Rabu, 03 Agustus 2011

Samuel Beckett: Oh, Calcutta! (Menunggu Godot dan Hadiah Nobel)

Nelson Alwi
Riau Pos, 24 Juli 2011

DI atas panggung orang-orang yang nyaris bertelanjang berbaur dengan tumpukan-tumpukan sampah yang membusuk. Penonton terkesima, hening dalam pesona magis ketemaraman (pen)cahaya(an). Keheningan itu kemudian berkembang, menegangkan, dipuntal dinamika ilustrasi serta sorot lampu yang kian dan semakin benderang. Mendadak, suasana pun jadi mencekam, sayup-sayup terdengar sipongang teriakan dan tangisan. Sesudah itu hening kembali, diam. Penonton menarik dan mengembuskan napas dengan desahan panjang, lantas, serempak memberikan applause.

Alinea di atas disarikan dari uraian pementasan berdurasi 35 detik (Deirdre Beir: 1980), sebuah prolog ciptaan Samuel Beckett, yang dia sumbangkan untuk produksi Musical Broadway: Oh, Calcutta! Adegan singkat yang disebut playlet ini merupakan testimony (dan) pandangan pribadi Samuel Beckett menyangkut kecentangperenangan dunia yang didiami umat manusia —suatu kehidupan yang memuakkan, di mana orang-orang menyaksikan istana-istana yang seronok tak ubahnya seperti tempat abu dan sampah.

Orang bilang bahwa Samuel Beckett, dramawan yang selalu tampak murung melankolis, secara habis-habisan telah menuangkan buah pikiran serta segenap potensi yang dimilikinya ke dalam kesadaran literatur modern. Untuk prestasinya yang luar biasa itu, penulis asal Irlandia yang lahir di Foxrock dekat Dublin pada tahun 1906 itu, dianugerahi Akademi Swedia Hadiah Nobel Sastra 1969.

Para kritisi dikabarkan merasa sangat puas (A History of France Literature: 1988). Sekaitan ini, seorang wartawan Perancis memberikan komentar, “Biasanya hadiah prestisius yang dihormati seluruh dunia itu seolah hanya untuk dipergilirkan. Akan tetapi Beckett, yang menulis dalam bahasa Perancis, telah membuktikan keunggulannya dalam menghayati kehidupan umat manusia. Satu-satunya saingan berat yang harus dihadapi Beckett adalah Andre Malraux, penulis Perancis yang terkenal dengan buku Mans Fate. Namun Beckett berhasil menarik simpati kedelapan-belas (dewan) juri, dengan demikian jatuhlah hadiah sebesar 73.000 dolar ke pelukannya.”

Di antara rekomendasi dan pernyataan dewan juri terselip kalimat: “Beckett berhasil menuangkan tragedi (ke)hidup(an) manusia zaman kita, yang sarat kepedihan, ke dalam drama baru yang berperan besar menunjang tumbuh-kembangnya kesusastraan.” Selain itu disebutkan, kecemerlangan puitiknya menonjol dan mampu menganalisa kesiasiaan umat manusia yang, secara mengejutkan dia belokkan menjadi semacam keberuntungan. Sementara nada ciptaannya yang tenang dan mengandung pengertian yang mendalam menjadi pemicu pembebas bagi mereka yang tertekan di samping berperan menghibur mereka yang dirundung duka.

Balik ke masa mudanya, hampir tak ada yang mengira kalau Beckett akan dapat mencapai sukses yang gilang-gemilang. Ketika pemuda Irlandia yang jangkung kurus itu tiba di Paris pada tahun 1920-an, dia, laiknya penulis yang berasal dari lingkungan kelompok seniman yang tersingkir(kan). Seakan tidak ada kemungkinan baginya untuk meraih kesempatan buat mempublikasikan karya-karyanya, baik sajak maupun novel (A Biography of Samuel Beckett: 1980).

Poggy Guggenheim, penerbit merangkap kolektor karya seni, mengatakan bahwa Beckett adalah seorang penulis yang (pe)murung, bukan seorang intelektual sejati. Senada dengan penglihatan Poggy, kawan-kawan dekatnya pun mengenal Beckett sebagai sosok yang suka menyendiri.

Kendati demikian, tatkala dunia dilanda duka dan derita —tahun-tahun menjelang Perang Dunia II— Beckett mulai menulis secara bersungguh-sungguh. Baginya, momen-momen bernilai sejarah kemanusiaan itu sangat penting artinya. Stylenya yang eliptis alias singkat tegas dan terus terang mengusung diksi yang memejalkan soliditas (peng)ekspresi(an) dan asides (dialog yang diucapkan oleh aktor untuk dirinya sendiri —bisikan) yang penuh misteri dan teka-teki. Dialog inilah konon yang menjadi kendaraan Beckett menuju kebenaran kemanusiaan, yang menggiring dia ke level sastrawan paling bermartabat di seantero jagat.

“Mari kita tunjukkan, walaupun cuma sekali, derita jahanam yang ditakdirkan secara kejam merayap dan menggerogoti hidup kita,” kata salah seorang pelaku dalam karya-dramanya yang paling masyhur, Menunggu Godot. Kalimat tersebut, sudah barang tentu merupakan bisikan hati Beckett sendiri. “Saya hidup liar dalam rimba yang gelap, tak menentu selama 20 tahun. Segalanya berakhir ketika ‘Godot’ menjelma menarik perhatian saya untuk pelaku utama karya-karya saya,” ujar Samuel Beckett pula.

Tetapi ketika “Godot” (En attendant Godot) dipentaskan di Paris pada tahun 1953, muncul tanggapan kontroversial. “Tidak menarik, dan membingungkan,” gerutu beberapa pengamat menyetujui pendapat penonton. Meski begitu, sejumlah pakar maupun kritikus (ke)seni(an) tetap mengotot, mengklaim bahwa drama itu merupakan sebuah masterpiece. Toh, akhirnya (naskah) En attendant Godot —alias Waiting for Godot, yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi Menunggu Godot— dipandang sebagai karya klasik dalam (per)teater(an) modern, diakui dan diterima secara bulat, melebihi keterkenalan karya-karya Beckett yang lain, seperti Endagme, Krapp’s Last Tape atau Happy Days.

Beckett sendiri tidak ambil pusing apakah karya-karyanya akan dihargai atau dibuang orang ke comberan. Kecuali itu, dia juga selalu menolak untuk membicarakannya. Dia tidak mau diganggu oleh hal-hal yang menurutnya tidak relevan alias kurang berkenan di hatinya. Demikian bergairah dia memanjakan privacynya, sehingga dia meninggalkan apartemennya di Paris ketika mendengar dirinya telah dinobatkan sebagai pemenang Nobel Sastra. Setelah sekian lama dan bersusah-payah mencari barulah orang-orang menemukannya di Nabeul, Tunisia.

“Kalau para ahli di Swedia telah memilih saya untuk menerima hadiah itu, apa boleh buat. Terserah sajalah…,” kata Beckett ringan. Sambutan Beckett benar-benar sejiwa dengan asides-nya dan, mengingatkan orang pada bagian akhir Waiting for Godot atawa Menunggu Godot.

Vladimir: Well! Shall we go? (Kita pergi, sekarang?).
Estragon: Yes, let’s go (Boleh saja).
Tetapi mereka tidak beranjak dari tempatnya. Sampai layar diturunkan.

Dan, Samuel Beckett yang pernah mengajar di Ecole Normale Superieure dan menjadi sekretaris pengarang James Joyce itu, meninggal di Paris pada tahun 1989.***

Nelson Alwi, menulis esai sastra dan budaya, tinggal di Padang.
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2011/07/samuel-beckett-oh-calcutta-menunggu.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae