Bernando J. Sujibto
”Jika Tuan Kennedy tidak senang sosialisme, kami juga tidak senang dengan imprealisme, dengan kapitalisme! (Fidel Castro, 1961)
Akhir-akhir ini saya tiba-tiba merindukan sosok macam Castro. Entah kenapa kerinduan kepada sosok yang satu ini begitu garang, terutama di tengah kondisi sosial-ekonomi bangsa dan negara kita yang semakin ’lancip’ ini. Saya selalu berpikir bagaimana kalau orang sekuat dan segigih dia dalam ’berjihad’ demi rakyatnya ada di Indonesia. Jelas ceritanya akan berbeda. Sosok macam dia yang rela menggadaikan darahnya demi masa depan negara dan bangsanya adalah suatu cita-cita yang ’tidak ada’ lagi di tanah air ini.
Mengingat sosok Castro sekaligus saya membayangkan banyak hal tentang ’kecelakaan’ yang terjadi di seantero dunia. Kecelakaan yang saya maksud di sini adalah rentetan tragedi kemiskinan yang begitu kronis mendera Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya.
Namanya kecelakaan, bisa saja oleh faktor alam (natural) atau faktor rekayasa manusia sendiri. Namun bagi saya, dunia telah melakukan kecelakaan dengan skenario yang dilakukan negara super power dengan mengeksploitasi kekayaan negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Kekayaan negara-negara tersebut disedot dan diboyong ke benua Eropa atas dalih kolonialisme dan imprealisme. Maka terbitlah kemiskinan di negara-negara tesebut, apalagi setelah bentuk-bentuk imprealisme semakin halus (softer) terus menyusup di tengah sistem kehidupan kita.
Di tengah kondisi seperti saya benar-benar merindukan Castro, dengan cerutu dan lintingan rokoknya yang sebesar lengan bayi seumur 2 bulan, menatap yakin, lalu berteriak, dan takutlah dunia! Benar-benar dahsyat.
Fidel Alejandro Castro Ruz (81), atau yang lebih dikenal dengan nama Fidel Castro, memang telah mengakhiri karir politiknya sebagai kepala negara di Kuba pada 19/2/2008 kemarin. Sikap mundur dari kursi kepresidenan yang diambil Castro mematahkan pernyataan ekstrem bahwa dirinya akan menjadi “presiden seumur hidup” yang sempat dikoarkan semasa awal menjabat sebagai presiden Kuba pada awal tahun 1959.
Namun demikian, khususnya bagi rakyat Kuba, sosok Castro tetap menjadi super hero yang terus dielu-elukan sepanjang masa dan telah menjadi ikon perlawanan bagi mereka. Kemerdekaan dan kesejahteraan yang dibangun Castro adalah kemerdekaan dan kesejahteraan rakyat yang diraih secara bersama-sama. Kelekatan Castro dengan rakyat kecil inilah yang menjadikan posisinya tetap mendapat ruang di hati rakyat Kuba hingga sekarang. Jika rakyat ditanya siapa tokoh paling tangguh dalam sejarah Kuba, jawaban mereka pasti Fidel Castro, Che Guevara dan Raul Castro yang ketiganya ikut terlibat dalam pembebasan Kuba dari rezim boneka bentukan Amerika.
Castro memang sangat kontroversial ketika disorot dalam konteks kemanusiaan dan hak asasi. Ribuan orang yang berseberangan secara politik dengan Castro dihadiahi ekskusi dan penjara 30 tahun atau seumur hidup. Bagi Castro, sebagai pemimpin revolusioner, tidak ada negosiasi ketika dihadapkan dengan politik populisnya. Kebijakan-kebijakan tunggal pun mulai dibangun dengan membatasi hak kepemilikan individu, seperti tanah dan perkebunan karena ada sebagian rakyat yang tidak mempunyai tanah.
Namun begitu, bukan berarti dia mau ’memakan’ habis (seperti terjadi di pemerintahan kita?) kekayaan negaranya. Satu alasan mendasar Castro melakukan semua itu adalah hanya demi kesejahteraan rakyatnya. Castro bercita-cita ingin menciptakan masyarakat sejahtera (welfare society) di Kuba.
Bersamaan dengan represi di bidang politik, Castro merombak total undang-undang Kuba agar lebih sesuai dengan orientasi populisnya. Upaya-upaya menasionalisasikan aset-aset personal dan aset asing, sebagai ciri khas sosialisme komunis, digarap secara serentak dengan jajaran Perdana Menteri yang mendampingi nahkoda pemerintahan Castro. Sasaran utama adalah United Fruit Company, sebuah perusahaan perkebunan buah-buahan yang sahamnya dimiliki mayoritas pejabat tinggi AS yang disita oleh Castro dan dijadikan aset nasional dan dicanangkan sebagai tanah negara sebagai kompensasi bagi rakyat miskin yang tidak mempunyai tanah.
Sesaat setelah berkuasa, kebijakan kontroversial pun semakin buta dilakukan Castro. Ia berani mengekskusi 550 orang pengikut Batista. Ia menahan lebih dari 40 menteri kabinet Batista dengan tuduhan menjadi ’agen CIA’. Lebih dari 5000 orang dikirim ke pengadilan revolusi dan di sana dikutuk sebelum menghadapi regu tembak. Castro merasa perlu membentegi kekuasaan yang telah ada dalam gengamannya. Untuk melakukan pembersihan politik, Castro memenjarakan semua orang yang menentangnya. Seperti halnya Batista ia juga membatalkan seluruh pemilihan umum dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.
Gerakan populis Castro yang represif dalam melindungi kekuasaannya, tidak boleh tidak, merujuk kepada paham ala Soviet sosialisme komunis seperti yang di akuinya sendiri di masa selanjutnya dengan berkata lantang bahwa dirinya adalah pengikut tulen Marxis-Leninis pada 1 Desember 1961.
Tentu saja pihak Uni Soviet menyambut baik langkah Castro dan semua jajaran pemerintahannya yang mulai memasukkan paham sosialisme komunis sebagai ideologi tunggal negaranya. Soviet pun mulai menyediakan bantuan semua fasilitas baik ekonomi, militer, maupun kebutuhan-kebutuhan negara lainnya. Pada saat itu pula Amerika semakin menekan Castro dengan ancaman embargo dan serangan militer besar-besaran ke Kuba. Namun Castro tetap tenang menghadapi semua itu karena dia telah behasil membujuk Soviet sebagai mitra tunggalnya yang sama-sama satu ideologi.
Langkah ideologis yang ditempuh Castro tak ayal mengundang nyiut pihak Amerika terutama presiden AS Khruschev karena pada waktu itu, sekitar tahun 1962, tanda-tanda perang dingin mulai terlihat yang menghadapkan Amerika dengan Uni Soviet. Sementara posisi kunci yang memegang kendali di ambang perang nuklir itu adalah Castro karena peralatan persenjataan canggih Soviet sebagian besar sudah mangkal di Kuba—mengancam Amerika dari dalam.
Di tengah masa pemerintahannya Castro telah mengilhami tokoh-tokoh penting seperti presiden Hugo Chaves, Ravael Correa, Evo Morales. Mereka adalah tokoh-tokoh yang secara tegas menentang imperialisme dan dominasi Amerika dengan segala bentuknya. Mereka menjadi untikan spirit bagi Castro yang memantapkan posisinya di tengah ketegangan dengan AS. Di tengah kondisi saling tuding itu, AS di bawah isyarat presiden Kennedy tidak sabar mengambil langkah meliter dengan penyerangan di Tuluk Babi pada tanggal 17 April 1963. Namun serbuan itu menghasilkan kegagalan yang memalukan pihak AS. Ratusan tawanan perang prajurit AS kemudian ditukar Castro dengan dengan barang-barang yang dibutuhkan.
Bersama Presiden Soekarno, Presiden Yogoslavia Joseph Bros Tito, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Castro juga telah mendirikan sebuah gerakan Non-Blok pada tahun 1955, sebuah upaya berani menentang hegemoni Barat dan Timur. Di masa-masa inilah dunia ketiga, termasuk Indonesia, mulai diperhitungkan oleh Barat.
Riwayat Castro melawan imperialisme khususnya Amerika telah menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara dunia ketiga yang dijadikan boneka di balik kepentingan kapitalisme Amerika dan Eropa. Dengan langkah populisnya itu, Castro bisa membawa rakyat Kuba semakin yakin menatap masa depannya dengan membangun sektor pendidikan dan kesehatan gratis bagi rakyat. Pelan-pelan rakyat Kuba pun bisa bebas dari kebodohan dan kemiskinan.
Kini, setelah Castro mulai uzur dan tidak bisa berteriak sekeras dulu, imprealisme global dengan segala bentuk terbarunya akan mengancam negara-negara lemah di dunia ketiga. Namun, kita masih berharap semoga ada suara baru yang bisa menyeimbangi kekuatan Amerika dan Barat yang lahir dari generasi muda setelah Che Guevara, Castro, Raul, Chaves dan Morales.
Seiring uzurnya sosok Castro saya jadi khawatir akan masa depan dunia ini tanpa ada penyeimbang yang ’berdarah besi’ sekelas dia. Akankah imprealisme, kapitalisme dan liberalisme berhenti?
Catatan saya...... kita haram jadi penonton!
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar