Kamis, 19 Maret 2009

Pramoedya Ananta Toer: Hasil Kerja Bangsa Ini…Korupsi

Pramoedya Ananta Toer, Triyanto triwikromo /Wawancara
http://www.suaramerdeka.com/

SIAPA bilang sastrawan Pramoedya Ananta Toer pikun? Jika pikun, pria kelahiran Blora, 6 Februari 1925 ini, pasti tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masa lalu. Jika pikun, pengarang tetralogi Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca ini tentu tidak mengingat sepatah pun kisah pelarangan karya-karyanya dan penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan oleh tentara. Lalu, apa pendapat novelis yang berkali-kali dicalonkan sebagai penerima nobel kesusastraan ini? Berikut petikan perbincangan dengan dia di rumah asrinya, Jalan Warung Ulan, Bojong, Jawa Barat, belum lama ini.

Setelah mencapai usia 81 tahun, apa makna hidup dan kehidupan ini bagi Anda?

Sulit untuk dikatakan. Dari sejak sangat masih muda saya sudah mendapat panggilan menanggung kehidupan tujuh adik. Dari umur belasan, keluarga kami -ibu, ayah, adik, kemenakan, dan ipar - mati diserang oleh TBC. Karena itu pada usia yang sangat muda, saya sudah memiliki beban hidup yang sangat berat dan banyak. Kebetulan, karena sejak kecil, setara SD (Sekolah Dasar), saya sudah menulis, pada akhirnya ya saya menulis terus. Untung juga majalah-majalah mau menerbitkan karya-karya saya.

Pada waktu itu setiap tulisan dapat 30 perak. Itu bisa untuk hidup satu sampai dua minggu. Saya masih ingat, majalah yang paling membayar mahal tulisan-tulisan saya adalah Star Weekly. Dengan honor dari majalah itu, saya bisa hidup satu bulan. Itu yang saya kira meringankan beban hidup saya dan keluarga. Yang saya tanggung bukan hanya segala sesuatu yang menyangkut makan, melainkan juga biaya sekolah dan kesehatan. Tapi, akhirnya semua berjalan baik. Ya, begitulah di Jawa. Yang tertua harus menanggung semua keluarganya.

Apa simpulan Anda tentang kehidupan Anda?

Sebentar…Bukan itu saja yang membebani saya. Pemerintah juga memusuhi saya. Pada 1965, rumah dan segala macam milik kami dirampas. Sampai sekarang tidak dikembalikan. Namun semua itu saya anggap sebagai tantangan sport. Tidak ada dendam pada saya. Balasannya, saya menjawab dengan karya saja. Karya saya banyak sekali jika dibandingkan dengan pengarang lain. Dan, yang jelas, telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 40 bahasa, kecuali Afrika. Seluruh dunia sudah menerjemahkan karya saya. Jadi, saya memang tidak punya persoalan apa-apa dengan kehidupan. Apa yang ingin saya kerjakan, telah saya kerjakan. Apa yang ingin saya miliki, telah saya miliki. Tidak ada persoalan lagi. Orang boleh memusuhi saya, silakan. Itu hak mereka. Mau membenci saya, silakan. Itu hak publik untuk membenci dan mencinta. Namun, saya tidak memiliki perasaan dendam terhadap siapa pun.

Tidak ada persoalan lagi? Tidak menulis lagi? Namun kan hidup tak hanya menulis. Apalagi yang ingin Anda kerjakan setelah menapak usia 81 tahun?

Tidak ada. Saya tidak memikirkan apa-apa lagi yang akan saya kerjakan besok pagi atau lusa. Saya mau menjalani hari tua saya sampai mati. Sampai habis. Begitu saja. Tidak ada beban apa-apa dalam hidup saya.

Anda merasa perjuangan Anda sebagai manusia dan pengarang telah selesai?

Perjuangan (kita) tidak akan pernah selesai-selesai. Terus saja. Jika saya tersinggung karena ada pelanggaran terhadap kemanusiaan, saya masih berteriak-teriak. Saya tidak punya organisasi. Saya tidak punya media massa. Biasanya, saya hanya berteriak-teriak jika teman-teman dan media massa datang ke sini.

Persoalan apa yang terakhir Anda kritik?

Persoalan Timor-Timur. Pembunuhan-pembunuhan di sana. Begitulah sikap Indonesia terhadap….Tidak-tidak jangan dikutip. Nanti publik marah kalau saya bicarakan hal itu. Saya sendiri mengalami hal-hal yang menyiksa. Apa yang belum atau tidak dilakukan pemerintah kepada saya. Saya ditahan 14 tahun tanpa tahu masalahnya apa. Semua kemudian dirampas. Semua. Perpustakaan dibakar. Buku dilarang beredar. Empat belas tahun bukan waktu sebentar.

Anda berkesan tidak mau apa-apa lagi. Anda bahkan pernah menyatakan, ”Hidup saya ini hanya tinggal menunggu maut menjemput.”. Lalu, sambil menunggu maut, Anda berbuat apa saja?

Dengan cara melepaskan semua beban pikiran. Saya ingin jadi manusia bebas dengan caranya sendiri.

Maksud Anda?

Maksudnya, saya tidak ingin mengikuti kehendak orang lain. Hanya melaksanakan segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak sendiri. Saya merasa sudah banyak berbuat. Mungkin orang lain tak menganggap saya telah berbuat atau melakukan sesuatu. Silakan saja.

Apakah Anda merasa orang lain takut kepada Anda?

Saya tidak ingin ditakuti orang.

Jika Anda ingin bebas dari orang lain, jangan-jangan itu berarti Anda takut kepada orang lain?

Maksud saya, kebanyakan tamu menuntut saya menulis, padahal saya sudah tidak bisa menulis. Ini berat. Keinginan banyak orang sungguh memberatkan saya.

O, keinginan orang lainlah yang memberatkan hidup Anda?

Ya, karena saya merasa kurang mampu bisa memenuhi. Saya sudah tidak bisa menulis. Memilih kata-kata saja sulit.

Ah, kata-kata Anda masih terpilih kok…Itu berarti Anda tidak pikun.

(Pram Tertawa) Lo, saya sudah hampir sepuluh tahun tidak menulis sastra dan membalas surat orang lain. Mata mulai kabur. Pendengaran tidak beres. Ya, saya masih ingat…bagaimana saat telinga saya dipopor oleh tentara. O, ya, apakah tadi kalian mendengar saya ngorok saat tidur. Tidur itu merupakan obat bagi ‘’sakit tua”. Kadang-kadang saat malam tiba saya tidak bisa tidur.

Lalu apa yang Anda kerjakan saat tidak bisa tidur?

Membuat kliping dan menyusun alfabetis untuk ensiklopedi geografi yang tengah saya kerjakan. Saya kerjakan semua itu dengan sekuat mata.

Nah, itu berarti Anda belum pikun. Mengapa selalu bilang sudah pikun. Jadi, mari kita mengingat masa lalu. Masa lalu yang mungkin pahit. Saya dengan Anda pernah mau bunuh diri. Benarkah?

Ya. Pernah. Waktu itu itu tahun 1947. Saya masih sangat muda.

Apa alasan Anda waktu itu?

Saya itu punya banyak beban. Ada tujuh adik yang tak punya orang tua. Ada barang-barang yang dirampas pemerintah. Saya sudah tidak mengerti apa gunanya hidup. Tetapi nyatanya, beginilah keadaan hidup ini hingga sekarang.

Siapa yang menyadarkan Anda sehingga tidak jadi bunuh diri?

Keadaan. Keadaan kan punya tuntutan sendiri. Punya penggiringan sendiri.

Keadaan semacam apa yang membuat Anda tak jadi bunuh diri?

Ya, walaupun dengan susah payah, pers mulai mau menerbitkan cerita-cerita dan tulisan saya. Satu artikel bisa untuk hidup sebulan. Bukan itu saja. Pada masanya saya juga mulai mendapatkan kiriman luar negeri dari karya-karya yang telah diterjemahkan.

Karena itu Anda lantas memilih hidup?

Ya. Akhirnya saya memilih hidup. Ha ha ha. Sekali terjemahan saya dapat 5.000 dolar. Untuk masa itu, uang sejumlah itu sangat banyak.

Ya, dan karena terjemahan-terjemahan itu, kata orang, Anda menjadi pengarang besar. Bukan oleh karya-karya Anda dalam bahasa asli. Apa komentar Anda terhadap pendapat semacam itu?

Ya, silakan berpendapat semacam itu. Yang jelas, yang bisa dipakai untuk makan, terjemahan dari Amerika. Akhirnya saya bisa hidup sebagai pengarang. Sebelumnya, saya hidup dalam kesulitan. Apalagi banyak juga yang mengkritik karya-karya saya sebagai sastra rendah. Sekarang sebaliknya, orang-orang menganggap karya saya sebagai sastra tinggi.

Kembali ke masalah hidup mati Anda di penjara. Ada seorang tahanan yang melarang Anda menulis. Apakah Anda masih ingat peristiwa itu?

Saya tidak ingat.

Anda selalu ingin menggunakan sejarah sebagai bahan. Benarkah?

Betul. Saya kira masalah utama orang Indonesia adalah persoalan yang berkait dengan sejarah. Kita lemah setiap berurusan dengan sejarah. Dokumentasi saja belum ada, bagaimana bicara tentang historis. Apa saja tentang Indonesia, praktis yang menulis orang luar. Tradisi berdokumentasi belum berkembang di Indonesia.

Karena itu, Anda mendokumentasikan segala hal dalam karya sastra?

Ya. Dan terutama lewat kliping. Sebab karya sastra itu memang lebih dibaca ketimbang history-nya sendiri.

Namun dalam karya sastra Anda, sejarah tampil beda dari sejarah resmi. Mengapa?

Dalam sejarah resmi, kita terlampau banyak mendapatkan kekurangan. Lahirnya Budi Utomo kok dianggap Kebangkitan Nasional? Jelas keliru. Budi Utomo itu menghendaki nasionalisme Jawa.

Menurut Anda kebangkitan nasional itu ditandai oleh apa?

Ya, Partai Hindia-Belanda atau Indische Partij yang tokoh-tokohnya kemudian dibuang ke Belanda. Walau mereka berbahasa Belanda, tetapi mereka adalah nasionalis-nasionalis utama.

Anda juga meledek tokoh-tokoh sejarah resmi. Ada yang keliru dalam sejarah kita?

Ya. Misalnya tokoh semacam Tirto Adisoerjo itu perlu diperhatikan. Dia itu pembuka dunia modern Indonesia. Seperti Minke, kita harus belajar pada sesuatu yang dikuasai oleh penguasa. Ah, ternyata…sekarang hasilnya begini. Kita terlalu banyak mengonsumsi ketimbang berproduksi. Hasil kerja bangsa ini korupsi.

Anda kecewa?

Ya. Mengapa tidak ada pendidikan berproduksi. Pada zaman penjajahan kita justru berproduksi. Apa pun kita buat.

Anda malu?

Saya tidak tahu.

Anda tidak ingin membangun Museum Pramoedya di Blora?

Saya tidak keberatan membangun Museum Pram. Namun siapa yang akan mengurus membawa barang-barang saya dari Jakarta ke Blora? Siapa yang akan mengatur? Ah, terserah apa permintaan publik saja.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae