Selasa, 17 Mei 2011

Menunggu Ijah Pulang

Edy Firmansyah
http://annida-online.com/

Sebelum duduk kembali di bangku ruang tunggu penumpang usai buang air kecil, Kasim sempat melirik jam dinding bulat bergambar kereta api yang dipaku di dinding bagian atas, dekat langit-langit. Pukul sembilan kurang lima belas menit.

”Ah, lima belas menit lagi,” batinnya. Kasim menghempaskan lagi pantatnya di kursi besi panjang yang sudah dipadati setidaknya delapan orang. Ia membayangkan lagi sebuah pertemuan yang mengharukan. Istrinya, Ijah, yang hampir dua tahun bekerja jadi pembantu di Jakarta akan keluar dari salah satu pintu kereta eksekutif dengan barang bawaan yang banyak. Ia kemudian melompat dari kursi besi itu, berlari menghampiri istrinya lalu memeluknya erat-erat.

“Orang-orang boleh iri. Boleh bergunjing apa saja, tapi ijah istriku. Aku rindu padanya. Aku punya hak memeluknya di stasiun ini,” batinnya lagi.

Sengaja memang Kasim tak mengabarkan perihal kepulangan Ijah malam ini pada sanak keluarganya. Ia juga mewanti-wanti Tutik, orang yang memberi tahu Kasim perihal kepulangan Ijah agar tidak bercerita kepada tetangga lainnya, termasuk kepada mertuanya kabar gembira itu. Tutik adalah tetangganya yang juga bekerja jadi PRT di Jakarta yang kebetulan rumah majikannya tak terlalu jauh dengan tempat Ijah bekerja.

Kasim tak mau kejadian lima tahun lalu terjadi lagi. Waktu itu, begitu mendengar Sumirah, istri pertamanya yang juga kakak Ijah akan pulang dari negeri jiran tempatnya bekerja dari TKW, Kasim langsung girang. Ia cerita pada tetangga dan sanak keluarganya. Ia juga pinjam uang untuk acara selamatan menyambut kedatangan Sumirah. Tapi yang pulang apa? Sumirah pulang tinggal jasad. Yang dikirim ke kampung mayatnya yang disemayamkan dalam peti mati berukir naga kembar. Soal kematian Sumirah juga gelap. Desas-desus mengatakan Sumirah mati kerena disiksa majikannya di Malaysia. Kabar angin lainnya, Sumirah mati setelah diperkosa majikannya. Ia tak kuat menanggung aib. Tak tahu mana yang benar. Yang jelas Sumirah pulang tinggal jasad. Sebagian besar tubuhnya lebam-lebam ketika hendak dimakamkan. Tak ada yang bertanggung jawab. Yang Ada hanya ucapan turut berduka cita dari perusahaan pengirim TKW tempat Sumirah jadi anggota. Dan uang santunan satu juta rupiah. Ya..ya..ya..nyawa Sumirah hanya dihargai dua juta. Dan jadilah kemudian acara selamatan yang akan digelar berubah menjadi tahlilan.

“Sudahlah, Sim, jangan izinkan lagi si Ijah jika ingin kerja jadi TKW,” begitu pesan Amat, karib Kasim usai prosesi pernikahan Kasim dan Ijah, adik Sumirah.

Kasim sebenarnya setuju dengan pendapat Amat. Apalagi tiap kali mendengar berita teve tentang buruh migran yang kebanyakan bernasib sama dengan Sumirah. Mati mendadak dan tidak lumrah. Pulang ke kampung tinggal nama. Tapi siapa yang membiayai anak-anak sekolah jika tak kerja? Sebentar lalu si Lukman, anak sulung Kasim, masuk SMP. Sedangkan si Mirah juga akan masuk SD. Dan semua tahu biaya masuk sekolah mahal. Siapa yang bayar jika tiba-tiba keluarga sakit? Mengandalkan gaji buruh tani dia yang sehari hanya 15 ribu rupiah jelas tidak mungkin. Itulah mengapa ketika Ijah, seperti halnya Sumirah, merengek-rengek ingin kerja Kasim tak bisa apa-apa. Yang dilakukan hanya mengangguk pasrah.

Untunglah Ijah tak memilih jadi TKW. Ia hanya mengadu nasib ke Jakarta. Jadi babu di sana. “Dua atau tiga tahun kang. Setelah itu aku pulang,” begitu janji Ijah. Ijah pun berangkatlah. Barangkali nasib Ijah lebih mujur dari Sumirah. Tiap bulan Ijah rutin kirim uang hasil kerjanya. 300 ribu rupiah per bulan. Kadang-kadang lebih. Dan malam mini Ijah menepati janjinya. Malam ini Ijah akan kembali ke pelukannya setelah hampir dua tahun berpisah. Dulu di stasiun ini Kasim melepas kepergian Ijah. Kini di stasiun ini pula Kasim akan menyambutnya. Melalui Tutik, tetangga satu kampung yang juga jadi babu di Jakarta , ia titipkan kabar itu. Tak lupa Ijah menitipkan uang pada Tutik sebesar 500 ribu rupiah.

“Apakah Ijah baik-baik saja, Tik?” tanya Kasim kepada Titik ketika mengabarkan rencana kepulangan Ijah.

“Sepertinya majikannya baik. Aku tak tahu pasti, Kang. Hanya tiga kali aku ketemu waktu belanja di pasar. Tapi Ijah tambah gemuk, Kang.”

“Syukurlah.”

Terdengar lagi pemberitahuan dari pengeras suara bahwa Kereta Api Pegasus adalah kereta api eksekutif terakhir yang akan tiba malam ini. Orang-orang terus memadati stasiun. Pedagang rokok dan tukang semir sepatu berseliweran menawarkan jasa menghampiri satu per satu orang yang menunggu kereta tiba. Ruang tunggu penumpang hiruk pikuk. Kasim menegakkan lagi badannya, memperbaiki cara duduknya yang sudah menggelayut ditarik kantuk.

Seperti apa wajahmu sekarang, Ijah? Masih cantikkah engkau meski kata Tutik sudah tambah gemuk? Apakah karena selalu makan enak di Jakarta dengan majikan yang baik? Ataukah sebenarnya kau tambah kurus karena direndam rindu pulang kampung? Tidakkah kau rindu padaku Ijah? Aku kangen…aku kangen…jangan berangkat lagi ke Jakarta, Ijah.

Kasim melirik lagi jam dinding bulat bergambar kereta api yang dipaku di dinding bagian atas, dekat langit-langit. Pukul sepuluh.

“Kereta terlambat lagi,” batin Kasim. Padahal dada Kasim terus-menerus berdegup kencang seperti orang jantungan membayangkan pertemuan pertamanya setelah dua tahun tak bersua dengan istrinya. Dibayangkan lagi ketika sebentar lagi ia akan melompat dari kursi besi itu begitu melihat Ijah keluar dari pintu kereta, berlari menghampiri isitrinya lalu memeluknya erat-erat.

“Oh, betapa menyakitkan sebuah penantian,” begitu batin Kasim.

“Sudahlah. Cukup kali ini saja, Ijah. Lelah dua tahun aku dan anak-anak menunggumu. Selalu berdoa agar kau mendapatkan majikan yang baik. Tidak disiksa-siksa seperti kebanyakan babu. Setelah ini tak perlu berangkat lagi. Buka warung saja. Aku masih simpan beberapa ratus uang kirimanmu itu.”

Tiba-tiba suara klakson kereta api terdengar dari kejauhan. Bising dan menyayat-nyayat. Suara perempuan dari pengeras suara kembali terdengar: “Kereta Pegasus akan tiba. Periksa sekali lagi barang bawaan Anda sebelum meninggalkan stasiun. Hati-hati copet.”

Tak sampai lima menit kereta sudah merapat di stasiun. Kasim berdiri dari duduknya. Orang-orang juga. Berkerumun di depan pintu kereta yang masih tertutup.

Beberapa saat kemudian pintu-pintu dari gerbong kereta terbuka. Satu per satu para penumpang keluar. Beberapa di antaranya disambut dengan pelukan. Beberapa yang lain pergi entah ke mana dengan sopir taksi. Kasim masih berdiri di antara kerumuman orang-orang yang mulai berkurang. Namun Ijah tak juga muncul dari pintu kereta hingga penumpang terakhir.

“Oh, Ijah, di manakah kau, Ijah...?”

Kasim memberanikan bertanya pada petugas adakah kereta lain yang akan tiba.

“Ada Kereta Eksekutif Mawar, tapi besok jam lima pagi,” ujar petugas.

Kasim kembali ke tempat duduknya semula. Ruangan sudah sepi. Yang tinggal hanya anak-anak jalanan, pedagang rokok, dan pengemis yang tertidur di lantai dingin beralaskan koran. Diliriknya lagi jam dinding bulat bergambar kereta api yang dipaku di dinding bagian atas, dekat langit-langit. Pukul sebelas.

“Di manakah kau, Ijah, di manakah kau?”

Di sebuah ruangan gelap dengan cahaya bulan di dekat stasiun di ibukota, Ijah terkapar di atas lincak (kursi panjang dari bambu). Pingsan. Pakaiannya koyak. Kemaluannya berdarah.

“Mantap, Bos! Wanita muda, hamil tua pula,” kata salah seorang sambil memandangi Ijah.

“Ayo pergi! Jangan lupa, bawa barang-barangnya siapa tahu ada yang berharga buat kita bikin pesta.”

“Beres, Bos!” Diambilnya tas Ijah yang diletakkan di bawah lincak. Orang itu kembali mendekati wajah Ijah yang sayu. Kemudian dicium bibirnya. Setelah itu ia menyusul bos-nya dengan senyum kemenangan, meninggalkan ruangan gelap dengan pendar cahaya bulan sebagai penerangan. Ijah masih terkapar. Wajahnya dipendari sinar bulan.

Kasim masih menunggu dengan kesetiaan yang cemas. Ia menata lagi kesabarannya lagi. Menunggu kereta eksekutif yang akan tiba dini hari nanti. Stasiun sudah sepi. Yang tinggal hanya suara dengkur dan deru angin malam yang gigil.

”Ijah, di manakah kau, Ijah? Aku rindu, Ijah.” Kasim terus menunggu dengan kesetiaan yang cemas.

Dengan tertatih-tatih dan menahan sakit yang sangat, Ijah berjalan menuju stasiun yang jaraknya sepelemparan batu dengan tempatnya pingsan tadi. Ijah sadar, hidupnya kini terasa hancur berkeping-keping, tapi Ijah tak mau mengingkari janji. Hari ini ia harus pulang ke kampung, menemui suami dan anak-anaknya sebagaimana janjinya ketika berangkat dahulu. Ia tak mau mengecewakan keluarganya. Ijah tak peduli meski pulang berbadan dua karena dihamili majikannya. Ijah juga tk peduli meski pulang dengan aib yang menggumpal karena diperkosa dan harta hasil ia menabung dua tahun dirampok orang tanpa barang bawaan. Bagi Ijah janji adalah utang. Dan Ijah kembali menunggu kereta api pagi yang akan membawanya pulang.

Sumber: http://annida-online.com/artikel-1803-menunggu-ijah-pulang.html
http://annida-online.com/media.php?module=detailartikel&id=1803&page=2
http://annida-online.com/media.php?module=detailartikel&id=1803&page=3

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae