Edy Firmansyah
http://annida-online.com/
Sebelum duduk kembali di bangku ruang tunggu penumpang usai buang air kecil, Kasim sempat melirik jam dinding bulat bergambar kereta api yang dipaku di dinding bagian atas, dekat langit-langit. Pukul sembilan kurang lima belas menit.
”Ah, lima belas menit lagi,” batinnya. Kasim menghempaskan lagi pantatnya di kursi besi panjang yang sudah dipadati setidaknya delapan orang. Ia membayangkan lagi sebuah pertemuan yang mengharukan. Istrinya, Ijah, yang hampir dua tahun bekerja jadi pembantu di Jakarta akan keluar dari salah satu pintu kereta eksekutif dengan barang bawaan yang banyak. Ia kemudian melompat dari kursi besi itu, berlari menghampiri istrinya lalu memeluknya erat-erat.
“Orang-orang boleh iri. Boleh bergunjing apa saja, tapi ijah istriku. Aku rindu padanya. Aku punya hak memeluknya di stasiun ini,” batinnya lagi.
Sengaja memang Kasim tak mengabarkan perihal kepulangan Ijah malam ini pada sanak keluarganya. Ia juga mewanti-wanti Tutik, orang yang memberi tahu Kasim perihal kepulangan Ijah agar tidak bercerita kepada tetangga lainnya, termasuk kepada mertuanya kabar gembira itu. Tutik adalah tetangganya yang juga bekerja jadi PRT di Jakarta yang kebetulan rumah majikannya tak terlalu jauh dengan tempat Ijah bekerja.
Kasim tak mau kejadian lima tahun lalu terjadi lagi. Waktu itu, begitu mendengar Sumirah, istri pertamanya yang juga kakak Ijah akan pulang dari negeri jiran tempatnya bekerja dari TKW, Kasim langsung girang. Ia cerita pada tetangga dan sanak keluarganya. Ia juga pinjam uang untuk acara selamatan menyambut kedatangan Sumirah. Tapi yang pulang apa? Sumirah pulang tinggal jasad. Yang dikirim ke kampung mayatnya yang disemayamkan dalam peti mati berukir naga kembar. Soal kematian Sumirah juga gelap. Desas-desus mengatakan Sumirah mati kerena disiksa majikannya di Malaysia. Kabar angin lainnya, Sumirah mati setelah diperkosa majikannya. Ia tak kuat menanggung aib. Tak tahu mana yang benar. Yang jelas Sumirah pulang tinggal jasad. Sebagian besar tubuhnya lebam-lebam ketika hendak dimakamkan. Tak ada yang bertanggung jawab. Yang Ada hanya ucapan turut berduka cita dari perusahaan pengirim TKW tempat Sumirah jadi anggota. Dan uang santunan satu juta rupiah. Ya..ya..ya..nyawa Sumirah hanya dihargai dua juta. Dan jadilah kemudian acara selamatan yang akan digelar berubah menjadi tahlilan.
“Sudahlah, Sim, jangan izinkan lagi si Ijah jika ingin kerja jadi TKW,” begitu pesan Amat, karib Kasim usai prosesi pernikahan Kasim dan Ijah, adik Sumirah.
Kasim sebenarnya setuju dengan pendapat Amat. Apalagi tiap kali mendengar berita teve tentang buruh migran yang kebanyakan bernasib sama dengan Sumirah. Mati mendadak dan tidak lumrah. Pulang ke kampung tinggal nama. Tapi siapa yang membiayai anak-anak sekolah jika tak kerja? Sebentar lalu si Lukman, anak sulung Kasim, masuk SMP. Sedangkan si Mirah juga akan masuk SD. Dan semua tahu biaya masuk sekolah mahal. Siapa yang bayar jika tiba-tiba keluarga sakit? Mengandalkan gaji buruh tani dia yang sehari hanya 15 ribu rupiah jelas tidak mungkin. Itulah mengapa ketika Ijah, seperti halnya Sumirah, merengek-rengek ingin kerja Kasim tak bisa apa-apa. Yang dilakukan hanya mengangguk pasrah.
Untunglah Ijah tak memilih jadi TKW. Ia hanya mengadu nasib ke Jakarta. Jadi babu di sana. “Dua atau tiga tahun kang. Setelah itu aku pulang,” begitu janji Ijah. Ijah pun berangkatlah. Barangkali nasib Ijah lebih mujur dari Sumirah. Tiap bulan Ijah rutin kirim uang hasil kerjanya. 300 ribu rupiah per bulan. Kadang-kadang lebih. Dan malam mini Ijah menepati janjinya. Malam ini Ijah akan kembali ke pelukannya setelah hampir dua tahun berpisah. Dulu di stasiun ini Kasim melepas kepergian Ijah. Kini di stasiun ini pula Kasim akan menyambutnya. Melalui Tutik, tetangga satu kampung yang juga jadi babu di Jakarta , ia titipkan kabar itu. Tak lupa Ijah menitipkan uang pada Tutik sebesar 500 ribu rupiah.
“Apakah Ijah baik-baik saja, Tik?” tanya Kasim kepada Titik ketika mengabarkan rencana kepulangan Ijah.
“Sepertinya majikannya baik. Aku tak tahu pasti, Kang. Hanya tiga kali aku ketemu waktu belanja di pasar. Tapi Ijah tambah gemuk, Kang.”
“Syukurlah.”
Terdengar lagi pemberitahuan dari pengeras suara bahwa Kereta Api Pegasus adalah kereta api eksekutif terakhir yang akan tiba malam ini. Orang-orang terus memadati stasiun. Pedagang rokok dan tukang semir sepatu berseliweran menawarkan jasa menghampiri satu per satu orang yang menunggu kereta tiba. Ruang tunggu penumpang hiruk pikuk. Kasim menegakkan lagi badannya, memperbaiki cara duduknya yang sudah menggelayut ditarik kantuk.
Seperti apa wajahmu sekarang, Ijah? Masih cantikkah engkau meski kata Tutik sudah tambah gemuk? Apakah karena selalu makan enak di Jakarta dengan majikan yang baik? Ataukah sebenarnya kau tambah kurus karena direndam rindu pulang kampung? Tidakkah kau rindu padaku Ijah? Aku kangen…aku kangen…jangan berangkat lagi ke Jakarta, Ijah.
Kasim melirik lagi jam dinding bulat bergambar kereta api yang dipaku di dinding bagian atas, dekat langit-langit. Pukul sepuluh.
“Kereta terlambat lagi,” batin Kasim. Padahal dada Kasim terus-menerus berdegup kencang seperti orang jantungan membayangkan pertemuan pertamanya setelah dua tahun tak bersua dengan istrinya. Dibayangkan lagi ketika sebentar lagi ia akan melompat dari kursi besi itu begitu melihat Ijah keluar dari pintu kereta, berlari menghampiri isitrinya lalu memeluknya erat-erat.
“Oh, betapa menyakitkan sebuah penantian,” begitu batin Kasim.
“Sudahlah. Cukup kali ini saja, Ijah. Lelah dua tahun aku dan anak-anak menunggumu. Selalu berdoa agar kau mendapatkan majikan yang baik. Tidak disiksa-siksa seperti kebanyakan babu. Setelah ini tak perlu berangkat lagi. Buka warung saja. Aku masih simpan beberapa ratus uang kirimanmu itu.”
Tiba-tiba suara klakson kereta api terdengar dari kejauhan. Bising dan menyayat-nyayat. Suara perempuan dari pengeras suara kembali terdengar: “Kereta Pegasus akan tiba. Periksa sekali lagi barang bawaan Anda sebelum meninggalkan stasiun. Hati-hati copet.”
Tak sampai lima menit kereta sudah merapat di stasiun. Kasim berdiri dari duduknya. Orang-orang juga. Berkerumun di depan pintu kereta yang masih tertutup.
Beberapa saat kemudian pintu-pintu dari gerbong kereta terbuka. Satu per satu para penumpang keluar. Beberapa di antaranya disambut dengan pelukan. Beberapa yang lain pergi entah ke mana dengan sopir taksi. Kasim masih berdiri di antara kerumuman orang-orang yang mulai berkurang. Namun Ijah tak juga muncul dari pintu kereta hingga penumpang terakhir.
“Oh, Ijah, di manakah kau, Ijah...?”
Kasim memberanikan bertanya pada petugas adakah kereta lain yang akan tiba.
“Ada Kereta Eksekutif Mawar, tapi besok jam lima pagi,” ujar petugas.
Kasim kembali ke tempat duduknya semula. Ruangan sudah sepi. Yang tinggal hanya anak-anak jalanan, pedagang rokok, dan pengemis yang tertidur di lantai dingin beralaskan koran. Diliriknya lagi jam dinding bulat bergambar kereta api yang dipaku di dinding bagian atas, dekat langit-langit. Pukul sebelas.
“Di manakah kau, Ijah, di manakah kau?”
Di sebuah ruangan gelap dengan cahaya bulan di dekat stasiun di ibukota, Ijah terkapar di atas lincak (kursi panjang dari bambu). Pingsan. Pakaiannya koyak. Kemaluannya berdarah.
“Mantap, Bos! Wanita muda, hamil tua pula,” kata salah seorang sambil memandangi Ijah.
“Ayo pergi! Jangan lupa, bawa barang-barangnya siapa tahu ada yang berharga buat kita bikin pesta.”
“Beres, Bos!” Diambilnya tas Ijah yang diletakkan di bawah lincak. Orang itu kembali mendekati wajah Ijah yang sayu. Kemudian dicium bibirnya. Setelah itu ia menyusul bos-nya dengan senyum kemenangan, meninggalkan ruangan gelap dengan pendar cahaya bulan sebagai penerangan. Ijah masih terkapar. Wajahnya dipendari sinar bulan.
Kasim masih menunggu dengan kesetiaan yang cemas. Ia menata lagi kesabarannya lagi. Menunggu kereta eksekutif yang akan tiba dini hari nanti. Stasiun sudah sepi. Yang tinggal hanya suara dengkur dan deru angin malam yang gigil.
”Ijah, di manakah kau, Ijah? Aku rindu, Ijah.” Kasim terus menunggu dengan kesetiaan yang cemas.
Dengan tertatih-tatih dan menahan sakit yang sangat, Ijah berjalan menuju stasiun yang jaraknya sepelemparan batu dengan tempatnya pingsan tadi. Ijah sadar, hidupnya kini terasa hancur berkeping-keping, tapi Ijah tak mau mengingkari janji. Hari ini ia harus pulang ke kampung, menemui suami dan anak-anaknya sebagaimana janjinya ketika berangkat dahulu. Ia tak mau mengecewakan keluarganya. Ijah tak peduli meski pulang berbadan dua karena dihamili majikannya. Ijah juga tk peduli meski pulang dengan aib yang menggumpal karena diperkosa dan harta hasil ia menabung dua tahun dirampok orang tanpa barang bawaan. Bagi Ijah janji adalah utang. Dan Ijah kembali menunggu kereta api pagi yang akan membawanya pulang.
Sumber: http://annida-online.com/artikel-1803-menunggu-ijah-pulang.html
http://annida-online.com/media.php?module=detailartikel&id=1803&page=2
http://annida-online.com/media.php?module=detailartikel&id=1803&page=3
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar