Rabu, 21 September 2011

Saut Situmorang: Ngotobiografi Lewat Puisi? (2)

Wawan Eko Yulianto
http://sastra-indonesia.com/

Pertama adalah sajak-sajak di bawah sub judul “cinta”. Ya, sebenarnya pada bagian ini sajak-sajaknya bukan cuman saja cinta. Mungkin, kalau boleh dikasih sub judul yang lebih merangkul, saya akan menyarankan “otobiografi” karena dari penandaan tingkat sekian kita akan menemukan cukup banyak informasi tentang kedirian si penyair (hehehe… tapi what’s in a subtitle? yang penting bagian itu berisi sajak-sajak yang lahir dari luapan kata hati nan murni yang tanpa kepentingan politik apapun, tak ingin mengungkapkan protes, tak ingin mencari duit, hanya kata hati … dan kebayakan dilandasi cinta, weissss…).

Dari puisi-puisi awal seperti “Tidurlah Cicak”, “Sajak Cicak”, “Boraspati”, kita akan bisa melihat dengan gamblang kalau Saut adalah jenis penyair yang sangat menggemari musikalitas puisi. Sajak pertama dan kedua yang saya sebutkan di atas sangat kentara sekali bermusiknya, kata-kata diulang-ulang dengan nyaman, dsb. meskipun IMHO makna yang ditawarkan tidak terlalu mendalam, kecuali untuk “Sajak Cicak” yang salah tiga barisnya berbunyi “mengapa anjing ribut tadi/menggonggong terus menggonggong/setelah membakar rumahmu”. Saat kali pertama baca sajak ini sih biasa-biasa saja, tapi setelah membaca sajak 1966 (dua versi, Inggris dan Indonesia) di mana salah tiga barisnya berbunyi “anjing-anjing setan gentayangan di jalanan/mendobrak rumah rumah/dan membunuh dan membunuh dan membunuh” saya jadi sadar, seperti yang dibilang di “Sajak Cicak” itu mengacu ke “anjing-anjing yang sama”. Musikalitas ini terasa pada banyak sajak Saut, meskipun tidak semuanya (oh ya, saya pertama kali mencurigai Saut suka musikalitas sajak saat baca esai pembuka “Tradisi dan Bakat Individu” yang dalam sebuah posting di satu milis dikatakannya sebagai kredonya itu, hehehe… esai nyambi kredo,:D ).

Satu hal lagi yang tampak jelas dari sajak-sajak Saut di bagian ini adalah KEBEBASANnya. Ada dua tingkat sih kebebasan dalam sajak-sajaknya: kebebasan di permukaan dan kebebasan di isinya.

Di permukaan, kita bisa jelas melihat betapa Saut dengan sangat bebas dalam menggunakan bahasa. Bahkan dalam sajak-sajak yang berbahasa Indonesia pun, seringkali Saut keceplosan mengeluarkan kata-kata bahasa Inggris. Dari situ, saya mensinyalir bahwa dia melakukannya asal kata itu dia rasa cocok dan bisa mewakili apa yang diinginkannya dan saat tiba-tiba keceplosan menggunakan bahasa Inggris, misalnya, seperti dia melakukannya karena kata yang berbahasa Inggris lebih bisa menghadirkan (bunyi) kata atau imaji (dua hal ini merupakan kegemaran Saut sebagaimana dia sebutkan dalam wawancara proses kreatifnya yang dimuat di majalah Imajio). Berbeda dengan GM (lagi-lagi GM, maklum lah, dia kan musuh politiksastranya bang Saut ini), yang suka membuatkan ejaan Indonesia untuk kata-kata berbahasa Inggris yang ingin dia selundupkan ke sajak-sajaknya (misalkan kata “rekes” atau “mineur” yang kali ini untuk mengepaskan dengan rima, atau kata-kata lain yang seringkali nyelempit di catatan pinggir), Saut lebih suka membiarkan kata-kata itu apa adanya. Lihat saja baris-baris ini: “ah, jangan menangis lagi kau untukku, francis!/do you like basketball, berangere?” atau “’maaf, pak, saya cari bemo saja’/thanks anyway, for my fucked up identity!” atau “menemaniku menyusuri/hangover gang gang Kuta-Legian”, “spring sudah tiba dan jarum kompas. Dan banyak lagi yang lainnya…

Kebebasan di permukaan lainnya adalah kebebasan Saut dalam memilih bentuk sajaknya. Ada kalanya sajak yang tercipta adalah sajak-sajak liris dengan bentuk standar, berrima di tempat-tempat yang semestinya, dst. dsb. Ada kalanya juga sajaknya bermain tipografi (contoh paling ekstrimnya adalah pada sajak “dongeng enggang matahari” [yang ini sangat mengingatkan pada sajak “cat” punya ee cummings] dan “sajak hujan”) di mana selain memberikan bahasa yang memaksa kita mengimajinasikan artinya, ada juga gambar ala kadarnya yang membantu mengarahkan imajinasi kita. Ada juga permainan tipografi yang dipakai tidak dalam keseluruhan sajak, hanya pada saat diinginkan saja, misalnya di sini

“ adalah kelopak mawar merah di atas meja
yang menetes
j
a
t
u
h”

Bisa juga kita temui sajak yang hanya terdiri dari satu kalimat “di kepalaku ada gempa”, tapi diulang-ulang teruuuuuus sampai 83 kali, seperti orang wiridan (sajaknya sendiri adalah doa, “bapa kami yang ada di sorga”), yang pastilah buat publik sastra Indonesia akan mengingatkan “tanah, tanah, tanah, tanah, dst.” dalam Adam Ma’rifat. Selain ini, silakan temukan juga bentuk-bentuk lain: berbentuk dua kolom, berbentuk rata tengah (diformat ctrl+e), atau bait-bait yang menjorok, atau kata-kata yang menjorok, yang mana, menurut saya, sangat dipengaruhi gerak hati si penyair sendiri.

Masih di tingkat permukaan, ada lagi kebebasan Saut mengutil-ngutil kata-kata dari sajak-sajak yang pernah dia baca, sepertinya tanpa pretensi. Mungkin ini hanya tuduhan semata, sementara ini saya baru lihat pada sajak “gondang gaib memukul mukul kelima indraKu” di mana ada “karena para pelacur menolak dibayar dengan sajak sajaknya/karena kemaluannya sendiri o bulan di atas kuburan”. Nah, semua orang kayaknya kenal “bulan di atas kuburan” Sitor yang baru saya sadar juga Situmorang. Atau, cobalah baca ini: “apalah arti sebuah batu/walau nisan/yang, mungkin, kan bertuliskan” yang pada awalnya dari karya sastra tapi sekarang sudah menjadi puisi mati. Atau sajak aku ingin yang, bukannya sendu nan bijak seperti aku inginnya pak Sapardi, malah berbunyi: “aku ingin mencintaiMu dengan membabi buta”. Sepertinya kesadaran sepenuhnya si penyair atas intertekstualitas bisa menjelaskan ini.

Demikian kebebasan permukaan si penyair. Sekarang kebebasan isinya:

Untuk kebebasan ini, sepertinya kita tidak perlu banyak-banyak bicara sebab, saya yakin, kita semua tahu sama tahu seperti apa kebebasan pandangan seorang seniman bohemian. Dia tak terlalu diberati oleh ada tidaknya Tuhan. Lihat saja betapa dia memainkan huruf kapital untuk Mu dan Ku yang, sebagaimana konvensi, hanya digunakan untuk mengacu kepada You-know-who, Dia, Allah, Tuhan. Di sini, saya mensinyalir bahwa yang mendapat kehormatan disebut dengan memakai huruf kapital adalah hal-hal atau orang-orang yang dia puja: kekasih, dirinya sendiri, botol bir, arak bali, dst. Bacalah “sentimentalia sebuah nama” yang diawali dengan baris pertama “selalu aku memberangkatkanMu/dengan puisi dan botol botol bir kosong”, atau “aku ingin kau mencintaiKu dengan membabi buta”, atau “aku tak mau Kau meninggalkanKU”. Ya, di situ ada puja kepada hal-hal lain, tapi tampak juga puja kepada dirinya sendiri. Hmmm…

Selain itu, sangat terasa juga nadanya yang selengekan. Mungkinkah seperti ini syair-syair generasi beat Amerika? Bahasa yang dipakai tak jauh-jauh dari bahasa sehari-hari yang bisa berbunyi kasar ataupun halus. Namun tetap saja, di sana-sini bahasa yang down-to-earth itu memunculkan imaji-imaji touchy seperti “airmata anak anak seperti gelas tumpah/sebuah sapu tangan putih/tak cukup/untuk mengeringkannya”

Keselengekanan Saut ini juga kelihatan dari betapa cueknya dia masukkan kata-kata secara manasuka. Atau, di sini bisa dibilang bahwa Saut percaya sama kejujuran bersajak yang meliputi pemilihan kata-kata. Atau lebih kongkrit lagi, Saut ini bukan model penyair yang repot-repot mencari kata-kata bahasa Melayu untuk menjadikan puisinya (seolah-olah) indah. Tak perlu lagi dia repot-repot menghadirkan kata “lindap” (:D), “sangsai”, “elan” atau apalah kata-kata melayu yang mengesankan kecantikan karena ketidakmudahdipahamiannya itu. Hehehe… Saut santai saja memakai imaji “ketombe yang luruh”, dsj. untuk mengungkapkan isi hatinya. Yah, sepertinya Saut senada dengan Mikael Johani dalam hal kejujuran ekspresi ini: kalau memang sekarang jamannya orang chatting, kenapa pula kita terus-menerus mengambil imaji “ilalang di tengah padang” yang sebenarnya tidak ditemui dalam kehidupan sehari-hari orang Jakarta, atau “masak jaman sekarang imaji-imajinya tetap ‘dahan, kayu, dst’”.

Nah, sementara begitu dulu. Tetap degan semangat yang sama (agak thrilling…dan biar blognya kelihatan diisi tiap hari), saya akan lanjutkan bagian ketiga ngimpi tentang Saut Situmorang. (to be continued…)
have a nice reading… and please consider ethics even in this opensource era…

February 18th, 2008
Sumber: http://berbagi-mimpi.info/2008/02/18/saut-situmorang-ngotobiografi-lewat-puisi-2/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae