Sabtu, 01 Mei 2010

Bung Tomo Pahlawan Rakyat

Teguh LR
http://www.suarapembaruan.com/

Ny Hajah Sulistina Sutomo, ketika menerima potongan tumpeng dari Kepala Stasiun RRI Programa I Surabaya, Drs HM Natsir Isfa MM di gedung RRI Surabaya, Senin (10/11), dalam rangka syukuran gelar Pahlawan Nasional.

Pertempuran heroik antara Arek Suroboyo melawan tentara Inggris dan Sekutu, mencapai puncaknya pada 10 November 1945. Perang lokal tidak seimbang, untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno (Bung Karno), 17 Agustus 1945.

Tentara Inggris menggunakan pesawat tempur lengkap. Mereka membombardir dari udara, laut, dan darat. Masih dilengkapi juga dengan senjata laras panjang semi- otomatis, bom, dan granat. Sementara Arek Suroboyo, menggunakan peralatan perang seadanya, berupa bambu runcing, ketapel dan batu.

Dengan hanya bondho nekat (modal tekat), tidak ingin kaum penjajah menjajah kembali bangsa dan negara kita. Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan harga mati, yang harus tetap di- kawal, serta dipertahankan.

Semboyan Merdeka atau Mati, menggelorakan semangat juang mempertahakan kedaulatan negara. Ribuan warga yang meninggal, men-jadi simbol keberanian yang tiada taranya.

Karena itu, Pemerintahan Bung Karno, menetapkan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya sebagai Hari Pahlawan. Surat penetapan bernomor 9/Um/1946 tanggal 31 Oktober 1945 ditandatangani Bung Karno dan Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin, mulai berlaku.

Ironisnya, meskipun pertempuran 10 November 1945 ditetapkan sebagai Hari Pahlawan, tetapi sampai 63 tahun usia kemerdekaan bangsa kita, Surabaya belum mempunyai Pahlawan Nasional. Baru pada Hari Pahlawan 2008, kota yang warganya gagah berani melawan penjajah ini, resmi memilikinya.

Dari sekian banyak tokoh pejuang, terdapat nama Bung Tomo (Sutomo). Perannya dinilai besar dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan. Di depan mikrofon Radio Pemberontakan Rakyat Indonesia di Mawarstreat, pidato Bung Tomo, beberapa kali membakar semangat perjuangan Arek Suroboyo melawan tentara Inggris dan Sekutu.

Nama Bung Tomo, populer dan begitu melekat di hati warga kota. Karena itu, wajar jika pemerintah menetapkan Bung Tomo sebagai Pahlawan Nasional. Meskipun pemberian anugerah dinilai terlambat, tetapi paling tidak ada pengakuan resmi dari pemerintah.

Berikut petikan wawancara SP dengan, Ny Hajah Sulistina Sutomo, istri Bung Tomo, seusai mengikuti acara syukuran gelar Pahlawan Nasional di gedung Radio Republik Indonesia (RRI) Surabaya, bertepatan dengan Hari Pahlawan lalu.

Bagaimana komentar ibu Sulistina tentang pemberian gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah kepada Bung Tomo?

Saya menyampaikan terima kasih kepada Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Tomo.

Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada warga kota, lembaga swadaya masyarakat, dan RRI Surabaya, yang memprakarsai upaya perolehan gelar Pahlawan Nasional untuk Bung Tomo, akhirnya datang juga. Yang saya dengar, sudah dua kali elemen masyarakat mengajukan gelar Pahlawan Nasional kepada pemerintah, tetapi selalu gagal. Baru tahun ini gelar tersebut terwujud. Bung Tomo lahir di Surabaya, 3 Oktober 1920, meninggal di Padang Arafah, saat menunaikan ibadah haji, 7 Oktober 1981.

Apakah keluarga Bung Tomo pernah mengusulkan gelar Pahlawan Nasional kepada pemerintah?

Bung Tomo selalu menekankan kepada saya dan anak-anak agar tidak minta gelar sebagai Pahlawan Nasional. Biar pemerintah berinisiatif, layak-tidaknya seseorang bisa mendapat anugerah dari pemerintah. Selama ini, keluarga besar Bung Tomo juga tidak pernah mempermasalahkan gelar tersebut. Bagi sebagian orang, gelar Pahlawan Nasional bisa menjadi sesuatu yang berprestise, tetapi tidak bagi Bung Tomo. Dia menginginkan dirinya menjadi pahlawan rakyat, biar rakyat yang menilai kepahlawanannya.

Rakyat sudah mengakui Bung Tomo sebagai pahlawan, tetapi pemerintah begitu lama memberikan anugerah. Bagaimana menurut Ibu Sulistina?

Sekali lagi, kami tidak mempermasalahkan diberi atau tidak diberi Gelar Pahlawan Nasional. Yang saya dengar, tidak mudah seseorang bisa mendapatkannya. Usulannya dilakukan secara berjenjang.

Dari sekelompok masyarakat diusulkan pada pemerintah kabupaten (pemkab) atau pemerintah kota (pemkot), diteruskan kepada pemerintah provinsi (pemprov). Persyaratan lainnya, tokoh yang diusulkan harus pernah diseminarkan.

Setelah itu, diusulkan pada Departemen Sosial (Depsos) di Jakarta. Derpartemen ini meneruskan pada tim pemberi anugerah jasa-jasa nasional untuk dikaji. Jika dianggap layak, maka sese- orang tadi bisa menerima anugerah. Karena prosedurnya rumit, pemkab/pemkot memegang peranan penting mengusulkan warga untuk menerima anugerah.

Apa yang membanggakan Ibu Sulistina, terhadap sosok Bung Tomo?

Saya mengaguminya. Bung Tomo orang cerdas, pandai berpidato, dan bertanggung jawab. Pada puncak pertempuran melawan tentara Inggris dan Sekutu, 10 November 1945, saya belum menikah dengannya. Saya menikah pada 19 Juni 1947. Kecerdasan dan jiwa kepemimpinannya sudah nampak sejak muda. Siapa pun saat itu bangga bisa ber-temu dengannya. Saya pun, bangga, bahkan beruntung bisa hidup berdampingan dengan Bung Tomo. Saya tercatat sebagai relawan Palang Merah Indonesia (PMI. Pertama kali bertemu Bung Tomo di markas Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) di Surabaya.

Sebagai pejuang mempertahankan kemerdekaan, benarkah Bung Tomo “kutu buku”?

Tiada hari tanpa membaca buku. Itulah Bung Tomo. Kepandaian yang dimiliki secara otodidak, karena kebiasaannya membaca buku. Buku apa saja dibaca, terutama soal-soal politik, Ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang dikerjakan sekarang. Belajar dan terus belajar prinsip hidupnya. Bung Karno, Presiden Pertama Republik Indonesia, beberapa kali memberi buku kepada Bung Tomo. Di samping “kutu buku”, Bung Tomo banyak menulis buku-buku tentang perjuangan dan politik. Berkat karyanya tadi, ia mendapat Satya Lencana Kemerdekaan dan Bintang Kemerdekaan.

Sikap yang diajarkan kepada putra putrinya?

Keras, tetapi bersolusi. Pendidikan kepada anak-anak menjadi prioritas utama. Keempat anak saya alhamdulillah sudah memiliki gelar kesarjanaan. Kepada anak-anak sering dikemukakan, angan selalu mementingkan diri sendiri, tetapi bebuatlah kebajikan yang bermanfaat bagi lingkungan masyarakat, bangsa dan negara. Ajaran tersebut selalu diingat anak-anak saya.

Perjuangan Bung Tomo, penuh pengabdian. bagaimana menurut Ibu Sulistina?

Pengabdian dan tanpa pamrih, menjadi pilihan utama ketika Bung Tomo, bersama tokoh dan warga kota lainnya berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa kita. Kiprahnya dalam perpolitikan nasional bukan sebagai bentuk dan ambisnya meraih kekuasaan, tetapi untuk mengabdikan diri bagi kepentingan bangsa dan negara.

Surabaya telah ditetapkan oleh Pemerintahan Bung Karno sebagai Kota Pahlawan. Bagaimana menurut Ibu Sulistina?

Penetapan Surabaya sebagai Kota Pahlawan, wajar diberikan untuk kota ini. Perjuangan Arek Suroboyo, dalam usahanya mempertahankan kemerdekaan, banyak memakan korban jiwa. Gedung-gedung penting peninggalan Belanda banyak yang hancur berantakan dibombardir tentara Inggris dan Sekutu.

Bagaimana dengan Surabaya sekarang?

Saya melihatnya sudah banyak kemajuan. Gedung bertingkat dan pusat-pusat per-belanjaan terus tumbuh di mana-mana. Tetapi, sedih, ketika ada bangunan bersejarah berubah menjadi pertokoan. Seperti gedung di Jalan Biliton 27, merupakan markas BPRI.

Sekarang berubah menjadi rumah toko (ruko). Yang harus dipikirkan Pemkot Surabaya, bagaimana kesan masyarakat agar penetapan sebagai Kota Pahlawan, di-imbangi dengan menjadikan gedung-gedung bersejarah sebagai cagar budaya. Tumbuhkan kreativitas, agar kesan Surabaya sebagai Kota Pahlawan berjalan beriringan dengan perkembangan zaman.

Kekompakan dan kebersamaan warga Kota Surabaya, apakah masih terjaga?

Saya berharap masih tetap terjaga. Tetapi, perkembangan zaman berjalan dinamis. Jika dulu pada masa penjajahan dan awal perjuangan mempertahankan kemerdekaan, tidak banyak partai politik. Tetapi sekarang, jumlah partai politik terus bertambah, sehingga banyak kepentingan untuk menjaga kekompakan dan kebersamaan warga.

Bung Tomo sebagai tokoh pejuang, tetapi tidak bersedia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, mengapa?

Keinginan Bung Tomo sejak masih muda turun berjuang. Ia ingin selalu dekat dengan rakyat. Begitu sederhanya pikirannya, bahkan sampai meninggal pun Bung Tomo, tidak bersedia dimakamkan di taman makam nasional (TM), tetapi, minta dimakamkan di pemakaman umum agar tetap bisa dekat dengan rakyat.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae