Jumat, 26 September 2008

Catatan Kaki dari Castro

Bernando J. Sujibto

”Jika Tuan Kennedy tidak senang sosialisme, kami juga tidak senang dengan imprealisme, dengan kapitalisme! (Fidel Castro, 1961)

Akhir-akhir ini saya tiba-tiba merindukan sosok macam Castro. Entah kenapa kerinduan kepada sosok yang satu ini begitu garang, terutama di tengah kondisi sosial-ekonomi bangsa dan negara kita yang semakin ’lancip’ ini. Saya selalu berpikir bagaimana kalau orang sekuat dan segigih dia dalam ’berjihad’ demi rakyatnya ada di Indonesia. Jelas ceritanya akan berbeda. Sosok macam dia yang rela menggadaikan darahnya demi masa depan negara dan bangsanya adalah suatu cita-cita yang ’tidak ada’ lagi di tanah air ini.

Mengingat sosok Castro sekaligus saya membayangkan banyak hal tentang ’kecelakaan’ yang terjadi di seantero dunia. Kecelakaan yang saya maksud di sini adalah rentetan tragedi kemiskinan yang begitu kronis mendera Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya.

Namanya kecelakaan, bisa saja oleh faktor alam (natural) atau faktor rekayasa manusia sendiri. Namun bagi saya, dunia telah melakukan kecelakaan dengan skenario yang dilakukan negara super power dengan mengeksploitasi kekayaan negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Kekayaan negara-negara tersebut disedot dan diboyong ke benua Eropa atas dalih kolonialisme dan imprealisme. Maka terbitlah kemiskinan di negara-negara tesebut, apalagi setelah bentuk-bentuk imprealisme semakin halus (softer) terus menyusup di tengah sistem kehidupan kita.

Di tengah kondisi seperti saya benar-benar merindukan Castro, dengan cerutu dan lintingan rokoknya yang sebesar lengan bayi seumur 2 bulan, menatap yakin, lalu berteriak, dan takutlah dunia! Benar-benar dahsyat.

Fidel Alejandro Castro Ruz (81), atau yang lebih dikenal dengan nama Fidel Castro, memang telah mengakhiri karir politiknya sebagai kepala negara di Kuba pada 19/2/2008 kemarin. Sikap mundur dari kursi kepresidenan yang diambil Castro mematahkan pernyataan ekstrem bahwa dirinya akan menjadi “presiden seumur hidup” yang sempat dikoarkan semasa awal menjabat sebagai presiden Kuba pada awal tahun 1959.

Namun demikian, khususnya bagi rakyat Kuba, sosok Castro tetap menjadi super hero yang terus dielu-elukan sepanjang masa dan telah menjadi ikon perlawanan bagi mereka. Kemerdekaan dan kesejahteraan yang dibangun Castro adalah kemerdekaan dan kesejahteraan rakyat yang diraih secara bersama-sama. Kelekatan Castro dengan rakyat kecil inilah yang menjadikan posisinya tetap mendapat ruang di hati rakyat Kuba hingga sekarang. Jika rakyat ditanya siapa tokoh paling tangguh dalam sejarah Kuba, jawaban mereka pasti Fidel Castro, Che Guevara dan Raul Castro yang ketiganya ikut terlibat dalam pembebasan Kuba dari rezim boneka bentukan Amerika.

Castro memang sangat kontroversial ketika disorot dalam konteks kemanusiaan dan hak asasi. Ribuan orang yang berseberangan secara politik dengan Castro dihadiahi ekskusi dan penjara 30 tahun atau seumur hidup. Bagi Castro, sebagai pemimpin revolusioner, tidak ada negosiasi ketika dihadapkan dengan politik populisnya. Kebijakan-kebijakan tunggal pun mulai dibangun dengan membatasi hak kepemilikan individu, seperti tanah dan perkebunan karena ada sebagian rakyat yang tidak mempunyai tanah.

Namun begitu, bukan berarti dia mau ’memakan’ habis (seperti terjadi di pemerintahan kita?) kekayaan negaranya. Satu alasan mendasar Castro melakukan semua itu adalah hanya demi kesejahteraan rakyatnya. Castro bercita-cita ingin menciptakan masyarakat sejahtera (welfare society) di Kuba.

Bersamaan dengan represi di bidang politik, Castro merombak total undang-undang Kuba agar lebih sesuai dengan orientasi populisnya. Upaya-upaya menasionalisasikan aset-aset personal dan aset asing, sebagai ciri khas sosialisme komunis, digarap secara serentak dengan jajaran Perdana Menteri yang mendampingi nahkoda pemerintahan Castro. Sasaran utama adalah United Fruit Company, sebuah perusahaan perkebunan buah-buahan yang sahamnya dimiliki mayoritas pejabat tinggi AS yang disita oleh Castro dan dijadikan aset nasional dan dicanangkan sebagai tanah negara sebagai kompensasi bagi rakyat miskin yang tidak mempunyai tanah.

Sesaat setelah berkuasa, kebijakan kontroversial pun semakin buta dilakukan Castro. Ia berani mengekskusi 550 orang pengikut Batista. Ia menahan lebih dari 40 menteri kabinet Batista dengan tuduhan menjadi ’agen CIA’. Lebih dari 5000 orang dikirim ke pengadilan revolusi dan di sana dikutuk sebelum menghadapi regu tembak. Castro merasa perlu membentegi kekuasaan yang telah ada dalam gengamannya. Untuk melakukan pembersihan politik, Castro memenjarakan semua orang yang menentangnya. Seperti halnya Batista ia juga membatalkan seluruh pemilihan umum dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.

Gerakan populis Castro yang represif dalam melindungi kekuasaannya, tidak boleh tidak, merujuk kepada paham ala Soviet sosialisme komunis seperti yang di akuinya sendiri di masa selanjutnya dengan berkata lantang bahwa dirinya adalah pengikut tulen Marxis-Leninis pada 1 Desember 1961.

Tentu saja pihak Uni Soviet menyambut baik langkah Castro dan semua jajaran pemerintahannya yang mulai memasukkan paham sosialisme komunis sebagai ideologi tunggal negaranya. Soviet pun mulai menyediakan bantuan semua fasilitas baik ekonomi, militer, maupun kebutuhan-kebutuhan negara lainnya. Pada saat itu pula Amerika semakin menekan Castro dengan ancaman embargo dan serangan militer besar-besaran ke Kuba. Namun Castro tetap tenang menghadapi semua itu karena dia telah behasil membujuk Soviet sebagai mitra tunggalnya yang sama-sama satu ideologi.

Langkah ideologis yang ditempuh Castro tak ayal mengundang nyiut pihak Amerika terutama presiden AS Khruschev karena pada waktu itu, sekitar tahun 1962, tanda-tanda perang dingin mulai terlihat yang menghadapkan Amerika dengan Uni Soviet. Sementara posisi kunci yang memegang kendali di ambang perang nuklir itu adalah Castro karena peralatan persenjataan canggih Soviet sebagian besar sudah mangkal di Kuba—mengancam Amerika dari dalam.

Di tengah masa pemerintahannya Castro telah mengilhami tokoh-tokoh penting seperti presiden Hugo Chaves, Ravael Correa, Evo Morales. Mereka adalah tokoh-tokoh yang secara tegas menentang imperialisme dan dominasi Amerika dengan segala bentuknya. Mereka menjadi untikan spirit bagi Castro yang memantapkan posisinya di tengah ketegangan dengan AS. Di tengah kondisi saling tuding itu, AS di bawah isyarat presiden Kennedy tidak sabar mengambil langkah meliter dengan penyerangan di Tuluk Babi pada tanggal 17 April 1963. Namun serbuan itu menghasilkan kegagalan yang memalukan pihak AS. Ratusan tawanan perang prajurit AS kemudian ditukar Castro dengan dengan barang-barang yang dibutuhkan.

Bersama Presiden Soekarno, Presiden Yogoslavia Joseph Bros Tito, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Castro juga telah mendirikan sebuah gerakan Non-Blok pada tahun 1955, sebuah upaya berani menentang hegemoni Barat dan Timur. Di masa-masa inilah dunia ketiga, termasuk Indonesia, mulai diperhitungkan oleh Barat.

Riwayat Castro melawan imperialisme khususnya Amerika telah menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara dunia ketiga yang dijadikan boneka di balik kepentingan kapitalisme Amerika dan Eropa. Dengan langkah populisnya itu, Castro bisa membawa rakyat Kuba semakin yakin menatap masa depannya dengan membangun sektor pendidikan dan kesehatan gratis bagi rakyat. Pelan-pelan rakyat Kuba pun bisa bebas dari kebodohan dan kemiskinan.

Kini, setelah Castro mulai uzur dan tidak bisa berteriak sekeras dulu, imprealisme global dengan segala bentuk terbarunya akan mengancam negara-negara lemah di dunia ketiga. Namun, kita masih berharap semoga ada suara baru yang bisa menyeimbangi kekuatan Amerika dan Barat yang lahir dari generasi muda setelah Che Guevara, Castro, Raul, Chaves dan Morales.

Seiring uzurnya sosok Castro saya jadi khawatir akan masa depan dunia ini tanpa ada penyeimbang yang ’berdarah besi’ sekelas dia. Akankah imprealisme, kapitalisme dan liberalisme berhenti?

Catatan saya...... kita haram jadi penonton!

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae