Kamis, 09 Januari 2020

KEMURNIAN DALAM PUISI “KEBENARAN TANPA RASA TAKUT” SASTRI BAKRY

Indra Intisa *

“Sesungguhnya kebenaran itu adalah mata tombak. Ke arah mana kau tusukkan” (Ompi).

Apa yang kau pikirkan tentang telanjang? Apakah itu bebas? Tanpa penghalang? Semua terlepas? Atau bagaimana? Atau bagaimana dengan anak-anak yang asyik bermandikan air hujan dengan wajah ceria, berlarian di jalan tanpa sendal, kecipak bunyi air, tanah-tanah basah (berlumpur), memenuhi kaki mereka, lalu air kembali mengikisnya, apa yang kau lihat? Apa yang kau rasa? Apakah itu sebuah kebebasan? Kebahagiaan? Dan tanpa kau sadar, di tengah ketelanjangan mereka, ada wajah polos, murni dan tulus. Mereka membunuh hingar-bingar dunia dengan sikap positif. Dan bahkan jika mereka terjatuh, menangis. Dan kembali tertawa. Mereka akan melupakan kembali luka yang merobek. Begitulah hakikat puisi diafan, yang ditulis oleh penyair Sastri Bakry.

Puisi diafan adalah puisi polos dengan pemaknaan yang tidak berbelit dan pecah. Puisi diafan sering disebut juga sebagai puisi telanjang, yaitu puisi yang terlepas dari simbol-simbol gelap, bercabang yang kadang menimbulkan multitafsir–yang menyebabkan banyak makna–bisa pula menyebabkan orang tersesat di jalan yang benar atau benar di jalan yang sesat? Kajiannya ini luas sebab-akibatnya. Itu berbeda dengan puisi gelap yang penuh dengan metafor dan simbol gelap sehingga sulit ditafsirkan oleh orang-orang awam yang tidak paham sastra khususnya puisi itu sendiri.

Sebagaimana kita tahu, sebagian orang di zaman now masih berpikir bahwa puisi gelap jauh lebih baik dan istimewa dibandingkan puisi diafan. Itu seperti membandingkan sesuatu yang abstrak dari sudut pandang masing-masing. Di dalamnya bisa berbalut ego, prinsip, cara pandang, kesukaan, dan sebagainya. Padahal, jika kita bisa berdiri di tengah, kesemuanya punya pakem dan tempat masing-masing. Jika ada kurangnya, bukan terkait diafan atau gelapnya. Tetapi pada puisi itu sendiri.

Sebenarnya, puisi kontomprer di tahun 70-an, era puisi diafan juga mulai meledak, sebagaimana kita simak beberapa puisi naratif yang sifatnya prosais. Ditambah pula lahirnya puisi-puisi nakal yang lebih kita kenal sebagai puisi mbeling. Puisi mbeling yang dibawa oleh Remy Sylado, Jeihan dan kawan-kawan melalui majalah Aktuil ini, awalnya ingin memberikan angin segar dan lawan dari puisi mapan yang terlanjur besar di zaman itu. Puisi yang awalnya disebut sebagai puisi awam dan puisi lugu ini memang tidak banyak memainkan metafor, kecuali bermain-main dengan puisi itu sendiri, mengandung humor dan kritik cerdas. Tetapi pada hakikatnya juga termasuk puisi diafan. Pantang membuat kening pembaca berkerut. Di era-era modern, puisi diafan juga banyak dirasuki oleh puisi-puisi yang bersifat prosais. Tetapi apakah sepuh besar lebih cenderung puisinya gelap dan prismatis? Jika mau disimak dalam-dalam, beberapa puisi Taufik Ismail dan Rendra yang termasuk tokoh sastra yang paling berpengaruh ini, juga dalam bentuk diafan dan sedikit lugas. Tetapi sebenarnya, di zaman lampau pun, tradisi puisi diafan juga terdapat ruhnya dalam syair dan gurindam. Hanya keterikatannya yang kuat menjadinya putik yang khusus.

Kembali ke Sastri Bakri, yaitu penyair yang pernah mendapatkan Anugerah Srikandi Tun Fatimah dari Ketua Menteri Melaka yang disematkan oleh PM Abdullah Badawi (Melaka, 2007), ini adalah penyair yang teguh dan konsisten dalam menulis karya sastra. Salah satu ciri khas dari puisi-puisi Sastri Bakry adalah bentuknya (pemaknaannya) yang diafan—terlihat lugas, jelas dan tidak bertele-tele. Terkait hal ini, mengingatkan saya juga kepada penyair yang aktif di Facebook beberapa tahun belakangan, saya mengenalnya sebagai Ibu sekaligus tempat diskusi sastra dan perkembangannya di Indonesia dan dunia—adalah Riri Titronegoro Vadim atau dikenal dengan Roro Mendut (merujuk nama di Facebook). Beliau termasuk penyair yang teguh dalam mempertahankan dan memperjuangan puisi-puisi diafan. Penyair yang sudah mendunia ini, pernah tercatat juga sebagai salah satu penyair yang puisinya tersimpan di salah satu museum—menjadi rujukan di negeri asing. Dan Sastri Bakry punya kekhasan lain dari bentuk puisi-puisi diafannya, adalah kemurnian dari setiap isi puisinya.

Menurut KBBI, murni adalah: 1) tidak bercampur dengan unsur lain; tulen: cincin itu terbuat dari emas –; 2) belum mendapat pengaruh luar; polos; lugu: sikap anak itu masih — , belum dipengaruhi oleh kehidupan kota besar; 3) tulus; suci; sejati (tentang cinta): cinta ayah dan ibu kepada anaknya adalah cinta yang –; 4_ ki belum terpengaruh oleh dunia luar; asli: kebudayaan masyarakat itu masih –; 5) ki dalam keadaan yang masih suci (perawan); belum ternoda; belum pernah menikah. Sedangkan makna dari kemurnian adalah 1) perihal murni; keaslian: – hutan tropis harus dilestarikan; 2) kesucian; kebersihan. Ada beberapa kata penting di dalam kata murni itu, seperti “suci”, “polos”, “tulus”, “lugu”, dan “bersih”. Unsur-unsur ini mengingatkan kita kepada tingkah polah anak-anak ketika bermain—anak-anak berlarian di saat hujan turun? Betapa bahagia di dalamnya tanpa ada niat apa-apa selain bermain, menyenandungkan hari, dengan sikap iklas dan jujur. Poin penting ketika orang dipercaya adalah sikap ini. Seperti pada puisi berikut ini:

KEBENARAN TANPA RASA TAKUT

Kebenaran tanpa rasa takut
Mestinya kita suarakan bersama
Tetapi kenapa kalian tinggalkan aku
Padahal kemaren kalian dengan lantang bersuara
Mendorong dan menertawakan aku karena tak berani
Bersuara demi kebenaran
Hari ini aku jadi corongmu
Dengan lantang aku suarakan kebenaran yang kau sampaikan
Tanpa rasa takut
Tapi kenapa sekarang kalian tidak hendak menyarakannya lagi?

Kalian bersembunyi di ketiak mereka

Dan aku masih di sini
Memperjuangkan kebenaran tanpa rasa takut
Di manapun aku
Entah sampai kapan

(Padang, Maret 2009)

Puisi di atas pada hakikatnya adalah puisi yang sifatnya mengajak dalam bentuk kritik. Dianggap murni sebagai dasar sifat manusia ketika melihat ketidakbenaran, kebobrokan dan kesalahan yang dibiarkan semena-mena, tentu saja akan memunculkan keadaan baru, sebuah ketidakadilan yang memimpin di sebuah negeri, tempat atau di mana saja tempat yang nyaman tentang pembiaran ini. Lihatlah, ada banyak orang-orang yang terjepit, meresa ketidakadilan menjepit negeri ini, ketika mereka menyuarakan kebenaran, merasa seperti kehilangan ekor yang berdiri (dalam artian, hilangnya ruh perlawanan). Ketakutan dan kecemasan yang muncul kadang tidak sewajarnya. Ada orang takut karena a, b, c, dst. Ada pula hanya karena segan, “Kenapa harus mengurus orang lain?”, “Selagi tidak mengganggu diriku”, “Tidak apa mengalah asal selamat.” Padahal ketika pembiaran itu terjadi maka kita sendiri sudah ikut membesarkan kesalahan itu sendiri. Bayangkan saja ketika kita melihat anak-anak yang diperkosa, lalu kita mengabaikan dengan banyak alasan. Keberanian itu adalah ruh yang murni. Sekalipun dalam keberanian bisa saja ditumpangi oleh niat-niat yang tidak baik—untuk tujuan politik, uang, kekuasaan, dan sebagainya. Untuk menciptakan sesuatu yang bersih, maka diperlukan sebuah keberanian. Hanya orang-orang yang jujur, polos dan lugu yang berani menyuarakan ketidakbenaran tanpa ada rasa takut tanpa embel-embel x di belakangnya. Lihatlah anak-anak yang bermandi hujan, mereka terus bernyanyi dan tertawa tanpa takut akan sakit dan demam. “Anakku, jangan kalian mandi. Nanti demam.” Toh mereka terus saja berlalu. Atau anak-anak yang mandi di sungai, sekalipun sungai tersebut deras, ada buaya, dan sebagainya. Dan kita sebagai orang dewasa akan berpikir, “Untuk apa? Karena apa? Kenapa harus? Untungnya apa?”
***

Ke mana jiwa-jiwa suci dan murni yang masih terus menyuarakan kebenaran? Apa kau sudah terlalu dewasa sehingga takut untuk membela dan menyuarakan yang benar? Atau tulang ekormu sudah putus dipotong oleh mereka di sana?

Dharmasraya, 2018

*) *) Indra Intisa, penikmat puisi yang tinggal di Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Buku-bukunya: Puisi Mbeling “Panggung Demokrasi” (2015), Puisi Lama—Syair, Gurindam, Pantun, Seloka, Karmina, Talibun, Mantra “Nasihat Lebah” (2015), Puisi Imajis “Ketika Fajar” (2015), Putika (Puisi Tiga Kata) “Teori dan Konsep” (2015), Dialog Waktu (2016), dan sebuah Novel: “Dalam Dunia Sajak” (2016).
http://pilarbangsanews.com/2018/04/23/kemurnian-dalam-puisi-kebenaran-tanpa-rasa-takut-sastri-bakry-oleh-indra-intisa/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae