Muhammad Amin
http://www.lampungpost.com/
KETIKA melihat bulan terang, keinginannya memuncak. Tak bisa ditawar lagi. Selama ini setelah menjadi seorang suami dan bapak yang baik, tak pernah lagi ia melakukan pekerjaan yang paling menyenangkan baginya. Tentu, karena pekerjaan ini mendatangkan kepuasan batin tersendiri buat orang-orang seperti Nurdin.
Tiba-tiba saja angan-angan Nurdin melayang pada masa-masa mudanya.
Biasanya setelah selesai musim menanam padi, mereka, Nurdin dan enam sampai tujuh orang temannya, berangkat ke laut. Menyusuri tebing batu yang curam dan tajam. Mengalahkan ombak yang buas. Mengalahkan gigil dinginnya malam. Membawa lampu petromaks dan peralatan untuk ngejodang, juga makanan secukupnya.
Setelah sampai di tempat ngejodang, beberapa orang menyelam memasang jaring jodang yang berbentuk lingkaran sebesar tampi di lubang-lubang batu. Beberapa orang yang lain mengikatkan simpul tali di kakinya. Si penyelam akan memberi sebuah kode jika telah selesai memasang jaring, kemudian temannya yang berada di darat menarik mereka ke tepi.
Kemudian mereka tidur di atas bebatuan berselimutkan sarung menunggu datangnya pagi. Dan keesokannya akan mereka dapati jaring-jaring yang dipenuhi udang dan lobster. Mereka kemudian menjualnya ke pengusaha udang dan lobster untuk makanan di restoran kota besar, bahkan kabarnya dijual sampai ke luar negeri.
Begitu seterusnya selama beberapa hari mereka ngejodang, pulang dengan membawa banyak uang. Tak tanggung-tanggung, bahkan ada yang bisa membeli tanah dan memperbaiki rumah. Karena itu banyak yang ingin ikut ngejodang, namun pekerjaan ini memerlukan keahlian dan bakat tersendiri. Tak semua orang mampu melakukannya. Tak sedikit mereka kemudian melepas angan-angan untuk ikut ngejodang.
Mereka yang tak memiliki keahlian tersebut akhirnya memilih melaut saja yang hasilnya sering tak tentu, karena ikan-ikan di laut selalu berkurang akibat karang-karang rusak karena bom laut dan pukat.
Nurdin dan kawan-kawannya bisa membeli genset, parabola, tivi berwarna dan radio baru dari hasil ngejodang. Kadang untuk melepas lelah dan kepenatan bekerja, mereka bermain kartu atau gaple sampai larut, bahkan sampai subuh di warung Isah sembari makan kacang dan sekadar mencicipi segelas dua gelas Vigour. Ada pula yang kemudian pulang dengan gaya sempoyongan.
Di saat mereka kehabisan uang, istri mengomel dan anak menangis ingin dibelikan peralatan sekolah dan baju, mereka segera berangkat ngejodang. Kemudian pulang dengan membawa banyak uang.
Kini hal itu telah menjadi mitos tersendiri bagi setiap orang, karena tak jarang mereka yang ngejodang hanya namanya saja yang pulang. Satu per satu dari mereka tumbang di hadapan alam. Laut makin ganas melahap korban. Memang terlalu besar risiko melakukan pekerjaan ini, apalagi bila hanya seorang diri.
Dia ingat yang terakhir kali adalah adiknya sendiri. Saat itu, dini hari, Nurdin yang sedang mencari angin di pantai melihat cahaya petromaks menyusup di antara barisan pohon kelapa. Kerumunan orang menggotong tubuh tak bernyawa.
“Kami menemukan tubuh Bari terdampar di pinggir pantai. Semalam ada yang melihatnya pergi ngejodang sendiri!” teriak salah seorang.
Nurdin melihat tubuh adiknya yang telah kaku dan dipenuhi cakaran batu.
Lamunannya buyar seketika saat terdengar suara belanga terjatuh di lantai papan. Dia terkejut lalu bangkit ke dapur. Disepaknya kucing belang yang sedang melahap seekor tikus yang baru saja didapatnya dengan susah payah. Hatinya kesal juga gundah. Apa yang mesti ia lakukan?
Diambilnya peralatan jodang yang masih tergantung di dinding dapur. Semua masih utuh dan bagus. Jaring-jaring yang masih rapat, meski lingkaran besi selebar tampi itu sudah mulai berkarat.
Diambilnya lampu badai dan tambang. Topi hitam yang dulu selalu ia gunakan. Dikenakannya sepatu Toyako, kemudian disambarnya sarung lalu diselempangkan di leher.
Aku harus berangkat malam ini juga, begitu tekadnya. Dia bergegas ke kamar, ingin berpamitan dengan istri tercinta dan menyuruhnya mengunci pintu dari dalam. Tapi segera diurungkan niatnya. Tak tega ia mengganggu tidur pulas istrinya. Lagi pula tak mungkin ia diizinkan bila istrinya tahu.
Ditatapnya saja wajah pulas istrinya, seperti wajah peri di pantai Umbar, dan anak lelakinya yang bersarang di ketiak ibunya. Lalu ia keluar, menutup pintu perlahan, menuruni anak tangga rumah panggungnya.
Dihidupkannya lampu badai meski sinar bulan malam ini akan cukup menghantarkan perjalanannya. Suara lagu Sai Lagi dari sebuah radio yang mulai ringsek di warung Isah terseok-seok dibawa angin malam, mengiringi aroma embun dan tanah basah. Nurdin terus berjalan ke arah pantai. Wangi getah nipah meruap menyergap hidungnya. Dia senang bau nipah, juga makan buahnya yang masih muda.
Air muara yang sedang pasang meluap menutupi jalan, setinggi mata kaki, berkecipak oleh langkahnya yang tergesa. Setelah melewati sebuah jembatan, tibalah ia di pantai. Perahu-perahu cadik milik nelayan masih berjejer rapi di bawah pohon-pohon kelapa. Ada beberapa yang sudah dibawa oleh pemiliknya melaut.
Akhirnya Nurdin berangkat ngejodang seorang diri meski ini terlalu berbahaya. Namun, ia terlalu keras kepala. Dan memang begitulah watak Nurdin, tak heran orang-orang menambahkan kepala batu di belakang namanya.
Julukan Nurdin kepala batu melekat sampai sekarang dan nanti.
Ombak terlalu garang mengempas-empas dinding batu. Nurdin menghisap dalam-dalam sisa rokok terakhirnya, kemudian melempar puntungnya ke arah laut. Dia duduk sebentar sembari merapatkan sarung menahan dingin yang menggigilkan tulang sumsum.
Setelah dirasanya cukup baik untuk menyelam, Nurdin mengikatkan ujung simpul tali di kaki kirinya dan ujung satunya diikatkan di bongkahan batu. Nurdin turun ke laut dengan hati-hati dan menyelam ke dasar. Dipasangnya jaring-jaring jodang itu ke lubang-lubang batu tempat sarang lobster dan udang. Kemudian Nurdin menarik tali tambang di kakinya, menepi. Air laut terasa lebih hangat daripada udara malam.
Nurdin naik ke darat. Dia bersiul-siul sembari membayangkan hasil yang banyak esoknya. Hatinya bersorak, selain ada kepuasan batin, juga karena ia akan mendapat banyak uang. Dia sudah mengangan-angankan akan membeli apa setelah ini. Khayalannya terbang jauh. Ketika salah satu kakinya menginjak bebatuan yang licin berlumut, seketika tubuhnya melayang dan terpelanting, secepat kilat. Nurdin berteriak dan terjerembab. Lalu… serpihan cahaya, gelap pekat, cahaya, lorong- lorong yang panjang, asing, tempat yang asing,… terperosok ia di antara denyut waktu.
***
Saat subuh tengadah, Maryah, istri Nurdin baru saja terbangun. Tak ditemukannya Nurdin di tempat tidur, hanya anaknya yang masih pulas. Pintu juga tidak dikunci. Mungkin saja suamiku sudah berangkat kerja ke sawah, pikirnya menenangkan diri.
Maryah ke dapur menyalakan tungku. Asap mengepul sebentar, membuatnya terbatuk-batuk. Api menyala dan dihangatkannya sayur semalam. Kemudian memasak air dan membuat sambal terasi. Dibangunkannya anak lelakinya untuk mengantar sarapan bapaknya. Maryah mengambil cucian dan berangkat ke kali.
“Mak, Bapak tak ada di sawah,” Teriak anaknya dari kejauhan.
“Ke mana. Kau sudah mencarinya?”
“Sudah, tak seorang pun yang kutanya melihat bapak di sawah.”
Maryah cepat-cepat membereskan cucian dan pulang dengan tergesa. Tiba-tiba perasaannya tidak enak. Dia takut jika terjadi sesuatu seperti terjadi pada iparnya, si Bari tempo hari. Dia langsung ke dapur dan tidak didapatinya peralatan ngejodang yang biasa tergantung di dinding dapur.
Maryah makin resah. Tiba-tiba dia terduduk lemah. Sudah bolak-balik ia ke rumah tetangga, menanyakan keberadaan suaminya pada setiap orang yang lewat. Tak seorang pun yang tahu ke mana dan di mana Nurdin berada. Maryah minta tolong pada tetangga untuk mencari Nurdin ke tempat biasa ngejodang. Ada bisik-bisik dan cibiran dari mulut perempuan tetangga: beginilah akibat jika ada orang yang keras kepala, seperti tak tahu saja risikonya.
Sampai malam orang-orang baru pulang. Bukan Nurdin yang mereka temukan, tapi kabar buruk bahwa Nurdin sudah tak ada. Namun mayatnya tak ditemukan. Hanya lampu badai dan beberapa peralatan ngejodang yang mereka temukan.
Maryah dan anaknya hanya bisa pasrah setelah berbulan-bulan Nurdin belum juga bisa ditemukan. Berbagai isu menyebar, tubuh Nurdin ditelan ombak dan tak akan pernah dikembalikan. Ada pula yang mengatakan Nurdin ke pulau seberang karena ingin hidup kaya dan punya istri yang lebih cantik. Ada pula desas-desus Nurdin bertapa di goa keramat untuk memperoleh ilmu hitam. Namun tak satu pun isu tersebut dapat dibenarkan. Maryah hanya percaya suaminya mati ngejodang. Namun dari hatinya masih yakin bahwa Nurdin masih hidup dan akan kembali suatu saat, perasaan itu yang selalu dijaganya.
Setelah sepuluh tahun berlalu, tak ada yang berubah dari perasaan itu. Meski kampung kecilnya sudah banyak berubah: jalan sudah mulai diaspal, listrik PLN sudah masuk, tower telepon sudah berdiri.
Di dalam rumah panggung yang tak pernah berubah suasananya, Maryah menjahit baju di dekat jendela. Jika dilihatnya tetangga pulang melaut, disangkanya Nurdin yang datang. Jika terdengar dari luar suara telapak kaki dan ketukan pintu, cepat-cepat ia membuka pintu berharap suaminya yang pulang. Perasaannya agak terobati jika anak lelakinya yang telah bekerja di pertambangan batu galena menghiburnya. Anak itulah yang selalu menenangkan hati ibunya.
Hh, Maryah meghela napas panjang sembari tetap menatap daun-daun mangga yang masih bergoyang. Tertiup angin laut.
***
Dini hari yang mati. Baru saja akan menyambut pagi. Tiba-tiba Nurdin seolah baru bangun dari tidur nyenyaknya semalaman. Kemudian cepat-cepat dia memeriksa jaring jodangnya, namun betapa ia kecewa tak ditemukannya seekor pun udang yang tersangkut di jaring. Bahkan benang-benang jaring yang kokoh itu tampak jebol, hanya menyisakan lingkaran besi yang kian berkarat. Tak mungkin udang makan jaring, gerutunya tak percaya.
Kekecewaannya bertambah pula saat tak ditemukannya juga sarung dan lampu badai yang dibawanya semalam. Terpaksa ia harus pulang tanpa hasil apa-apa, dengan tubuh menggigil kedinginan. Barang-barangnya yang hilang dan jaringnya yang jebol tak terlalu ia pikirkan. Sekarang ia ingin segera pulang, mandi, sarapan, lalu tidur dengan selimut tebal. Dia ingin segera tiba di rumah, mungkin saja istrinya sudah bangun dan tak mendapatinya di tempat tidur. Nurdin sudah tidak sabar ingin cepat sampai ke rumah. Maka ia mempercepat langkah.
Nurdin sempat berpapasan dengan orang-orang yang dulunya tampak muda kini seketika tampak lebih tua. Mereka berjalan ke arah laut. Nurdin heran dan tak percaya. Dia menegur namun mereka tak menjawab. Bahkan mereka malah melempar tatapan aneh seolah melihat makhluk tak dikenal. Kemudian mereka cepat-cepat pergi setelah bergumam.
Begitu pula saat ia berpapasan dengan tetangga-tetangganya yang lain. Dia melihat kejanggalan yang sama. Mereka cepat-cepat pergi setelah bergumam: “Nurdin?” dengan nada tak percaya.
Ah, barangkali Nurdin memang tak pernah mau peduli dengan hal-hal aneh dan janggal. Dia ingin cepat sampai ke rumah, tubuhnya terasa lelah.
Kotaagung, 2008–2009
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Minggu, 27 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar