Pramoedya Ananta Toer, Triyanto triwikromo /Wawancara
http://www.suaramerdeka.com/
SIAPA bilang sastrawan Pramoedya Ananta Toer pikun? Jika pikun, pria kelahiran Blora, 6 Februari 1925 ini, pasti tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masa lalu. Jika pikun, pengarang tetralogi Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca ini tentu tidak mengingat sepatah pun kisah pelarangan karya-karyanya dan penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan oleh tentara. Lalu, apa pendapat novelis yang berkali-kali dicalonkan sebagai penerima nobel kesusastraan ini? Berikut petikan perbincangan dengan dia di rumah asrinya, Jalan Warung Ulan, Bojong, Jawa Barat, belum lama ini.
Setelah mencapai usia 81 tahun, apa makna hidup dan kehidupan ini bagi Anda?
Sulit untuk dikatakan. Dari sejak sangat masih muda saya sudah mendapat panggilan menanggung kehidupan tujuh adik. Dari umur belasan, keluarga kami -ibu, ayah, adik, kemenakan, dan ipar - mati diserang oleh TBC. Karena itu pada usia yang sangat muda, saya sudah memiliki beban hidup yang sangat berat dan banyak. Kebetulan, karena sejak kecil, setara SD (Sekolah Dasar), saya sudah menulis, pada akhirnya ya saya menulis terus. Untung juga majalah-majalah mau menerbitkan karya-karya saya.
Pada waktu itu setiap tulisan dapat 30 perak. Itu bisa untuk hidup satu sampai dua minggu. Saya masih ingat, majalah yang paling membayar mahal tulisan-tulisan saya adalah Star Weekly. Dengan honor dari majalah itu, saya bisa hidup satu bulan. Itu yang saya kira meringankan beban hidup saya dan keluarga. Yang saya tanggung bukan hanya segala sesuatu yang menyangkut makan, melainkan juga biaya sekolah dan kesehatan. Tapi, akhirnya semua berjalan baik. Ya, begitulah di Jawa. Yang tertua harus menanggung semua keluarganya.
Apa simpulan Anda tentang kehidupan Anda?
Sebentar…Bukan itu saja yang membebani saya. Pemerintah juga memusuhi saya. Pada 1965, rumah dan segala macam milik kami dirampas. Sampai sekarang tidak dikembalikan. Namun semua itu saya anggap sebagai tantangan sport. Tidak ada dendam pada saya. Balasannya, saya menjawab dengan karya saja. Karya saya banyak sekali jika dibandingkan dengan pengarang lain. Dan, yang jelas, telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 40 bahasa, kecuali Afrika. Seluruh dunia sudah menerjemahkan karya saya. Jadi, saya memang tidak punya persoalan apa-apa dengan kehidupan. Apa yang ingin saya kerjakan, telah saya kerjakan. Apa yang ingin saya miliki, telah saya miliki. Tidak ada persoalan lagi. Orang boleh memusuhi saya, silakan. Itu hak mereka. Mau membenci saya, silakan. Itu hak publik untuk membenci dan mencinta. Namun, saya tidak memiliki perasaan dendam terhadap siapa pun.
Tidak ada persoalan lagi? Tidak menulis lagi? Namun kan hidup tak hanya menulis. Apalagi yang ingin Anda kerjakan setelah menapak usia 81 tahun?
Tidak ada. Saya tidak memikirkan apa-apa lagi yang akan saya kerjakan besok pagi atau lusa. Saya mau menjalani hari tua saya sampai mati. Sampai habis. Begitu saja. Tidak ada beban apa-apa dalam hidup saya.
Anda merasa perjuangan Anda sebagai manusia dan pengarang telah selesai?
Perjuangan (kita) tidak akan pernah selesai-selesai. Terus saja. Jika saya tersinggung karena ada pelanggaran terhadap kemanusiaan, saya masih berteriak-teriak. Saya tidak punya organisasi. Saya tidak punya media massa. Biasanya, saya hanya berteriak-teriak jika teman-teman dan media massa datang ke sini.
Persoalan apa yang terakhir Anda kritik?
Persoalan Timor-Timur. Pembunuhan-pembunuhan di sana. Begitulah sikap Indonesia terhadap….Tidak-tidak jangan dikutip. Nanti publik marah kalau saya bicarakan hal itu. Saya sendiri mengalami hal-hal yang menyiksa. Apa yang belum atau tidak dilakukan pemerintah kepada saya. Saya ditahan 14 tahun tanpa tahu masalahnya apa. Semua kemudian dirampas. Semua. Perpustakaan dibakar. Buku dilarang beredar. Empat belas tahun bukan waktu sebentar.
Anda berkesan tidak mau apa-apa lagi. Anda bahkan pernah menyatakan, ”Hidup saya ini hanya tinggal menunggu maut menjemput.”. Lalu, sambil menunggu maut, Anda berbuat apa saja?
Dengan cara melepaskan semua beban pikiran. Saya ingin jadi manusia bebas dengan caranya sendiri.
Maksud Anda?
Maksudnya, saya tidak ingin mengikuti kehendak orang lain. Hanya melaksanakan segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak sendiri. Saya merasa sudah banyak berbuat. Mungkin orang lain tak menganggap saya telah berbuat atau melakukan sesuatu. Silakan saja.
Apakah Anda merasa orang lain takut kepada Anda?
Saya tidak ingin ditakuti orang.
Jika Anda ingin bebas dari orang lain, jangan-jangan itu berarti Anda takut kepada orang lain?
Maksud saya, kebanyakan tamu menuntut saya menulis, padahal saya sudah tidak bisa menulis. Ini berat. Keinginan banyak orang sungguh memberatkan saya.
O, keinginan orang lainlah yang memberatkan hidup Anda?
Ya, karena saya merasa kurang mampu bisa memenuhi. Saya sudah tidak bisa menulis. Memilih kata-kata saja sulit.
Ah, kata-kata Anda masih terpilih kok…Itu berarti Anda tidak pikun.
(Pram Tertawa) Lo, saya sudah hampir sepuluh tahun tidak menulis sastra dan membalas surat orang lain. Mata mulai kabur. Pendengaran tidak beres. Ya, saya masih ingat…bagaimana saat telinga saya dipopor oleh tentara. O, ya, apakah tadi kalian mendengar saya ngorok saat tidur. Tidur itu merupakan obat bagi ‘’sakit tua”. Kadang-kadang saat malam tiba saya tidak bisa tidur.
Lalu apa yang Anda kerjakan saat tidak bisa tidur?
Membuat kliping dan menyusun alfabetis untuk ensiklopedi geografi yang tengah saya kerjakan. Saya kerjakan semua itu dengan sekuat mata.
Nah, itu berarti Anda belum pikun. Mengapa selalu bilang sudah pikun. Jadi, mari kita mengingat masa lalu. Masa lalu yang mungkin pahit. Saya dengan Anda pernah mau bunuh diri. Benarkah?
Ya. Pernah. Waktu itu itu tahun 1947. Saya masih sangat muda.
Apa alasan Anda waktu itu?
Saya itu punya banyak beban. Ada tujuh adik yang tak punya orang tua. Ada barang-barang yang dirampas pemerintah. Saya sudah tidak mengerti apa gunanya hidup. Tetapi nyatanya, beginilah keadaan hidup ini hingga sekarang.
Siapa yang menyadarkan Anda sehingga tidak jadi bunuh diri?
Keadaan. Keadaan kan punya tuntutan sendiri. Punya penggiringan sendiri.
Keadaan semacam apa yang membuat Anda tak jadi bunuh diri?
Ya, walaupun dengan susah payah, pers mulai mau menerbitkan cerita-cerita dan tulisan saya. Satu artikel bisa untuk hidup sebulan. Bukan itu saja. Pada masanya saya juga mulai mendapatkan kiriman luar negeri dari karya-karya yang telah diterjemahkan.
Karena itu Anda lantas memilih hidup?
Ya. Akhirnya saya memilih hidup. Ha ha ha. Sekali terjemahan saya dapat 5.000 dolar. Untuk masa itu, uang sejumlah itu sangat banyak.
Ya, dan karena terjemahan-terjemahan itu, kata orang, Anda menjadi pengarang besar. Bukan oleh karya-karya Anda dalam bahasa asli. Apa komentar Anda terhadap pendapat semacam itu?
Ya, silakan berpendapat semacam itu. Yang jelas, yang bisa dipakai untuk makan, terjemahan dari Amerika. Akhirnya saya bisa hidup sebagai pengarang. Sebelumnya, saya hidup dalam kesulitan. Apalagi banyak juga yang mengkritik karya-karya saya sebagai sastra rendah. Sekarang sebaliknya, orang-orang menganggap karya saya sebagai sastra tinggi.
Kembali ke masalah hidup mati Anda di penjara. Ada seorang tahanan yang melarang Anda menulis. Apakah Anda masih ingat peristiwa itu?
Saya tidak ingat.
Anda selalu ingin menggunakan sejarah sebagai bahan. Benarkah?
Betul. Saya kira masalah utama orang Indonesia adalah persoalan yang berkait dengan sejarah. Kita lemah setiap berurusan dengan sejarah. Dokumentasi saja belum ada, bagaimana bicara tentang historis. Apa saja tentang Indonesia, praktis yang menulis orang luar. Tradisi berdokumentasi belum berkembang di Indonesia.
Karena itu, Anda mendokumentasikan segala hal dalam karya sastra?
Ya. Dan terutama lewat kliping. Sebab karya sastra itu memang lebih dibaca ketimbang history-nya sendiri.
Namun dalam karya sastra Anda, sejarah tampil beda dari sejarah resmi. Mengapa?
Dalam sejarah resmi, kita terlampau banyak mendapatkan kekurangan. Lahirnya Budi Utomo kok dianggap Kebangkitan Nasional? Jelas keliru. Budi Utomo itu menghendaki nasionalisme Jawa.
Menurut Anda kebangkitan nasional itu ditandai oleh apa?
Ya, Partai Hindia-Belanda atau Indische Partij yang tokoh-tokohnya kemudian dibuang ke Belanda. Walau mereka berbahasa Belanda, tetapi mereka adalah nasionalis-nasionalis utama.
Anda juga meledek tokoh-tokoh sejarah resmi. Ada yang keliru dalam sejarah kita?
Ya. Misalnya tokoh semacam Tirto Adisoerjo itu perlu diperhatikan. Dia itu pembuka dunia modern Indonesia. Seperti Minke, kita harus belajar pada sesuatu yang dikuasai oleh penguasa. Ah, ternyata…sekarang hasilnya begini. Kita terlalu banyak mengonsumsi ketimbang berproduksi. Hasil kerja bangsa ini korupsi.
Anda kecewa?
Ya. Mengapa tidak ada pendidikan berproduksi. Pada zaman penjajahan kita justru berproduksi. Apa pun kita buat.
Anda malu?
Saya tidak tahu.
Anda tidak ingin membangun Museum Pramoedya di Blora?
Saya tidak keberatan membangun Museum Pram. Namun siapa yang akan mengurus membawa barang-barang saya dari Jakarta ke Blora? Siapa yang akan mengatur? Ah, terserah apa permintaan publik saja.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar