Jumat, 19 November 2010

Ristata Siradt, Pengarang Sumut, Pengabdi Sastra Indonesia

Sugeng Satya Dharma
http://waspadamedan.com/

Kerap berpeci, semasa hidupnya pria tua bertubuh kecil ini adalah figur lelaki dengan kesetiaan yang luar biasa. Bertahun-tahun menjadi guru bahasa di SMP Negeri IV Tebing Tinggi Sumatera Utara, lelaki ini adalah potret seorang pengabdi sejati sastra Indonesia.

Murid, tetangga dan teman-temannya menaruh rasa hormat yang sangat besar kepadanya. Tutur katanya lemah lembut, nyaris tak pernah bernada emosi. Ketaatannya sebagai hamba Allah pun ia wujudkan dalam khusyuk sholat yang nyaris tak pernah alpa.

Ristata Siradt, dialah salah seorang sastrawan besar Sumut yang sunyi dari publikasi. Sampai wafatnya pun, kecuali segelintir teman dekatnya sesama seniman, nyaris tak ada orang yang memberi penghargaan lebih pada apa yang dikerjakannya.

Bahkan pemerintah setempat (Pemkot Tebing Tinggi, Sumut), tak cukup peduli terhadap keberadaannya. Padahal, selain sebagai sastrawan yang produktif, Ristata Siradt adalah dokumentator sastra satu-satunya di kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

Lahir di Laras, Simalungun, Sumut pada 9 Juli 1932 dalam lingkungan keluarga buruh perkebunan tembakau, ayah dan ibunya berasal dari Jawa Timur. Saniman, ayahnya, berasal dari Ponorogo sedang ibunya Giah, berasal dari Trenggalek.

Ayahnya adalah seorang yang gemar memainkan gamelan dan ibunya pandai pula mengalunkan tembang-tembang Jawa. Kekentalan darah seni kedua orangtua itulah yang kemudian mengaliri buluh-buluh nadi Ristata. Meski demikian, semasa kecil Ristata justru tidak tertarik pada seni gamelan dan tembang Jawa. Ia justru lebih menyukai sobekan-sobekan “Sumatera Shimbun”, Koran lokal terbitan Pemerintah Pendudukan Jepang. “Saat itu saya masih duduk di kelas tiga sekolah rakyat,” tuturnya.

Bacaan-bacaan itulah yang kemudian mengasah kepekaannya pada sastra. Sampai ia dewasa dan kemudian menjadi guru, kegemarannya pada sastra terus berlanjut. Tak sekadar menulis cerita pendek, novel ataupun drama, ia bahkan bergelut dengan potongan-potongan guntingan koran yang dikumpulkannya dari hari ke hari.

Sampai wafatnya pun guntingan-guntingan koran dan majalah itu, yang berisi macam-macam esai, cerita pendek, cerita bersambung ataupun puisi, ia kumpulkan di lemari usang yang ada di sudut-sudut rumahnya yang tua.

“Cerpen kau yang pertama kali dipublikasi, juga ada tersimpan di sini, Geng. Lihat saja,” katanya suatu kali saat saya berkunjung ke rumahnya. Aku cuma tersenyum. Bangga. Sayang, hanya sedikit orang yang mau peduli dan menaruh penghormatan tinggi atas pengabdian yang dilakukannya itu.

Kini pak Ristata sudah tiada. Ia pergi dengan kesetiaan seorang pengabdi, bahkan sampai akhir usianya. Tapi apakah semangat dokumentasi karya sastra yang dilakukannya itu sudah mendapat apresiasi yang sepantasnya dari masyarakat dan pemerintah? Ataukah museum kecil sastra Indonesia di sebuah rumah sederhana di pojok kota Tebing Tinggi (kurang lebih 60 km sebelah Timur kota Medan) itu, pada akhirnya dilupakan begitu saja?

Harian Kompas edisi Rabu 18 September 2002 pernah menulis; Museum kecil sastra Indonesia itu memang tak sebesar Pusat Dokumentasi Sastra HB. Yassin. Museum itu hanyalah sebuah rumah milik seorang pria tua berusia 70-an tahun bernama Ristata Siradt.

Sebuah rumah yang setelah kematian isterinya, ditinggalinya bersama dua cucunya. Bangunan tersebut begitu sederhana. Sebagian atapnya terbuat dari anyaman daun kelapa, berdinding bata dan berlantai Semen. Perabotannya juga amat sederhana. Tak ada kompor, hanya tungku batu dan beberapa potong kayu bakar untuk memasak. Secara keseluruhan kehidupan pak Ristata adalah potret buram seorang pensiunan guru di republik yang telah puluhan tahun merdeka ini.

Namun di balik kesederhanaan itu, rumah yang terletak di jalan Tengku Hasyim tersebut memiliki begitu banyak rak buku. Empat lemari ia gunakan untuk menyimpan bundelan kliping koran dan majalah yang berjumlah kira-kira 550 buah. Ada lagi tiga lemari pakaian berisi koran yang masih utuh. Memang, telah sejak tahun 1950-an pak Ristata mengumpulkan aneka buku sastra dan guntingan koran tentang sastra.

Selain itu, dia sendiri juga menulis aneka karya sastra seperti cerita pendek maupun novel, baik yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa Jawa. Berbagai pojok kota ia datangi untuk mendapatkan aneka kliping itu. Dengan masa pengumpulan sekitar 50 tahun tanpa henti, bisa dibayangkan berapa banyak koleksi buku dan data sastra yang dimilikinya.

Kliping karya sastra itu ia kumpulkan dari berbagai media seperti Kompas, Republika, Waspada, Analisa dan majalah seperti Horison. Termasuk di dalam koleksinya adalah karya-karya Idrus, Pramoedya Ananta Toer, Mochtar Lubis sampai Danarto. Ia juga mengoleksi beberapa buku tua seperti karya Pramoedya Ananta Toer berjudul “Panggil Aku Kartini Sadja” cetakan pertama.

Sampai menjelang akhir hayatnya, perjalanan waktu tetap tak bisa menyurutkan semangatnya untuk terus mencipta karya sastra dan mengumpulkan karya tulis siapa saja. Kesibukan itu bahkan menjadi pekerjaan sekaligus hiburan bagi Ristata setelah tak lagi mengajar. Dengan pisau silet merek Goal yang sudah tinggal separuh, sebuah penggaris, satu set spidol aneka warna, serta sebotol lem kanji dan sebuah kuas, pak Ristata terlihat khusyuk menekuni dunia klipingnya itu.

Apapun jenis tulisan, baik itu sastra, kritik seni, sejarah sampai politik, dikumpulkannya. Sedangkan koran, majalah dan kertas diusahakannya sendiri dari menyisakan sedikit gajinya sebagai guru. Setelah pensiun, koran dan majalah itu ia beli dengan sisa uang pensiunnya yang tak seberapa.

Beberapa koran bahkan hanya ia beli jika ada rubrik budaya dan sastranya. Selebihnya ia hanya menunggu seseorang datang ke rumahnya membawakannya koran-koran atau majalah bekas.

Tulisan-tulisan itu kemudian ia tempel pada sehelai kertas buram, lalu ia jilid sendiri. Jilidan yang amat sederhana namun rapi itu kemudian ia simpan dalam tujuh lemari kayu yang sudah mulai keropos, bahkan beberapa di antara lemari itu ada pintunya uang telah copot. Untuk memelihara agar jilidan dan bundelan itu tidak rusak, iapun mengikatnya dengan tali rafia.

Dibawa kabur harta tak ternilai berupa aneka buku dan kliping sastra itu sempat mengundang banyak peneliti dari luar negeri. Pada awal September 2002 misalnya, seorang peneliti Malaysia, Abdur Razzaq dari Asian Public Intellectuals bahkan membutuhkan waktu berjam­jam mempelajari aneka kliping milik Ristata sebelum memutuskan untuk menfoto copy ratusan lembar naskah yang ada.

Tak hanya Abdur Razzaq, hasil ketekunan pak Ristata itu juga berguna bagi banyak kalangan seperti mahasiswa dan peneliti. Dalam seminggu rata-rata tiga mahasiswa datang ke rumahnya mencari bahan untuk menulis skripsi. Namun sayang, di antara mereka yang mendapatkan manfaat dari museum kecil sastra Indonesia itu, terselip pula orang yang mementingkan diri sendiri.

Beberapa tahun yang lalu ada seseorang yang meminjam koleksi kliping Ristata, namun tak mengembalikannya. Lebih dari 20 kilogram kumpulan tulisan itu dibawa kabur. Katanya untuk penelitian. Namun hingga pak Ristata wafat kliping-kliping itu tak juga dikembalikan. Pak Ristata sendiri sempat mengaku kapok meminjamkan dokumentasinya. “Sejak kejadian itu tak seorang pun saya bolehkan membawa kliping keluar dari rumah saya. Lebih baik saya membuatkan fotokopi dan saya sendiri yang akan mengantarkannya,” papar Ristata kala itu.

Atas dedikasinya pada dunia sastra itu, semasa hidupnya Dewan Kesenian Medan pada tahun 1982, menganugerahinya gelar Sastrawan Terbaik Sumatera Utara. Lalu pada tahun l984 naskah dramanya berjudul “Neraca” juga mendapat kesempatan untuk dipentaskan secara kolosal pada penutupan MTQ Nasional XVII di Tebing Tinggi.

Hebatnya, meski kesastrawanannya diakui secara nasional, sampai akhir hayatnya pak Ristata tetaplah pribadi yang bersahaja dan murah hati. Bahkan pengabdiannya pada sastra dan dokumentasi tetap tak berkurang seperti kebiasaannya lari pagi yang juga tak pernah berhenti. “Saya akan terus menulis dan membuat kliping sebagaimana saya terus berlari,” paparnya suatu kali. Ah….! (*)

*Penulis adalah Penyair dan Koordinator Gerakan Relawan Medan Hijau (Gerilya-Mu)

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae