Jumat, 05 November 2010

Lorca dan Magi Puisi

Angela
http://www.korantempo.com/

Karya Lorca memadukan unsur tradisional dan tema kontroversial.

Sekali waktu, Joko Pinurbo, penyair sederhana yang disayangi banyak orang, pernah berkata tentang puisi. “Kerja bermalam-malam membangunkan alam bawah sadar, mencatat kehidupan sekeliling, memain-mainkan kata, memadukan paradoks dan ironi dengan usaha keras luar biasa”. Dan setelah itu menyihir pembacanya.

Pinurbo sedang bicara tentang puisinya sendiri. Tapi bermain-main dengan perangkat kata yang dikumpulkan dari alam bawah sadar serta paradoks dan ironi luar biasa itu juga sudah lebih dulu melambungkan nama Federico Garcia Lorca.

Kekuatan Lorca terletak pada kemampuannya menjadikan puisi sebagai alat untuk memukul pembacanya, mengajarkan sesuatu, menuntun orang untuk kembali ke suatu tempat. Jauh-jauh hari, Lorca memang mengakui kemampuannya “membangunkan unsur mistik dalam puisinya”. Lorca menyebutnya duende. Roh suci orang-orang gipsi. Semacam roh penjaga yang mengendap dalam puisinya. Kadang-kadang ia membangunkannya lewat kata-kata yang dahsyat, tidak jarang pula hanya berwujud dalam kalimat-kalimat sederhana.

Kemampuan Lorca itu lahir dari kesukaannya pada Flamenco, seni musik rakyat Spanyol. Flamenco berawal dari tradisi gipsi, Deep Song. Orang Spanyol menyebutnya cante jondo. Irama inilah yang tampak pada banyak karyanya. Rima yang berulang-ulang, yang tidak muncul pada kebanyakan puisi pada pengujung tahun 1920-an dan awal 1930-an. Tidak heran jika saat berdiam di New York, ia dikenal sebagai penyair Andalusia, seniman gipsi yang berdendang lewat puisinya.

Puisinya yang berjudul City That Does Not Sleep (1929)–yang berkisah tentang New York–dengan jelas menguarkan gaya berdendang:

Careful! Be careful! Be Careful!
The Men who still have marks of the claw and the thunderstorm

Pengaruh itu juga tampak pada banyak naskah drama yang ia bikin. Selain Gypsy Ballad yang sudah banyak dikenal publik, ia juga memasukkan elemen tradisional Andalusia pada Thus Five Years Pass, The Public (yang secara gamblang menggambarkan kehidupan homoseksual), dan Donna Rosita.

Tidak hanya dalam karya, ketertarikannya pada tradisi gipsi itu tampak pula pada kepeduliannya pada aktivitas yang berhubungan dengan itu. Salah satu kuliah terkenalnya yang disampaikan di Argentina–tiga tahun sebelum meregang maut–berjudul Theory and Play of the Duende. Dalam kuliah itu ia mengekplorasi kaitan duende dan puisi.

Ketertarikannya pada unsur tradisional berkembang lebih luas saat ia bermukim di New York. Di kota itu ia menggali unsur surealisme dan spiritual budaya Afrika-Amerika. Ia mengeksplorasi jazz, musik Latin, yang diakuinya sendiri banyak berkaitan dengan budaya nenek moyangnya. Tidak heran jika membaca puisi Lorca orang tidak ubahnya memelototi sebentang lansekap yang kaya detail dan ornamen.

Meski napas tradisional sangat menguasai karya-karya Lorca, tema yang ia tampilkan sesungguhnya amat beragam. Saat menjalin pertemanan dengan seniman Salvador Dali dan sineas Luis Buñuel, aroma surealis menguar dengan jelas. Kali yang lain ia asyik dengan puisi cinta yang suram dan penantian akan maut yang mencekam. Duo puisi Gaciela of the Memory of Love dan Gaciela of Distracted Love adalah puisi cinta sekaligus maut yang menggambarkan kemuraman hidup Lorca.

Tema-tema yang kontroversial, seperti kehidupan percintaan sejenis, gugatan atas nilai-nilai sosial, juga mendominasi karya-karya puisi dan naskah panggungnya. Ini pula yang mendatangkan nasib buruk pada karyanya, bahkan setelah bertahun-tahun ia menjemput maut. Banyak naskah yang terpaksa disensor dan tidak beredar di kalangan luas karena dianggap tidak layak dibaca. Ini diperburuk pula dengan banyaknya naskah yang raib dan terbakar pada tahun kematiannya.

Ada sebuah naskah drama yang ia beri judul Oda a Walt Whitman, yang mengendap belasan tahun dan hanya bisa ditampilkan di tengah kalangan terbatas. Penggalan soneta Sonetos Amor Oscuro yang memuat kehidupan homoseksual Lorca bahkan tidak bisa dibaca hingga awal 1980-an.

Teks-teks berkonotasi seksual yang sangat pekat kabarnya sempat pula dicerabut dari bagian Poet in New York yang diterbitkan pada awal 1930-an. Puisi Habla la santísima Virgen bahkan tidak ditemukan lagi hingga sekarang. Kabarnya, teks pada puisi itu memuat hubungan seks dan agama.

Ada pula yang tidak kalah nyentrik dari sisi alur ceritanya. Sebuah naskah drama yang dibikin di ujung usianya, Lorca bahkan membikin tokoh utamanya mati digebuki penonton. Tidak aneh, bahkan saat ia masih memimpin teater keliling La Barraca, banyak naskah yang tidak bisa dimainkan di atas panggung.

Meski sensor pemerintah Spanyol lenyap setelah kekuasaan Jenderal Franco berakhir pada 1975, sensor institusi keagamaan tetap berlaku jauh setelah itu. Sebagian besar tidak terlalu nyaman dengan eksplorasi tema seks yang begitu gamblang, sebagian tidak siap menyerap pikiran-pikiran baru milik Lorca.

Meski penolakan dan penyumpalan naskahnya terjadi bertahun-tahun lamanya, Lorca tidak kehilangan pengikut. Sejarah mencatat ia menjadi satu-satunya penyair Spanyol paling berpengaruh pada rentang masa yang sangat panjang.

Lorca tidak bisa memberi kesaksian pada pengaruh karyanya itu. Namun puluhan tahun setelah kematiannya, banyak penyair yang mengikuti jejaknya. Vicente Aleixandre, Pablo Neruda, Francisco Ayala, Luis Cernuda, Cipriano Rivas Cherif, Rafael Martínez Nadal, Giner de los Ríos, Guillermo de Torre, Manuel Altolaguirre, José Bergamín, dan Manuel Benítez Inglott, menjadi rangkaian panjang pemuja Lorca.

Di Indonesia, orang tidak bisa tidak harus mengakui citraan Lorca mengalir dalam darah Rendra. Sebagaimana Lorca, Rendra juga bisa membikin puisi menjadi sebuah pertunjukan spektakular. Serupa Lorca pula, Rendra menunjukkan balada sebagai kekuatan puisi tak terbantahkan.

Karena terlampau identik itu pula, tidak heran jika banyak yang menduga Rendra sudah tidak sanggup lepas dari bayang-bayang Lorca. Mendiang Subagio Sastrowardoyo yang penyair dan kritikus sastra menyebut Rendra terlampau kuyup terbenam dalam pengaruh Lorca. Ia menunjukkan “dakwaan” itu dalam studi komparatif karya keduanya. Subagio juga membeberkan studi komparatif itu dalam bukunya Sosok Pribadi dalam Sajak (1980). Subagio melihat banyak citraan pada balada Rendra yang memikat itu sebagai alih bahasa dari citra-citra sajak Lorca.

Rendra, dalam banyak kesempatan, mengakui ia membaca puisi-puisi Lorca. Namun untuk menyebutnya menjiplak, “Itu yang harus dibuktikan,” katanya.

Selain Rendra, yang tampak terpesona pada karya Lorca adalah mendiang Ramadhan KH dan Asrul Sani. Sebagai dramawan, Asrul banyak menyadur dan menerjemahkan karya Lorca, di samping ssejumlah karya lainnya.

Sementara ketertarikan Ramadhan menemukan jalannya setelah ia berkunjung k Spanyol. Pada 1952, Ramadhan KH mendapat undangan dari Sticusa (Yayasan Kerjasama Kebudayaan) untuk berkunjung ke Belanda bersamaan waktunya dengan Asrul Sani. Untuk beberapa lama dia bekerja sebagai penerjemah di Kantor Pusat Sticusa, dan sebagai hasilnya dia bisa tinggal beberapa lama di El Salir, Spanyol, untuk memperdalam bahasa Spanyol karena dia jatuh hati kepada sastra Spanyol.

Karya-karya Frederico Garcia Lorca termasuk yang gemar dilahap Ramadhan, untuk kemudian dia terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dengan begitu, keindahan Lorca–di tengah kontroversinya yang tidak berkesudahan–menyebar dan menemukan penggemarnya di zamannya masing-masing.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae