Brod menggambarkan gaya penulisan Kafka yang di benarkan
oleh Kafka sendiri;"Orang harus menulis masuk kedalam kegelapan, seperti
pada sebuah terowongan". Pengalaman bergaul dengan Kafka, Brod meyakinkan;
"Dengan Kafka membicarakan masalah abstrak, hampir tak mungkin, dia
berpikir dalam gambar-gambar dan bicara dalam gambar-gambar pula". Brod
mengungkapkan keberhasilannya mendokumentasikan figur dan karya Kafka; "Adalah
sebuah kebahagiaan bisa dekat di sampingnya, bacalah beberapa kalimat dari
Kafka, nanti akan menjumpai lidah, nafas, kemanisan, yang belum pernah dialami,
Kafka bekerja selalu tanpa rencana dan bacalah seluruh tuntunan inspirasinya
yang singkat".
Peter U.Beicken, seorang peneliti karya Kafka dari
Universitas Princeton dalam bukunya; "Franz Kafka, sebuah pengantar kritis
dalam penelitian", (Franz Kafka, Eine Kritische Einführung in die
Forschung) menyebutkan;...Jarang orang bertanya tentang seni Kafka,...Kafka tidak
membahas tentang masalah Agama, Metafisik atau Moral, melainkan
kepenyairan...Kafka tidak mengajarkan kita Teologi maupun Filosofi, melainkan
satu-satunya sebagai Penyair. Bahwa kepenyairan dia yang gemilang, sekarang
telah menjadi mode, yang banyak di baca orang, bukan bakat dan bukan diminati,
menerima kepenyairan, dia tidak bersalah.
Kelompok sastrawan kritis Jerman pasca perang dunia kedua
yang menamakan diri, "Kelompok 47", yang dipelopori oleh Hans Werner
Richter, pada tahun 1951 telah membahas dan mengkritisi karya sastra prosa dari
figur sastrawan seperti; Hemingway dan Dos Passos. Pada diskusi sastra kritis
itu, juga dimunculkan ide membahas karya Kafka. Seorang pengikut diskusi
berkata; "Ketika menyebut nama Kafka, saya jadi teriak dengan kejang,
sudah 21 kali saya usulkan untuk dibahas tak kunjung tiba. Kafka disini jangan
hanya dimengerti sebagai kategori analisa, melainkan sebagai pengetahuan yang
tertinggi untuk semua sastra, baik yang menolak maupun yang akan
mengikutinya".
Martin Walser, tahun 1953 dalam sebuah diskusi kelompok
47 mengatakan; "Kafka adalah sebagai figur yang berbahaya".
Pengkritik lainnya berkata; "Kalau saya akan membaca karya Kafka, lebih
baik saya membaca diri Kafka".
Herman Hesse, penyair Jerman peraih nobel sastra tahun
1946 mengatakan; "Kafka bukan saja seorang penyair dari wajah intensitas
yang langka, melainkan juga sebagai manusia yang alim, beragama, bila juga
sebuah dari masalah, termasuk model Kierkegaard ...., fantasinya menuntut
realitas yang membara, sebuah perumusan hal kehidupan agama yang
mendesak".
Andre Gide, sastrawan Perancis berpendapat tentang Kafka;
"Saya tak tahu akan bilang apa, apa yang saya kagumi; Penceritaan ulang
yang alami sebuah dunia fantastik, melalui ketelitian yang rumit dari potret
yang masuk akal, atau keberanian riil dari pembalikan terhadap
kerahasiaan".
Menurut analisa dalam sejarah sastra Jerman oleh Grabert,
Mulot dan Nürnberger disebutkan; "Tokoh-tokoh manusia dalam karya Kafka
bekerja seperti hantu, yang harus bergerak menuruti sebuah kemauan yang belum
diketahui dan dimengerti; mereka hidup di bawah tekanan, mundur dari sangsi
hukum, tanpa tahu, siapa yang telah menutupi hukuman mereka; seperti dalam
pengembaraan impian menakutkan, mereka berada dalam alam abstrak yang
kesana-kemari, tanpa tahu menemukan jalan keluarnya; dan langsung lurus, bahwa
mereka akan datang dengan bebas, mereka selalu terjerat dalam kesalahan yang
dalam. Bukan mengarah ke sebuah moralitas, melainkan pada sebuah kesalahan
eksistensial manusia. Kafka bertobat untuk sebuah kehilangan, dimana dia tidak
tahu, dan mencari sesuatu, yang dia tidak ketahui. Seperti dalam mimpi buruk
terdapat tempat dan waktu, untuk mengangkat konsekwen psikologis dan sebab-akibat,
dan dalam unsur-unsur impian dunia sihir menuju sebuah aturan hukum yang mapan.
Model Realisme-magic telah di tunjukkan dalam fragmen romannya berjudul;
"Puri" (Der Schloss)". Dalam paradoks yang di tunjukkan, Kafka
membelokkan wejangan Tuhan menjadi; "Siapa mencari, tidak menemukan, siapa
tidak mencari, akan ditemukan. Pada jalan keluar dunia, tanpa belas kasihan
memandang manusia". Kafka mengatakan; "Dengan noda duniawi yang
tampak dilihat mata, seperti di dalam situasi dari seorang penumpang kereta api,
yang dapat musibah di terowongan panjang, dan benar-benar sebuah posisi, dimana
orang tak melihat lagi lampu awal, sedang lampu akhir tapi hanya kecil, bahwa
pandangannya harus selalu dicari terus-menerus dan terus-menerus hilang, dimana
antara awal dan akhir tidak yakin lagi.
Theodor Adorno tahun 1953 dalam acara TV mengkritik
tajam; "Karya Kafka berisi berita-berita yang tertutup dari penyakit
skizofrenia sosial yang sedang sembuh".
Georg Lukàc tahun 1958 dalam kritik marxismenya terhadap
karya Kafka berkata; "Bertentangan dengan kesalahpahaman dalam
realisme".
Günther Grass, sastrawan Jerman peraih nobel sastra tahun
1999 terus terang mengatakan; "Dalam proses pembuatan prosa panjang saya
yang berjudul "Almari" (Die Schranke) mengambil gaya Kafka sebagai
sastrawan awal ekspresionis.
Susan Sontag, sastrawati dan kritikus sastra asal Amerika
tahun 1964 menulis dalam esainya yang terkenal berjudul "Melawan
Interpretasi" (Against Interpretation); "Bahwa karya Kafka telah
menjadi sebuah penindasan massa". Ada dua hal; pertama penindasan masa itu
bisa berhasil dan karyanya tak bisa dihindarkan, berkembang dan mengalir,
dibiarkan terbukti di seluruh dunia. Tapi benar, berhubungan dengan Kafka
membuat kejemuan tertentu yang sesungguhnya, orang akan protes dengan ketidak
nafsuan, orang bicara dari kejemuan.
Heinz Politzer, seorang guru besar sastra Jerman di
Berkeley/Kalifornia pernah ikut menyelenggarakan pameran karya Kafka bersama
Brod di Wina berpendapat; "Seorang manusia seperti Kafka, tak akan pernah
ada, ritme hidupnya monoton, karena keadaan yang membosankan itu di taklukkan
secara berulang-ulang dari suasana eksistential dan di bawa ke dalam karyanya,
itu wajar menceritakan sejarah (dan sejarah seperti apa!). Kafka muda lebih
terbuka pada masalah-masalah sosial, kemudian menjadi revolusioner. Kafka hanya
mengulang-ngulang variasi yang tak ada hentinya. Sejarah dari kehidupan Kafka
adalah sebuah biografi bagian dalam dari karya seorang biarawan yang sakit,
sejenis sebuah buku gambar, yang mana kitab sucinya untuk kaum miskin yang
bebas, bukti berdarah seorang Yahudi, yang menyerahkan tanda bukti tersebut
dalam karyanya untuk merendahkan dan menghina, orang yang mengikutinya".
Marcel Reich-Ranicki, kritikus sastra kelas wahid di
Jerman, keturunan Yahudi kelahiran Polandia, tahun 1984 tepatnya 60 tahun
setelah kematian Kafka, menulis buku berjudul; "Ulasan ulang tentang
Sastrawan Jerman masa lampau", (Nachprüfung über deutsche Schrifteller von
gestern). Ranicki membahas beberapa figur sastrawan Jerman beserta karyanya
yang sebagian besar bangsa Yahudi, termasuk Kafka. "Sekarang 60 tahun
kematian Kafka, kita makin lebih tahu, menunjukkan bahwa pendapat-pendapat dari
tindakannya yang ragu-ragu atau pandangannya yang tak berciri menasehati dari
karya-karyanya yang tak bisa dihapus, di rubah dan- dibedakan dengan karyanya
yang lampau". Tampaknya acara seabad kelahiran Kafka (1883-1983), juga
tidak untuk pengupas pendapat-pendapat tentang karyanya atau tentang kesediaan
menyatakan pandangan-pandangan, melainkan justru menghubungkan dengan sebuah
buku yang berakar dari model karya Kafka. Lebih jauh Ranicki berpendapat;
"Karya Kafka adalah penggambaran sebuah perlawanan dengan rasa takut;
takut akan penghinaan dan ketidak mandirian, takut akan siksaan dan kekejaman, takut
akan Ayahnya dan keluarganya, takut akan kelemahan dan impoten, takut karena
tidak memiliki tanah air dan perkumpulan, takut akan nasib bangsa Yahudi, takut
akan kematian dan juga kehidupan." Ranicki menyitir pengakuan Kafka;
"Kalau saya menulis, saya merasa terobek, tidak tenang dan takut".
Oleh karena itu amat sulit untuk menemukan seorang sastrawan dalam sejarah
sastra dunia, yang cenderung bisa melebihi egosentrik dan mengarah ke
penonjolan pada umum (Exhibisionismus). Namun setelah beberapa tahun kematian
Kafka, Brod menandaskan ; "Setiap jenis Egosentrisme, di tolak oleh
Kafka". Ranicki mengkritik; "Dalam dunia epos Kafka lebih menonjol
figur wanita atau sedikit negatif, sering berhati dingin dan marah".
Antara buku hariannya dan surat-suratnya terasa tak ada bedanya, semua yang tak
memperbincangkan hal sastra, membuat Kafka merasa bosan, prinsipnya jelas tanpa
dilema antara sastra atau hidup. Ketakutan yang permanen pada wanita membuat
krisis kepribadiannya-setiap krisis identitas yang muncul, kita berterima
kasih, karena menghasilkan roman dan karya-karyanya dalam bentuk cerita dan
telah berkali-kali dia analisa dan komentari, sebuah karya "Surat untuk
Ayah" yang amat terkenal. Mungkin bagi kehidupan Kafka, hanya ada seorang
perempuan yang bisa dia cintai, tanpa rasa takut yaitu adik perempuannya Ottla.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar