Jumat, 20 Oktober 2017

Pemberontakan Tiga Idiot

Sunlie Thomas Alexander *
jawapos.co.id

"SINGA sirkus juga belajar untuk bisa duduk di kursi hanya karena takut dicambuk. Tapi, kita tetap boleh menyebut singa itu terlatih, bukan terdidik," tukas Ranchhodas Chanchad di depan rektor dan teman-teman sekelasnya dalam film 3 Idiots besutan Rajkumar Hirani (2009). Meski selalu ranking pertama setiap semester, dia dianggap sebagai biang pengacau sistem.

Di perguruan tinggi nomor satu India itu, Imperial College of Engineering (ICE), para mahasiswa diajarkan untuk selalu berkompetisi secara ketat. ''Hidup adalah perlombaan,'' kata Dr Viru Shastrabhuddi, sang rektor yang oleh mahasiswanya dipanggil Virus. ''Jika kau tidak cepat, kau akan menjadi telur pecah burung Cuckoo!'' tambah dia.

Akibatnya, banyak mahasiswa stres, bahkan mengalami depresi berat. ''Ini adalah universitas, bukan panci bertekanan. Para mahasiswa ini punya hati, Pak. Bukan mesin yang bisa terus menahan tekanan di sini,'' kata Rancho tatkala seorang kakak kelasnya gantung diri lantaran terancam drop-out, setelah hasil praktikumnya ditolak. Dan menurut Rancho, itu sama saja dengan pembunuhan.

3 Idiots adalah sebuah film kritik terhadap sistem pendidikan yang terlampau mengagungkan target dan nilai, sekaligus potret kondisi pendidikan India dewasa ini yang lebih mendewakan pertumbuhan teknologi dan ekonomi. Konon, negeri itu menempati peringkat pertama dalam kasus bunuh diri pelajar.

Maka, Rancho pun memilih melawan dengan caranya sendiri dan memprovokasi teman-temannya, terutama kedua sahabatnya, Farhan dan Raju. Bagi dia, sistem pendidikan di ICE tak memungkinkan mahasiswa untuk membicarakan sesuatu yang terkait dengan terobosan baru. Sebab, dosen hanya mengajarkan apa yang ada di buku. Padahal, ilmu pengetahuan seharusnya dipahami bukan dihafal.

Dia tak sudi menjadi robot: ''Hanya omong besar, nilai, atau paling banter bekerja di Amerika. Kami bahkan tidak memperoleh pengetahuan di sini, Pak. Kami hanya diajari bagaimana mendapatkan nilai bagus.'' Kepada teman-temannya, dia juga sering mengatakan bahwa ilmu bisa diraih di mana pun, tak hanya di bangku sekolah.

Kurikulum Manusia Pantat

KENDATI bicara soal India dengan gaya satirnya yang khas, toh sebetulnya kondisi sosial yang diangkat film itu tak berbeda jauh dari kondisi kita. Banyaknya orang tua di sana yang menginginkan anaknya jadi insinyur dan dokter, misalnya, notabene mengingatkan kita pada cita-cita keramat yang ditanamkan kepada anak-anak Indonesia.

Jelas ini sebuah problem negara dunia ketiga. Tatkala rasa minder sebagai bangsa tertinggal dalam pencapaian teknologi membuat kita mengekor sikap pragmatisme Barat secara membabi-buta, selain tentunya masalah taraf kesejahteraan yang menghantui mayoritas masyarakat. Akibatnya, eksistensi manusia pun kerap diukur dari kematerian (to have) dan apa yang berhasil dilakukan (to do) daripada nilai kepribadian (to be atau being-nya). Hidup berada dalam kalkulasi statistik dan bidang eksak pun dipandang sebagai kunci kesuksesan lantaran lebih luas menyediakan lapangan kerja. Sementara itu, humanisme dan estetika terabaikan.

''Kami semua kuliah hanya untuk dapat ijazah. Tanpa ijazah, kami tak bisa bekerja! Tanpa bekerja, tak seorang ayah pun mau menikahkan anaknya! Bank tak akan memberikan kredit, dunia tak akan memandang kami. Tapi, si idiot satu itu, dia ke kampus bukan untuk ijazah, tapi untuk belajar!" tukas Farhan yang bertindak sebagai narator dalam film ini.

Toh, berkat nasihat-nasihat Rancho lah, dia dan Raju akhirnya mendapatkan pekerjaan. Juga, berani menghadapi ayahnya yang sejak dia lahir sudah menginginkan anaknya menjadi seorang master of engineer. Padahal, dia lebih menyukai satwa liar dan fotografi. ''Jika aku nanti menjadi fotografer, kemudian gajiku sedikit, rumahku kecil, mobilku kecil. Namun, aku akan bahagia, Ayah!''

Tentu 3 Idiots tak sekadar mengingatkan kita bahwa kurikulum yang membelenggu hanya akan mencetak manusia robot, tapi juga bagaimana ilmu pengetahuan adalah berkah yang harus dinikmati. Atau, kita bakal seperti Chathur, sosok pengikut teladan yang di akhir kisah harus membuka celana dan menunggingkan pantat ala ospek ICE seraya berseru, ''Oh Paduka Raja, Anda sungguh hebat. Terimalah persembahan hamba!'' sebagai tanda kekalahannya dalam taruhan. Sebab, sepuluh tahun kemudian, ternyata Rancho, anak tukang kebun yang kuliah atas nama anak majikannya itu, telah menjadi penemu terkenal (dalam nama baru) dengan 400 hak paten dan dikejar-kejar dunia.

Menjadi Manusia Indonesia

AH, bukankah di Indonesia kita punya seorang Ki Hajar Dewantara yang memandang perlunya pendidikan melingkupi segenap daya jiwa, yaitu cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (konatif)? Dengan begitu, penekanan pada keberadaan pribadi di mana aspek-aspek kemanusiaan ditumbuhkembangkan jauh lebih utama. Sebab, pendidikan yang terlampau menekankan aspek intelektual tidaklah menciptakan keutuhan perkembangan manusia.

Pendidikan yang humanis mesti melihat pentingnya pelestarian eksistensi manusia; membantu manusia jadi lebih manusiawi dan berbudaya. Dengan demikian, yang dihasilkan adalah manusia berkepribadian merdeka secara politis, ekonomis, dan spiritual.

Pendirian Taman Siswa seyogianya bertujuan membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan kemerdekaan dalam hati setiap manusia melalui media pendidikan yang berlandaskan aspek-aspek nasional sekaligus universal. Sebuah sistem pendidikan yang tak mengasingkan manusia dari kebudayaan dan lingkungannya. Metode pendidikan yang cocok dengan itu adalah sistem among. Metode yang berdasar asih, asah, dan asuh: ''Ing ngarsa sung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani".

Adalah keliru jika lembaga pendidikan menganggap dirinya sebagai penentu gagal tidaknya seorang anak, sekolah tak berhak menjadi perumus masa depan. Sekolah hanya menjalankan fungsi memanusiakan manusia. Maka, dengan mengubah namanya sendiri, Ki Hajar Dewantara pun menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria, dari kesatria berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa kesatria.

''Jangan belajar untuk menjadi sukses, tapi untuk membesarkan jiwa. Jadilah orang besar, kesuksesan akan mengikutimu.'' Atau, ''Jadilah apa pun menurut hatimu!'' kata Rancho. ''Karena aku mencintai mesin, mekanika adalah jiwaku. Tahukah kau, apa jiwamu?'' tanyanya kepada Farhan.

Di sinilah, pendidikan sesungguhnya berperan sebagai sarana pembebasan, bukan sebaliknya. Yakin pasti ada perusahaan yang membutuhkan manusia, bukan mesin untuk bekerja, mahasiswa cerdas itu pun bertaruh dengan sang rektor jika kedua karibnya yang mendapat ranking buncit bakal memperoleh pekerjaan layak.

Lantas siapa sebetulnya yang harus disalahkan ketika di tanah air sekarang ini banyak yang mengeluhkan tingginya angka siswa tak lulus ujian nasional (unas)? Kendati kurikulum kita silih berganti, dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), lalu entah apa lagi namanya. Adakah sebuah kelulusan harus ditentukan lewat unas, padahal penilaian tak hanya dilakukan pada kemampuan daya pikir tetapi juga tingkah laku dan budi pekerti anak didik?

Yang jelas, jika ingin lebih terhormat, Indonesia memang layak belajar dari India bagaimana mengirim migrant labour dengan kualifikasi bidang teknologi dan informasi, tidak cuma melulu pembantu rumah tangga. Toh, kita tak mau disebut sebagai bangsa babu, kan?

*) Aktivis Bale Sastra Kecapi dan Periset Parikesit Institute Jogjakarta

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae