah bangun melembutkan beras yang kurendam sejak siang hari. Suara antan bertalu-talu menggilas butiran-butiran beras menjadi tepung dalam lesung.
Tanganku yang dulu lembut karena tidak pernah bekerja berat kini tampak kekar seperti kaum pria. Antan setiap tengah malam kuangkat lalu kutumbukkan entah berapa ratus kali hingga beras-beras itu menjadi tepung.
Rasa kantuk tak kuhiraukan. Peluh dingin mengguyur tubuhku yang terbalut kebaya warna kusam kuusir dengan sekedar membuka kancing kebaya bagian atas. Sedikit terasa hembusan angin tengah malam mengusir resa gerah.
Kemudian tungku yang menyala merah dengan jilatan-jilatan api membakar panci, kudiamkan saja hingga masakanku benar-benar matang. Satu persatu kue basah yang baru kuangkat dari panci kutiriskan di tampah agar cepat dingin. Hingga pada akhirnya aku sampai pada pagi yang menjanjikan.
“Pak, aku pamit dulu!” Suamiku tergeragap di tempat duduknya. Lantas ia memberikan isyarat izin kepadaku untuk pergi berjualan kue basah di pasar.
Anak-anakku sudah mulai terbiasa kutinggalkan dalam keadaan tidur. Jika mereka bangun, mereka sudah tidak merengek-rengek memanggilku. Mereka akan pergi ke kamar mandi tanpa harus disuruh atau dibentak-bentak seperti anak-anak pada umumnya. Setelah mandi mereka akan memakai seragam sekolah yang sudah kutaruh di dekat tempat belajarnya lalu sarapan pagi. Dua anak yang masih membutuhkan perhatian orang tua terpaksa harus belajar mandiri karena kesibukanku mencarikan nafkah buat mereka.
***
”Kue, kueeee….! kue, kueee…..!” suaraku beradu dengan suara pedagang-pedang lain yang menawarkan barang dagangan. Di tengah keramian pasar aku relas berdesak-desakkan sambil membawa tampah yang sarat dengan kue basah daganganku. Tangan kekarku selalu mendesak, mendorong orang-orang yang menghimpitku agar daganganku selamat. Sedangkan kedua kakiku selalu berderap seperti kaki-kaki kuda menerjang segala rintangan yang menghadang.
Tanah berlumpur di tengah pasar kuterjang walau lumpur-lumpur itu membalut kaki hingga akan mencapai lutut.
Di tempat yang agak kering aku duduk lalu menjajar kue daganganku di tepi jalan yang selalu dilewati orang. Sambil duduk beralas daun jati yang kutaruh dalam keranjangku, aku sedikit bias bersitirahat melemaskan otot-otot kakiku yang kaku. Kulihat lalu-lalang pedagang dan pengunjung pasar tradisoanal saling berhimpitan. Ia beradu otot untuk saling menyingkirkan agar mereka bisa berjalan ke tujuan. Satu dua orang datang menghampiriku menanyakan harga daganganku. Dengan senang hati mereka kulayani.
”Ini, Bu jajannya,” kataku sambil menyodorkan bungkusan tas kresek berisi jajan kepada seorang ibu yang menggendong anaknya di punggung.
Saat matahari sudah nangkring di langit yang cerah, aku bergegas mengemasi barang daganganku yang tersisa. Sambil berjalan pulang, aku menawarkan daganganku pada orang-orang kampung. Dan syukur Alhamdulillah, saat sampai di rumah daganganku habis.
”Lho, kalian kok sudah pulang?” tanyaku pada anak-anakku.
”Ya, Bu. Aku dan adik disuruh minta uang oleh pak guru katanya kami belum membayar iuran sekolah,” kata anak pertamaku dengan lugas.
”Kok, masih membayar sekolah to? Kalian itu sudah dibayari pemerintah. Jadi sekolahnya gratis,” jelasku pada mereka.
”Ini buktinya!” jawab anak pertamaku sambil menyodorkan surat dari sekolah.
”Oooo, biaya Infaq to…! Kalau begitu, ayo, masuk rumah dulu!” ajakku pada mereka.
Jari-jemariku membuka kepingan uang yang kuletakkan di balik daun pisang yang mengalasi tampah. Kuhitung kepingan-kepingan itu lalu kuberikan pada anak-anakku.
”Terima kasih, Mak!” kata mereka sambil berlari kegirangan kembali ke sekolahnya.
”Buuuuu! Kemari, Buuu!” suara suamiku dari dalam kamar.
Aku melihat suamiku semakin melemah. Ia sepertinya tak kuasa menahan rasa sakit dari perutnya yang bertambah besar. Sebagai seorang istri yang lemah aku hanya dapat menatap penderitaan suamiku yang mengenaskan. Perutnya yang semakin membesar dan mengeras selalu ia pegang sambil merintih kesakitan.
”Ambilkan air, Buuu! Panasss!” keluhnya.
”Sabar, Pak, kuambilkan!”
Saat kukembali dari mengambilkan air, tiba-tiba suamiku tergolek lemas.
Tangannya yang memegang perutnya kuraih dengan perlahan. Ia tak bereaksi.
Waktu kuusap perutnya yang membesar dengan air, juga tak bereaksi. Aku jadi panik. Aku bingung menghadapi kondisi suamiku yang tak berdaya. Saat kutepuk-tepuk pundaknya ia juga diam tak merasakan tepukan tangan kekarku. Aku lantas memanggil Pak Kuslan, tetanggaku. Ia segera datang tergopoh-gopoh untuk memeriksa suamiku.
”Suamimu sudah tiada, Tin!”
”Masya Allah, Bapak……..!” teriakku keras hingga para tetangga yang lain datang ke rumahku.
Sesak dadaku karena larut dalam tangis kehilangan suami yang telah sakit hampir enam bulan kutahan. Air mataku yang sempat membanjiri pipiku segera kuusap dengan gendong yang baru saja kuletakkan di ranjang kamar. Aku berusaha tabah menghadapi cobaan yang selama ini membebani hidupku. Aku harus bisa menerima apa yang telah ditentukan oleh Allah dengan mengambil suamiku yang sangat kucinta. Aku tak mau saat anak-anakku pulang sekolah melihat diriku masih berlinangan air mata. Aku tak ingin mereka bersedih dan meratapi kepergian bapaknya yang mengasihi mereka. Aku harus bisa menjadi ibu yang mengasihi dan melindungi mereka. Aku akan membesarkan mereka hingga mencapai apa yang dicita-citakan. Aku akan berusaha mencarikan jalan kehidupan yang terbaik bagi mereka.
”Ibu….Bapak kenapa?” Aku kaget oleh kedatangan anak-anakku. Aku tergagap menjawab pertanyaan anak sulungku. Aku hanya mampu merangkul keduanya sambil membisikkan kata-kata kematian yang bisa diterima oleh mereka.
Kepeluk dan kubelai rambut yang beraroma orang aring.
”Ikhlaskan kepergian ayah kalian, biar nanti bisa tenang di sisiNya!” bisikku pada anak-anakku.
Menjelang pemakaman kedua anakku diberi kesempatan oleh Pak Modin untuk melihat jasad ayahnya yang terbungkus kain kafan. Mereka lantas berdoa dan memberikan ucapan selamat jalan pada ayahanda tercinta.
Seminggu kemudian, suasana duka dalam keluargaku perlahan mencair oleh kesibukanku sebagai ibu rumah tangga. Aku harus kembali berdagang ke pasar demi masa depan anak-anakku yang masih mentah. Mereka membutuhkan bekal yang banyak untuk mengarungi kehidupan yang semakin ganas. Mereka harus bisa bersekolah walau dengan biaya pas-pasan hasil dari kerjaku berjualan kue basah.
Pada pagi hari saat aku berangkat ke pasar dengan membawa tampah penuh dengan kue basah, ada seseorang yang menghentikan perjalananku. Aku pun berhenti. Eh, ternyata kepala sekolah anak-anakku. Dia memberi kabar kepadaku bahwa anak-anakku mendapatkan beasiswa dari sekolah. Aku menyambut kabar tersebut dengan bersyukur kepada Allah. Aku mengucapkan rasa terima kasih kepada kepala sekolah. Hingga pada akhirnya matahari sudah tak sabar lagi memberikan penerangan bagi jalanku untuk mendidik anak-anakku yang masih belia. (*)
Wanar, 20 April 2010
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Minggu, 09 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar