Senin, 31 Desember 2018

Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 *

Nurel Javissyarqi **

Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa terbesar di dunia, dalam dirinya terhimpun bersuku-suku, berbangsa-bangsa pun pelbagai bahasa (bahasa daerah) yang menghidupi cakrawala penalaran-kalbunya, demikian pula adat istiadat serta budayanya beragam melimpah dengan wewarna alam keindahan hayatnya. Namun barangkali, kita masih patut bersyukur atas datangnya gelombang penjajahan tempo dulu, (dari kata namun itu, senada esai saya yang bertitel “Indonesia Merangkak Menuju Matahari, di buku Trilogi Kesadaran, hal 6, PUstaka puJAngga, 2005) lantaran olehnya, kita dipersatukan di bawah arak-arakan awan nasib yang sama, yakni takdir ketertindasan, perbudakan, pembuangan. Tapi alangkah sayang, meski pintu gerbang kemerdekaan telah terbuka, tidak lantas bisa lepas merdeka dari bekas tuan-tuan kita hingga sekarang, dikarena masih suka menggembol perasaan minder terlalu atau kepercayaan diri yang belum tegak berdiri kokoh di bumi pertiwi.

Adalah sangat baik sekaligus cantik, berbijak menimba pengetahuan dari berbagai belahan penjuru dunia, tapi setelah memperolehnya kerap kali lupa nilai-nilai luhur, mutiara kearifan agung yang mendenyut-nafaskan kebangsaan sejak jaman lama, sebagaimana prasasti-prasasti kuno yang diketemukan kemudian hari di bentangan peradaban Nusantara. Dan walau betapa mulianya nyanyian siur melambai riang anak-anak bumi putra, masih selalu diragukan kedudukannya, dengan berpaling terus menyerukan nada-nada suara asing mereka di telinga. Bukan hanya di situ, sejarah berdirinya kampus-kampus pertama di Indonesia, tidak dijadikan model rujukan demi perbaikan karakter generasi selanjutnya, malahan mengambil cara-cara yang dibuat bekas tuan-tuan kita, padahal sudah sampai pada titik menyadari yang dimaui mereka, namun tetap perasaan inferior menyudutkan diri ke ambang kematian semu, menjadi kembang bayang istilah Jawanya.

Akhir tahun ini menjelang 2019, Negara Kesatuan Republik Indonesia akan menggelar Pilihan Presiden beserta wakilnya, namun apa yang dihidangkan lima tahun sekali itu kepada rakyat jelata, menunjukkan semakin rapuhnya tali goni persaudaraan, persatuan; golongan-golongan itu par tai gurem pula besar, tidak lebih saling unjuk gigi demi memperebutkan kekuasaan, atau hampir semuanya dipastikan fanatik buta terhadap gerombolannya. Di saat itu bekas tuan-tuan kita sedang tertawa terbahak-bahak melihat mulut-mulut tersebut begitu lincah menyuarakan himne humanisme, pruralisme, hak asasi manusia, dsb, hingga jauh melupakan bulir-bulir perolehan mulia dari nenek moyang, lantaran dianggapnya telah usang; tepo seliro, ewuh pakewuh, tenggang rasa, kasih sesama, bhineka tunggal ika, dst.

Menjelang hura-hura pesta pora PilPres, saya tidak menyebut pesta rakyat, apalagi menulisnya dengan huruf tebal, sebab di hadapan kami (putra-putri Indonesia), peristiwa itu sekadar menyuarakan nafsu kelompok, kepentingan sempit, pendek, sementara, seolah hukum rimba yang dijalankan. Padahal musibah bencana berkali-kali menegur lelangkah kita, dan keinsafan menjelma panggung tontonan, sandiwara, bahasa lain pencitraan. Kita seakan tidak mengenal tuhan lagi, karena sudah menuhankan kekuasaan, dan menjelma berhala-berlaha di layar televisi, pada puncaknya kekhilafan ucap dan perilaku ditampakkan para petinggi, yang otaknya sudah dicuci oleh bekas tuan-tuan. Lalu di atas pengetahuan yang telah terperoleh dari negeri bekas tuan-tuan kita (imperialis), sudah pandai berdialektika, bersilat lidah bermuka dua demi memenangkan pertarungan keserakahan, sambil terus melupakan hati tulus sebening embun di daun pagi.

Barangkali kita tengah memasuki jaman pancaroba penuh fitnah, lupa sanak-saudara kecuali yang sepaham hasrat-hasrat rendah, dan sejauh mata memandang bolehlah dipastikan lebih menderita terjajah sekarang, karena kian tumbuh suburnya bebentuk penghianatan; wabah koruptor merajalela tidak ditumpas dengan hukuman jerah, sehingga bertambah membiak mental-mental pecundang beranak-pinak. Tidak sampai di situ, kesengsaraan sebab mengkonsumsi gaya-gaya mereka, hingga muncullah kata-kata teroris, dan di antara kita sampai di ambang putus asa menjadi kambing hitam sesama, lalu oleh kesibukan saling sikut berebut kuasa, luputlah sudah tidak menjadikan perhatian atas temuan-temuan adi luhung dari anak-anak bumi putra. Mungkin di garis ini nilai-nilai ketimuran mulai memudar, jiwa-jiwa kesatria tergerus menghilang, yang tampak tinggallah dagelan rendah.

Sudah banyak kita memakan prodak-prodak turunan nalar mereka; demokrasi, sosialisme, marxisme, liberalisme, nasionalisme, dlsb, yang sesuai iklim tropis di bentangan zamrud khatulistiwa, bolehlah ditiup lembut angin segarnya, dan bayu keindahan pemikiran tersebut sudah disaring sebaik-baiknya oleh para tokoh perjuangan, Bung Hatta dan M. Yamin contohnya, namun kita seolah tidak ingin menjadi bangsa yang besar, lantaran tidak menghargai pengorbanan para pahlawan, ataukah sudah terserang racun kemalasan, lantas sekadar mengambil apa yang mudah dari jangkauan, yakni kekinian yang lepas dari akar pengabdian tulus kepada leluhur. Jangankan menghormati moyang, kasih sayang bagi anak-anak pun sebatas pandangan, atau kurangnya perhatian lebih, tepatnya tidak memiliki rasa pengorbanan demi kejayaan akan datang, semuanya dikeruk habis demi hawa nafsu sepintas nyawa di badan.

Menumpuknya hutang yang seakan tidak terbayar sampai tujuh turunan, merupakan strategi para bekas tuan-tuan kita di dalam menancapkan kuku-kuku tajam penjajahan, dengan gampangnya tergiur iming-iming kemudahan, gula-gula luaran dalam menjalani hidup disaat memenuhi kebutuhan, namun nyatanya seolah dikejar-kejar setan, karena sudah terlanjur larut ingin memenuhi desakan kebutuhan jasmani sampai luput menguri-uri ruhani. Bagaimana bisa beribadah khusyuk, mencari ilmu bersikap tawadhuk, jika impian sebatas materi, sebesar ketakutannya sendiri, sehingga tidak lagi sanggup memaknai indahnya daun-daun berdzikir, bunga-bunga menebarkan sholawat, karena batang-batangnya menderita oleh paku-paku yang menancapkan wajah-wajah para calon perusak bangsa. Yang tersisa dalam diri hanyalah keluguan semu, karena paras kelicikan sudah sedemikian rupa pura-pura begitu pintar mengadali sesama.

Sejarah juang demi perjuangan untuk memperjuangkan kemerdekaan tempo dulu di samping taktik strategi yang dikembangkannya, tidak menjadikan perhatian serius senantiasa giat mendalam-maknai bagi laluan berikutnya, sehingga kelicikan adu domba yang dilancarkan bekas tuan-tuan kita kian merusak kerukunan memecah belah, oleh di antara kita dengan bangga menjadi duta-duta wacana mereka, tubuh-tubuh sudah dicap besi panas pendidikan tinggi dengan gagahnya mengangkangi hasil-hasil ikhtiar para pejuang sendiri, misalkan tidak diperkenankannya mengambil rujukan dari tahun-tahun lawas, padahal seyogyanya masih patut menyinauhi jaman keemasan; bangunan percandian tegak berdiri, gunungan pesawahan menghampar luas dengan pola pengairan nan menyejukkan, kerajaan-kerajaan dari Sabang sampai Merauke sudi berdaulat ke dalam negeri tercinta Indonesia demi menekan timbulkan bibi-bibit pemberontakan, sehingga tidak terbelah bangsa-bangsa yang telah dipersatukan dalam himpunan besar bangsa Indonesia untuk merdeka sendiri-sendiri, dan atau gambaran perpecahan terjadi sebab ketidakmampuan mengolah hargai capaian luhur leluhur, di sisi nafsu seraka terhadap kekuasaan yang dipercayakan kepada para wakil kita yang nyata nalarnya sebatas umur jagung, yakni para petinggi yang selalu disibukkan merebut-langgengkan kekuasaan semata, lebih buruk lagi jika itu semacam arisan. Maka alangkah eloknya kita kembali menyuntuki ujaran salah satu santri Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo, muridnya Kyai Ageng Hasan Besari, HOS Cokroaminoto; Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat!

Maka semoga dengan kegiatan Andong Buku #3 kali ini lewat tajuk Sumilir, kesadaran terhadap pentingnya pendidikan (khazanah ilmu pengetahuan) seperti angin yang sumilir, laksana air jernih mengalir menyebarnya alam dunia perbukuan ke pelosok-pelosok negeri; menggalakkan terjemahan karya, berdiskudi atas karya-karya sendiri disetiap kesempatan, merenung dalam di pojok-pojok kesendirian dikala keluar-masukkan nafas-nafas bacaan sebagaimana kewajiban menyuntuki keilmuan hingga akhir hayat. Ini menjadikan pegangan serius sebagai tongkat estafet demi mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain, dikarena “Buku bukan sekadar menyapa, tapi juga sarana berdialog dengan dunia” ***. Di sini janganlah menunjukkan satu-dua jari, tetapi mari kepalkan jemari tangan, agar jantung tetap berdegup kencang dengan tujuan besar memukul bekas tuan-tuan kita untuk masa kejayaan mendatang, Merdeka, sekali Merdeka tetap Merdeka!


*) Orasi budaya dalam acara Andong Buku #3, tanggal 28-30 Desember 2018 di Bentara Budaya Yogyakarta, Jln. Suroto 2 Kotabaru, Gondokusuman, Yogyakarta. Catatan ini Insyaallah dibaca dalam Grand Opening, pukul 19:45 WIB sampai selesai.

**) Pengelana kelahiran Indonesia, Lamongan. Buku terbarunya: Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra, Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia, Buku Pertama: Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia, Penerbit PUstaka puJAngga (PuJa), bekerjasama dengan Arti Bumi Intaran Yogyakarta, dan Sekolah Literasi Gratis STKIP PGRI Ponorogo, Cetakan I; Desember 2017, II; April 2018.

***) Motto PuJa (PUstaka puJAngga).

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae