Kamis, 09 Juni 2011

Surat Terbuka untuk M Fadjroel Rachman Dkk

Kuswaidi Syafi’ie*
Media Indonesia, 19 Agust 2007

DI dalam tulisanmu yang berjudul ‘Membela Manusia, Merayakan Kebebasan’ (Media Indonesia, 29 Juli 2007), Anda mengandaikan tidak ada tujuan dan ukuran apa pun di luar kehidupan manusia dan kemanusiaan. Saya pun jauh-jauh hari sudah memahami ungkapan demikian, tepatnya 20 tahun yang silam ketika saya mempelajari kitab Manthiq di sebuah pesantren. Adagium Al-insanu miqyasu kulli syayin dikumandangkan dengan lantang oleh filsafat subjektivisme.

Akan tetapi, adagium tersebut bukanlah tanpa masalah. Terutama ketika coba diejawantahkan di tengah gelanggang hidup yang gaduh dan majemuk. Karena, setiap varian humanitas terdiri dari sekian asas yang tidak sama, terdiri dari sekian ideologi yang tidak bisa ditekuk menjadi tunggal, dan terdiri dari sekian iman yang jelas tidak seragam. Semua itu menuntut implementasinya masing-masing untuk senantiasa menjadi (becoming) dan menjadi ada (to being) secara ontologis di atas gerbong hidup yang terus berlari.

Jika demikian adanya, lantas ukuran kemanusiaan universal macam apa yang akan diterapkan dalam kehidupan sastra dan kebudayaan Anda? Bahkan, judul tulisanmu yang seolah dengan tandas mengisyaratkan pembelaan terhadap manusia itu pun menjadi masygul dan rancu.

Mungkin Anda akan mengajukan seutas jawaban sebagaimana kalimat klise yang tertera dalam Memo Indonesia dengan Anda yang terlibat sebagai penggagasnya. ‘Hukum dan demokrasi adalah tempat kami mengembalikan segala keberbedaan’. Akan tetapi, bukankah sedari awal sudah dimaklumi, bahkan oleh orang yang paling jahil sekalipun, apa yang disebut sebagai hukum itu pada akhirnya merupakan pagar bahkan sering kali berwajah seram terhadap kebebasan yang Anda (dan kawan-kawan Anda yang lain) kibarkan dalam Memo Indonesia? Konkretnya, kebebasan yang Anda maksud bukanlah betul-betul kebebasan, melainkan semu belaka.

Maka itu jelas pada dataran filsafat logika, kalimat-kalimat yang terpacak dengan kaku dalam Memo Indonesia itu sesungguhnya mengalami kekacauan pada kawasan logic of meaning.

Lantas perkara idiom demokrasi yang juga Anda sebut dalam Memo Indonesia itu. Tidakkah Anda sadar demokrasi itu sebenarnya senantiasa menagih dan menelan jenis korbannya sendiri? Di tengah pusaran dan beliung demokrasi, segala ihwal yang minoritas dan ganjil mesti bersedia (baik dengan sukarela maupun terpaksa) untuk menyingkir dan tersisih dari gemuruh sosial yang menempuh jalur ‘konsensusnya’ sendiri itu.

Karena dengan berpegang kepada demokrasi, tentu semestinya Anda dan kawan-kawan Anda yang terlibat dalam pembuatan Memo Indonesia itu bersedia untuk tidak gusar ketika menerima getahnya.

Konsensus Moral

Akan tetapi, Anda dan kawan-kawan Anda ternyata tidak sanggup me-legowo-kan diri untuk menerima gelombang demokrasi yang melanda pikiran dan jiwa Anda, lain di ‘mulut’, lain pula di tindakan. Hipokrisi Anda dan kawan-kawan Anda itu betul-betul menjadi kentara ketika atas nama masyarakat luas yang masih teguh berpegang pada keagungan dan kemuliaan moral di tengah kehidupan sosial, Taufiq Ismail merisaukan adanya ‘gelombang syahwat merdeka’ yang menerpa sebagian generasi kita hari ini.

Termasuk menyeruduk sebagian kecil sastrawan di negeri ini yang menulis puisi, cerpen, dan novel, yang menurut istilah Taufiq Ismail dalam orasi kebudayaannya (gerakan syahwat merdeka), yang disampaikan di depan para mahasiswa Akademi Jakarta 2006 silam. Ia mengatakan, “Sudah mendekati VCD/DVD porno tertulis.” Suara Taufiq Ismail dalam orasinya itu adalah suara setiap orang tua yang tidak mau menyaksikan anak dan cucunya tergilas oleh deru seks bebas, terjerat oleh situs porno, kecanduan film-film biru, dan seabrek lagi tindakan yang sungguh memalukan. Suara Taufiq Ismail dalam orasinya itu tidak lain adalah suara setiap nurani yang bersih, suara setiap pikiran yang sehat, suara setiap jiwa yang terjaga, dan suara setiap sukma yang menyala.

Mungkin itulah sebabnya, di mailist, kita setiap saat bisa menyaksikan barisan orang-orang yang rela berbondong-bondong meletakkan diri di ‘belakang Taufiq Ismail.’ Walaupun tentu saja jumlah yang menumpuk tidak mesti identik dengan kebenaran. Orang-orang itulah yang, meskipun di antara mereka ada yang merasa dirinya bobrok, masih sanggup untuk memilah barang-barang berharga di antara serakan sampah.

Pembelokan substansi

Sungguh saya mengakui terus terang Anda dan kawan-kawan Anda (Hudan Hidayat, Mariana Amiruddin, dan Rocky Gerung) betul-betul ‘cerdik’ dalam memanfaatkan kebesaran Taufiq Ismail dan peluang media massa, terutama koran.

Secara tidak persis sama, jurus yang Anda gunakan adalah jurus layang-layang. Anda dengan sengaja dan sekuat tenaga menantang angin supaya Anda sendiri ‘mengangkasa’. Akan tetapi, setiap orang yang pernah mempelajari urut-urutan dan hierarki logika pasti betul-betul paham apa yang Anda (dan kawan-kawan) terapkan itu sungguh merupakan pembelokan substansi secara terang-terangan dari orasi kebudayaan Taufiq Ismail itu.

Taufiq Ismail menumpahkan kerisauannya terhadap moralitas yang ambrol dan dekil, akan tetapi Anda malah melenguh dengan geram bahwa apa yang disampaikannya itu adalah penghujatan terhadap kebebasan sekelompok sastrawan. Taufiq Ismail mengekspresikan tanggung jawabnya yang getir demi tegaknya kemaslahatan sosial, akan tetapi Anda malah berteriak dengan lantang bahwa hal itu adalah pembelengguan dan pemasungan kreativitas.

Taufiq Ismail ingin menandaskan dengan konkret, sebagaimana dulu Immanuel Kant (1724-1804) menyatakan, “Langit sedemikian tak terperi di atasku dan hukum moral melengking dalam jiwaku.” Namun, Anda malah menuding hal itu tak lebih dari ekspresi paham keagamaan yang konservatif.

Adanya upaya pembelokan substansial seperti itu mengandaikan Anda dan kawan-kawan Anda itu sesungguhnya tidaklah (belum?) sanggup membuktikan diri sebagai sastrawan-sastrawan terhormat yang ditopang karya-karya besar sebagai puncak-puncak prestasi dalam kancah kesusastraan. Anda tidak sanggup menginvestigasi dengan tekun dan mendalam untuk melahirkan karya-karya sastra yang sanggup menyodorkan inspirasi bagi lahirnya perubahan paradigmatik dan kesadaran baru yang lebih mulia di kalangan para pembaca. Karena itu, untuk ‘meninggi’z Anda memerlukan teknik dan jurus lain di luar gorong-gorong karya sastra melalui sejumlah intrik dan friksi yang nista.

Melampaui tubuh

Kalau Anda mencermati dengan seksama, apa yang diteriaki Taufiq Ismail dalam orasi kebudayaannya itu sesungguhnya bukanlah perkara kelamin dan selangkangan secara an sich. Karena, toh keduanya merupakan ‘benda-benda’ alami yang mewakili impuls-impuls yang dimiliki setiap manusia. Keduanya bisa bergerak dan berubah pada kebaikan atau keburukan.

Yang menjadi masalah krusial bagi Taufiq Ismail adalah kenapa dua ‘benda’ yang sensitif itu tidak diolah secara matang dan mendalam di dalam beberapa karya sastra yang dilahirkan sebagian penulis negeri ini.

Karena itu, penyajian kedua ‘benda’ tersebut tidak sanggup memancing munculnya impresi apa pun selain gambar yang jorok dan menjijikkan.

Di dalam wacana dan khazanah kesusastraan kaum sufi, anggota-anggota tubuh manusia yang dianggap tabu oleh publik untuk dicelotehkan itu ternyata dieksplorasi sedemikian rupa demi melahirkan telaga makna yang jauh melampaui ketubuhan itu sendiri. Dalam bahasa Coleman Barks, momen-momen memalukan terkait dengan seks, ereksi, dan keloyoan tiba-tiba sehabis sanggama, dorongan kelentit yang tidak kenal batas, bisikan bejat untuk menyetubuhi pasangan orang lain, semua itu, tak lain dijadikan lensa untuk meneropong pertumbuhan rohani di kalangan kaum salik. Karena itu, yang terkesan bukan joroknya, tapi iktibar spiritual yang sublim dan menggetarkan.

Karena itu, bukanlah merupakan sesuatu yang mengherankan kalau seorang pelukis Belanda Hieronymus Bosch (1450-1516) sampai betul-betul ‘keranjingan’ pada puisi Jalaluddin Rumi yang porno sekaligus sufistik, Pentingnya Keterampilan Labu.

Puisi yang termaktub dalam Al-Matsnawi jilid V itu (saya membaca versi Arabnya), menggambarkan perihal seorang babu yang mempunyai seekor keledai yang terampil memberikan servis layaknya laki-laki perkasa. Dari sebuah labu, si babu meraut pengapit yang pas untuk zakar si keledai agar penis keledai itu tak masuk terlalu dalam padanya. Hal itu dirancang untuk menuntaskan berahinya.

Ketika si babu bersetubuh dengan keledai itu, sang nyonya rumah mengintipnya lewat celah pintu. Ia melihat zakar mengagumkan dan kenikmatan si babu yang menelentang di bawah keledainya. Sontak, nyonya rumah mengetuk pintu dan memanggil si babu keluar untuk suatu urusan yang lama dan ruwet.

Si babu membatin, “Oh nyonyaku, mestinya kau tak menyuruh pergi ahlinya. Saat kau awali perbuatan tanpa ilmu yang utuh, kau gadaikan hidupmu. Kau malu bertanya perihal labu itu, padahal kiat itu tak kau kuasai.” Hingga akhirnya si nyonya mati diseruduk penis keledai.

Rumi kemudian menukasi puisinya dengan menulis, ‘Pembaca, jangan korbankan dirimu/ untuk kebinatanganmu!/ Jika kau mati demi kenikmatan tubuh/ Kau hanya seperti perempuan di lantai itu/ Ia gambaran dari perangai yang berlebih-lebihan’.

Fadjroel, nuansa porno yang sedemikian kuat mendorong transendensi itu ternyata tak kutemukan di dalam karya-karya sastra yang ditulis kawan-kawanmu. Tidak di Kuda Ranjang, tidak pula di Tuan dan Nyonya Kosong.

* Kuswaidi Syafi’ie, dosen tasawuf di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/08/sastra-surat-terbuka-untuk-m-fadjroel.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae