Wawan Eko Yulianto
http://sastra-indonesia.com/
Pertama adalah sajak-sajak di bawah sub judul “cinta”. Ya, sebenarnya pada bagian ini sajak-sajaknya bukan cuman saja cinta. Mungkin, kalau boleh dikasih sub judul yang lebih merangkul, saya akan menyarankan “otobiografi” karena dari penandaan tingkat sekian kita akan menemukan cukup banyak informasi tentang kedirian si penyair (hehehe… tapi what’s in a subtitle? yang penting bagian itu berisi sajak-sajak yang lahir dari luapan kata hati nan murni yang tanpa kepentingan politik apapun, tak ingin mengungkapkan protes, tak ingin mencari duit, hanya kata hati … dan kebayakan dilandasi cinta, weissss…).
Dari puisi-puisi awal seperti “Tidurlah Cicak”, “Sajak Cicak”, “Boraspati”, kita akan bisa melihat dengan gamblang kalau Saut adalah jenis penyair yang sangat menggemari musikalitas puisi. Sajak pertama dan kedua yang saya sebutkan di atas sangat kentara sekali bermusiknya, kata-kata diulang-ulang dengan nyaman, dsb. meskipun IMHO makna yang ditawarkan tidak terlalu mendalam, kecuali untuk “Sajak Cicak” yang salah tiga barisnya berbunyi “mengapa anjing ribut tadi/menggonggong terus menggonggong/setelah membakar rumahmu”. Saat kali pertama baca sajak ini sih biasa-biasa saja, tapi setelah membaca sajak 1966 (dua versi, Inggris dan Indonesia) di mana salah tiga barisnya berbunyi “anjing-anjing setan gentayangan di jalanan/mendobrak rumah rumah/dan membunuh dan membunuh dan membunuh” saya jadi sadar, seperti yang dibilang di “Sajak Cicak” itu mengacu ke “anjing-anjing yang sama”. Musikalitas ini terasa pada banyak sajak Saut, meskipun tidak semuanya (oh ya, saya pertama kali mencurigai Saut suka musikalitas sajak saat baca esai pembuka “Tradisi dan Bakat Individu” yang dalam sebuah posting di satu milis dikatakannya sebagai kredonya itu, hehehe… esai nyambi kredo,:D ).
Satu hal lagi yang tampak jelas dari sajak-sajak Saut di bagian ini adalah KEBEBASANnya. Ada dua tingkat sih kebebasan dalam sajak-sajaknya: kebebasan di permukaan dan kebebasan di isinya.
Di permukaan, kita bisa jelas melihat betapa Saut dengan sangat bebas dalam menggunakan bahasa. Bahkan dalam sajak-sajak yang berbahasa Indonesia pun, seringkali Saut keceplosan mengeluarkan kata-kata bahasa Inggris. Dari situ, saya mensinyalir bahwa dia melakukannya asal kata itu dia rasa cocok dan bisa mewakili apa yang diinginkannya dan saat tiba-tiba keceplosan menggunakan bahasa Inggris, misalnya, seperti dia melakukannya karena kata yang berbahasa Inggris lebih bisa menghadirkan (bunyi) kata atau imaji (dua hal ini merupakan kegemaran Saut sebagaimana dia sebutkan dalam wawancara proses kreatifnya yang dimuat di majalah Imajio). Berbeda dengan GM (lagi-lagi GM, maklum lah, dia kan musuh politiksastranya bang Saut ini), yang suka membuatkan ejaan Indonesia untuk kata-kata berbahasa Inggris yang ingin dia selundupkan ke sajak-sajaknya (misalkan kata “rekes” atau “mineur” yang kali ini untuk mengepaskan dengan rima, atau kata-kata lain yang seringkali nyelempit di catatan pinggir), Saut lebih suka membiarkan kata-kata itu apa adanya. Lihat saja baris-baris ini: “ah, jangan menangis lagi kau untukku, francis!/do you like basketball, berangere?” atau “’maaf, pak, saya cari bemo saja’/thanks anyway, for my fucked up identity!” atau “menemaniku menyusuri/hangover gang gang Kuta-Legian”, “spring sudah tiba dan jarum kompas. Dan banyak lagi yang lainnya…
Kebebasan di permukaan lainnya adalah kebebasan Saut dalam memilih bentuk sajaknya. Ada kalanya sajak yang tercipta adalah sajak-sajak liris dengan bentuk standar, berrima di tempat-tempat yang semestinya, dst. dsb. Ada kalanya juga sajaknya bermain tipografi (contoh paling ekstrimnya adalah pada sajak “dongeng enggang matahari” [yang ini sangat mengingatkan pada sajak “cat” punya ee cummings] dan “sajak hujan”) di mana selain memberikan bahasa yang memaksa kita mengimajinasikan artinya, ada juga gambar ala kadarnya yang membantu mengarahkan imajinasi kita. Ada juga permainan tipografi yang dipakai tidak dalam keseluruhan sajak, hanya pada saat diinginkan saja, misalnya di sini
“ adalah kelopak mawar merah di atas meja
yang menetes
j
a
t
u
h”
Bisa juga kita temui sajak yang hanya terdiri dari satu kalimat “di kepalaku ada gempa”, tapi diulang-ulang teruuuuuus sampai 83 kali, seperti orang wiridan (sajaknya sendiri adalah doa, “bapa kami yang ada di sorga”), yang pastilah buat publik sastra Indonesia akan mengingatkan “tanah, tanah, tanah, tanah, dst.” dalam Adam Ma’rifat. Selain ini, silakan temukan juga bentuk-bentuk lain: berbentuk dua kolom, berbentuk rata tengah (diformat ctrl+e), atau bait-bait yang menjorok, atau kata-kata yang menjorok, yang mana, menurut saya, sangat dipengaruhi gerak hati si penyair sendiri.
Masih di tingkat permukaan, ada lagi kebebasan Saut mengutil-ngutil kata-kata dari sajak-sajak yang pernah dia baca, sepertinya tanpa pretensi. Mungkin ini hanya tuduhan semata, sementara ini saya baru lihat pada sajak “gondang gaib memukul mukul kelima indraKu” di mana ada “karena para pelacur menolak dibayar dengan sajak sajaknya/karena kemaluannya sendiri o bulan di atas kuburan”. Nah, semua orang kayaknya kenal “bulan di atas kuburan” Sitor yang baru saya sadar juga Situmorang. Atau, cobalah baca ini: “apalah arti sebuah batu/walau nisan/yang, mungkin, kan bertuliskan” yang pada awalnya dari karya sastra tapi sekarang sudah menjadi puisi mati. Atau sajak aku ingin yang, bukannya sendu nan bijak seperti aku inginnya pak Sapardi, malah berbunyi: “aku ingin mencintaiMu dengan membabi buta”. Sepertinya kesadaran sepenuhnya si penyair atas intertekstualitas bisa menjelaskan ini.
Demikian kebebasan permukaan si penyair. Sekarang kebebasan isinya:
Untuk kebebasan ini, sepertinya kita tidak perlu banyak-banyak bicara sebab, saya yakin, kita semua tahu sama tahu seperti apa kebebasan pandangan seorang seniman bohemian. Dia tak terlalu diberati oleh ada tidaknya Tuhan. Lihat saja betapa dia memainkan huruf kapital untuk Mu dan Ku yang, sebagaimana konvensi, hanya digunakan untuk mengacu kepada You-know-who, Dia, Allah, Tuhan. Di sini, saya mensinyalir bahwa yang mendapat kehormatan disebut dengan memakai huruf kapital adalah hal-hal atau orang-orang yang dia puja: kekasih, dirinya sendiri, botol bir, arak bali, dst. Bacalah “sentimentalia sebuah nama” yang diawali dengan baris pertama “selalu aku memberangkatkanMu/dengan puisi dan botol botol bir kosong”, atau “aku ingin kau mencintaiKu dengan membabi buta”, atau “aku tak mau Kau meninggalkanKU”. Ya, di situ ada puja kepada hal-hal lain, tapi tampak juga puja kepada dirinya sendiri. Hmmm…
Selain itu, sangat terasa juga nadanya yang selengekan. Mungkinkah seperti ini syair-syair generasi beat Amerika? Bahasa yang dipakai tak jauh-jauh dari bahasa sehari-hari yang bisa berbunyi kasar ataupun halus. Namun tetap saja, di sana-sini bahasa yang down-to-earth itu memunculkan imaji-imaji touchy seperti “airmata anak anak seperti gelas tumpah/sebuah sapu tangan putih/tak cukup/untuk mengeringkannya”
Keselengekanan Saut ini juga kelihatan dari betapa cueknya dia masukkan kata-kata secara manasuka. Atau, di sini bisa dibilang bahwa Saut percaya sama kejujuran bersajak yang meliputi pemilihan kata-kata. Atau lebih kongkrit lagi, Saut ini bukan model penyair yang repot-repot mencari kata-kata bahasa Melayu untuk menjadikan puisinya (seolah-olah) indah. Tak perlu lagi dia repot-repot menghadirkan kata “lindap” (:D), “sangsai”, “elan” atau apalah kata-kata melayu yang mengesankan kecantikan karena ketidakmudahdipahamiannya itu. Hehehe… Saut santai saja memakai imaji “ketombe yang luruh”, dsj. untuk mengungkapkan isi hatinya. Yah, sepertinya Saut senada dengan Mikael Johani dalam hal kejujuran ekspresi ini: kalau memang sekarang jamannya orang chatting, kenapa pula kita terus-menerus mengambil imaji “ilalang di tengah padang” yang sebenarnya tidak ditemui dalam kehidupan sehari-hari orang Jakarta, atau “masak jaman sekarang imaji-imajinya tetap ‘dahan, kayu, dst’”.
Nah, sementara begitu dulu. Tetap degan semangat yang sama (agak thrilling…dan biar blognya kelihatan diisi tiap hari), saya akan lanjutkan bagian ketiga ngimpi tentang Saut Situmorang. (to be continued…)
have a nice reading… and please consider ethics even in this opensource era…
February 18th, 2008
Sumber: http://berbagi-mimpi.info/2008/02/18/saut-situmorang-ngotobiografi-lewat-puisi-2/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar