Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=499
Saya ibaratkan reformasi dengan sakit perut, pembuangan demi pembersihan, pencucian. Sedangkan revolusi, menyerupai sakit gigi, proses di mana terjadi ketegangan syaraf-syaraf otak yang menyempitkan peredaran udara kebugaran. Sehingga menimbulkan tekanan-tekanan yang menarik rasa nyeri tidak tertahan. Yang berasal dari pengolahan bahan tidak seimbang, tidak bersih penuh kotoran dalam skala peta perpolitikan.
Sebagai kesalahan berulang yang bertumpuk menjelma gumpalan ledakan, pasti teriakan-teriakan yang keluar dari kondisi kesakitan itu terjadi. Jerit di mana tidak sampai dimaknai, tidak difahami sebelum datangnya kebebasan masa, atas kendornya urat syaraf kelenturan sesaat. Nantinya rasa bermasyarakat terganggu, suatu saat menemui pemberontakan.
Ada yang mengatakan ini disebabkan masuk angin. Terlalu banyak wacana yang ditelan masyarakat pribumi tanpa mengindahkan nilai mutiara atau sekadar hembusan. Dimana pola-pola analisa yang kritis tidak tertanam, mengundang para spekulan, lantas pemaknaan nilai membuyar, bercerai berai. Tanda-tanda ketegangan urat syaraf para pengemban idealitas masih terkungkung kebutuhan materi, menjelma tuntutan yang membuat watak cengeng.
Perlu digaris bawahi, sakit gigi itu kompeksitas perasaan logika. Fikiran-fikiran yang sering digunakan dengan cerdas dan lincah, cekatan dalam mengambil ungsur wacana luar atas jarak diri, namun masih kurang memperhatikan efek yang terjadi di dalamnya. Sehingga gejala kotoran sempat tertelan, menjadi permasalahan paling genting ketika sampai menghasilkan suatu karya sebagai tujuan.
Ketegangan revolusi sebenarnya bisa dihinari, sehingga tidak sampai berdarah-darah. Namun bisakah demikian? Pembekakan mulai terjadi, kian menyudutkan di ruang tunggu bernama nafas renungan. Maka revolusi perlu demi mencapai puncak kesadaran tertinggi akan realitas kesemrawutan, gejolak yang tertahan dari pemompaan tidak juntrung, atau yang tadi disebut awal munculnya masuk angin.
Tapi tujuan dari itu, bukan berarti mencabut gigi yang selalu menyeret keadaan genting. Kita bisa memperbaikinya dengan membersihan lingkungan, menambahkan gizi, disamping perlunya istirahat penuh, guna memulihkan tenaga. Lewat mengendorkan urat-urat syarat, ketika alternatif penyembuhan mulai dijalankan. Dengan sangat hati-hati, perasaan tinggi kemanusiaan, dan tetap menggunakan pertimbangan nalar, akan kapan harus berhenti, saat ketegangan mulai mendorong pada sikap keburukan.
Realitas lubangnya gigi harus diterima dengan sadar, untuk memudahkan teknik penyembuhan. Ditambah dukungan beberapa elemen, pijat urat para agamawan memberi pencerahan, obat-obatan para pakar. Dan di sini, sugesti positif pun patut dijalankan, sebab rasa sakit gigi itu tidak tertahan, karnanya sumbangsi semua pidah meredam sakit sangatlah dibutuhkan. Lingkungan penuh ketenangan, dialog tidak menggurui, atau yang harus kita telan sebagai jamu akar-akaran.
Setelah seluruh elemen di bawah kendari pemimpin tertinggi kesadaran puncak, penerimaan total dalam pelaksanaan, memungkinkan terselesaikan kemelut tersebut. Maka kudunya dimulai dengan pertimbangan sangat teliti, agar tidak mengganggu aroma revolusi. Tidakkah bau revolusi pada bidang-bidang lain memberi dampak kurang baik, sebagian dalam bentuk kepuasan anarkis.
Di sini seyogyanya dibicarakan pula makna keseimbangan, antara birokrat dan masyarakat di dalam kesadaran masa, bahwa memang terjadi revolusi. Keadaan membingungkan di satu sisi, bagi yang belum siap menerimanya. Penuh ketegangan, saling singkur pendapat, jikalau itu tidak dibersikan dengan berkumur, semacam tahap finising daripada revolusi.
Makna revolusi bukan sekali jadi, tetapi pengulangan diri menyadari keadaan, realitas gigi berlubang, dengan mengembangkan kemungkinan, agar tidak sampai tercerabut gigi yang sakit. Atau kita harus kritis menghadapi setiap persoalan, sehingga tidak timbul kecemburuan sosial. Bagi yang mengetahui persoalan tubuh pemerintahan, janganlah sok gegabah, meski dirinya seorang dokter demokrat.
Yang perlu diperhatikan pula, harus berani menjegal gejala-gejala pembekakan dari peresapan wacana, dengan analisa jitu perasaan lembut, peralatan manajemen kemanusiaan. Di mana ruang waktu lain harus diperhitungkan, sehingga masa-masa tidak terfokus pada satu gigi semata. Ini takkan sampai jika rasa sakit masih menggetarkan tubuh negara, tetapi kita bisa keluar dari keadaan genting tersebut dengan menguras keringat dingin atas kerja, semangat membangun sektor lain. Tetapi keseluruannya ditujukkan demi perbaikan gigi yang menyedot banyaknya perhatian pemerintah saat itu.
Kudanya ada perbaikan saluran informasi yang harmonis, yang sanggup menyehatkan badan kenegaraan. Aspek yang perlu dijaga, senantiasa mengukur suhu tubuh serta tekanan udara kehangatan. Sebab bagaimana pun wilayah dingin atau kebekuan informasi amat menentukan tekanan suhu rendah. Dan dari penyumbatan kesementaraan kembali berulang, yang otomatis berakibat balik keadaan darurat, atau kambuh.
Olehnya, keseiramaan segala unsur tubuh kenegaraan harus dinyanyikan dengan baik, berseruling kasih perdamaian. Di satu sisi juga memperhatikan, hal yang dapat memindahnya sakit gigi pada sakit gusi. Di sini dituntut tidak sekadar mematuhi perintah dokter demokrasi, tetapi juga melihat dampak-dampak lain. Menimbang mahalnya obat atau bahan bakar minyak, masalah struktur pemerintahan yang kaku. Atau malah berbalik seperti keadaan sebelumnya, memakan yang lezat-lezat tanpa mempedulikan dampak kurang baik bagi gigi, sejenis tuntutan kebutuhan yang tidak sesuai anggaran pemerintah.
Kita tidak bisa memanipulasi keadaan darurat dengan berpesta-ria kemerdekaan, serupa pembuangan dana yang tidak disalurkan secara tepat. Agar tidak kembali berulang keadaan krisis, perlunya prihatin atau menggunakan bahasa curiga. Mencurigai gerak-gerik pemerintah yang menimbulkan bobolnya dana rakyat, semisal anggaran pembelian mobil sekadar mentereng, sedang masih sakit gigi.
Kita dapat merombak pandangan ini dengan berhemat di segala bidang, namun tidak pada sektor yang jelas-jelas membutuhkan, semisal kasus kelaparan yang masih melanda di mana-mana, khususnya di pinggiran kota. Maka seharusnya ada ruang dialogis nyambung, pertukaran informasi pada semua lini, transparan, kalkulasi berlanjutan mencapai kejituan bentuk, efektif-efesien yang sebenarnya.
Ini cita-cita atau mimpi? Namun ketika semua bangsa tubuh bermimpi dalam keseluruhan. Tidakkah organ merasa terasing, lalu menemukan kesadaran hakiki. Realitas kebersamaan kerja, berbaur dengan sepak terjang pemerintah. Dan infestor asing hanya kembali teringat, tanpa melihat asal mula rasa sakit yang bersarang di kedalaman diri anak bangsa.
Karenanya, harus membolak-balikkan perasaan penalaran, agar tidak dalam kondisi mandek, atau slilit yang menciptakan sakit gigi yang lain. Pucak kesadaran itu penerimaan total dengan merasakan sakit sekujur badan kenegaraan, unsur pemerintahan serta rakyat menanggung hutang sebagai modal menanjaki waktu walau sangat tertatih dan hati-hati. Agar tak kembali terjerumus dalam struktur kapitalis keblinger, pemerasan yang hanya mengundang nikmat sesaat seperti prosesi dukun urat yang mengurut. Yang kembali kambuh, kalau tidak benar-benar dengan kesadaran mendasar, bukan omong-kosong belaka.
Kita tidak dapat menyelesaikan semua dengan mengesampingkan rasa sakit, atau hanya dengan perawatan seadanya, khotbah para pembual yang membuat mules masuk angin dan sebagainya. Di sini harus menyadari, antara jarak sakit dan kesembuhan itu kenikmatan tiada terkira, wujud yang menggairahkan. Dan semoga apa yang terasakan itu menuju kesembuhan total. Bentuk apa pun pemerintahan, yang terpenting demi kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat, amin.
*) Pengelana dari desa Kendal-Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, JaTim.
2005, ditulis di sekretariat SPL (Serikat Petani Lampung), wilayah Surabayan, Bandar Lampung.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar