Minggu, 17 April 2011

Anak dan Cermin

Asarpin
http://sastra-indonesia.com/

Anak, seperti juga hewan, menggunakan semua indra mereka untuk menemukan dunia. Kemudian seniman datang dan menemukannya lagi dengan cara yang sama (Eudora Welty).

Mari bercermin pada anak, tuan. Dan mari beranak pada cermin, kawan.

Seorang anak adalah pribadi spontan. Kadang penuh kejutan. Sementara cermin adalah tempat mengaca diri, menbatap bayang-bayang wajah sendiri. Sebuah refleksi yang tak jarang melahirkan kebuncahan. Seperti kata parodi yang disukai Jorge Luis Borges, di depan cermin wujud kita berubah lebih dari satu. Antara cermin dan ayah terdapat persamaan: yakni sama-sama melahirkan banyak manusia.

Orang yang mencintai anak-anak adalah orang yang mencintai banyak kejutan dan hal-hal tak terduga, penuh kenaifan dan kepolosan, tapi juga kejujuran. Sementara orang yang mencintai cermin, tidak harus orang yang gemar bercermin, mendamba hidup penuh warna. Sang pemuja malam dfan bayang-bayang, seperti al-Hallaj, Nietzsche, Chairil Anwar. Berdiri di depan cermin menatap wajah lebih dari satu. Di depan cermin Jorge Luis Borges menghayati Tuhan bukan sebagai satu, tapi berbeda:

“Baginda Tuhan adalah maha tanpa muasal sekaligus maha tanpa nama atau wajah”, kata Borges dalam Sejarah Aib (LKiS, 2006) bab Cermin-Cermin Jahanam. “Dia tuhan yang tak pernah berubah, namun citranya merebakkan sembilan bayangan—mungkin juga sembilan ruang dan sembilan waktu—yang, seraya menurun ke penciptaan, mengemban dan mengepalai surga pertama. Dari mahligai turunan ilahi pertama ini muncul mahligai kedua, dengan malaikat-malaikat, kuasa, dan takhtanya sendiri, dan ini membentuk surga yang lebih rendah, yang merupakan pencerminan simetris dan surga pertama. Majelis kedua ini dicerminkan pada majelis ketiga. Lalu dicerminkan pada majelis yang lebih rendah, dan seterusnya, hingga berjumlah 999. Pengurus surga terindah ialah dia yang memerintah kita—bayangan dari bayangan dari bayangan lain lagi—dan pecahan keilahiannya mencapai nol”.

Mereka yang mencari kemurnian Tuhan bukanlah pada angka satu, atau bahwa Tuhan itu satu. Tuhan lebih pantas disebut nol, tak berbilang walau masih berupa bilangan. Nietzsche mendaraskan karya-karyanya yang orisinal dengan tiga metamorfosa (three metamorphoses): metamorfosa dari seekor unta; lalu seeokor unta menjadi seekor singa; dan seekor singa menjadi anak-anak. Metamorfosa pertama mengandung spirit yang pasrah-menerima, sementara kedua syarat dengan sepak-terjangnya yang garang, manusia bebas, pemberontak, dan spirit ketiga, seorang pendatang baru, suatu permainan, suatu gerakan pertama, suatu yang masih murni dan bebas dari “dosa”, dan karena itu menjadi kreatif, murni, orisinal.

Nietzsche pun berkata: “Seandainya aku tahu bagaimana caranya membujuk kalian kembali dengan seruling gembala! Seandainya singa betina kebijaksanaanku mau belajar mengaum dengan lembut! Sebab banyak yang telah kita pelajari dari satu sama lain! Kebijaksanaanku yang liar menjadi bunting di pegunungan yang sunyi; di atas batu-batu kasar dia telah melahirkan anak kesayangan!”

Banyak pengarang besar mencurahkan perhatiannya pada dunia anak-anak. Kalangan sastrawan—yang terkadang bersifat infantil dan penuh kenaifan sebagaimana anak-anak—sering mengajak kita untuk kembali ke masa kecil, menghayati pengalaman dunia anak-anak. Kecenderungan ini di negeri kita sering diperolok sebagai “masa kecil yang kurang bahagia”.

Mengapa banyak kalangan sastrawan mendambakan kembali masa anak-anaknmya? Sastrawan berkarya dengan kata atau bahasa, dan kata-kata yang dirindukan setiap kali seorang sastrawan mencipta sastra adalah kata yang segar, yang murni, yang orisinal. Dan bahasa jenis ini hanya terdapat pada anak-anak, dengan segala kepolosan dan kenaifannya. Tanpa kemurnian dan kebaruan tak akan ada kebudayaan. Tanpa keorisinal orang akan terus-terusan merasa tidak menjadi dirinya sendiri, atau teralienasi. Maka, sungguh kena apa yang pernah dikatakan Carmel Bird dalam buku Menulis dengan Emosi (Kaifa, 2001): ”Jika Anda bisa memiripkan diri dengan dengan diri Anda sewaktu kecil, Anda akan lebih mudah dan mampu melihat segalanya dengan lebih segar”.

Di mata Carmel Bird, seorang penulis tak hanya membutuhkan mata seorang anak, tetapi juga rasa ingin tahu dan imajinasi seorang anak. Pendapat ini dipertegas beberapa penulis perempuan yang jauh lebih dekat dan intim dengan dunia anak-anak. Arundhaty Roy misalnya, dalam The God of Smal Things, secara kreaif dan empatik melukiskan dunia anak-anak dengan tokoh kembar yang sering melontarkan kata-kata yang “murni”, “main-main”, “menohok”, dengan membalik seenaknya kata dan frasa yang telah dianggap “baku” oleh guru bahasa Inggrisnya, yang ternyata oleh sang narator disebut sebagai bahasa ibu yang pernah hidup di Kerala sebelum dihancurlkan oleh kolonial Inggris.

Banyak sastrawan yang secara terang-terangan menganjurkan kepada para penulis untuk merenggut kembali kata dan gaya bahasa anak-anak, seperti Nietzsche, Virginia Wolf, Charles Dickens, Chomsky, dan masih banyak lagi. Anak merupakan simbol dari orang yang secara lengkap dapat menghadirkan diri sendiri. Anak merupakan sebuah antitesa dari alienasi—merasa asing karena seluruh aktivitas dan laku hidupnya bukan cerminan dari diri sendiri.

Saya teringat satu paragrap dari Carmel Bird saat menyinggung kejeniusan Charles Dickens. ”Sebagian kejeniusannya terletak pada kenyataan bahwa dia tampaknya bisa mengakses alam emosional masa kanak-kanaknya. Oleh karena itu, dia mampu menyusun kembali, dalam cara yang sangat hidup, dunia tersebut dengan segala kesegarannya”.

Dari manakah sumber kata dan bahasa anak-anak muncul sehingga kita harus belajar pada mereka? Pertanyaan ini tampak lugu dan terlampau sederhana, namun ternyata sempat juga menyulut polemik yang cukup serius pada 1959 antara ahli linguistik Noam Chomsky dengan filsuf B.F. Skinner. Bagi Chomsky, anak-anak punya kemampuan dari lahir untuk menciptakan kata dan bahasa; mereka hanya diharuskan belajar perbendaharaan kata ketika sudah dewasa. Skinner bilang, tidak, anak-anak mendapatkan bahasa dari orang tuanya—membeo.

Terlepas dari argumen siapa yang lebih meyakinkan, namun kalau mengikuti argumen kedua tokoh ini, maka keduanya tak menapikan bahwa anak-anak bisa melahirkan kata-bahasa dan diksi yang jika dirangkai maka menjelma sebuah puisi atau bahkan prosa. Chomsky melihat kata-kata yang keluar dari mulut anak-anak adalah sesuatu yang murni dan orisinal yang ditandai dengan spontanitas. Cerocosan anak-anak sering kali menyerupai cerocosan orang yang sedang intens membacakan puisi, atau seperti mendengar para majelis pengajian yang sedang berzikir keras-keras.

Sejauh ini terdapat dua model bahasa puisi yang sering dicirkan puisi anak-anak, seperti pernah diungkap Hartojo Andangdjaja (1991): pertama, puisi yang lahir dari proses belajar kata dan bahasa pada anak-anak. Kedua, puisi yang lahir dari ketaksadaran si penyair. Dalam niveu ketaksadaran penyair ternyata terpendam lapisan kehidupan kanak-kanak. Ciri kedua ini diyakini kebanyakan oleh kaum neorolog (seperti Heyer, Rothaker, Donal B. Calne).

Ciri kedua ternyata banyak diterapkan penyair kita: beberapa puisi Sapardi Djoko Damono menampilkan puisi jenis kedua, di mana si penyairnya belajar kata-diksi pada anak-anak. Dalam puisi “Di Tangan Anak-anak” (1981), Sapardi menulis: “Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu, jeritnya membukakan kelopak-kelopak bunga di hutan, dan di mulut anak-anak, kata menjelma Kitab Suci”.

Di ujung puisinya, Sapardi sengaja mengutip perkataan seorang anak ketika ada orang yang usil dan mengganggu kata dan permainan diksinya, yang menjelma semacam amanah untuk menampilkan sebuah kamuflase: “Tuan, jangan kauganggu permainanku ini”, bisiknya. Selain Sapardi adalah Hartojo Andangdjaja, yang beberapa puisi dan esainya lahir dari keintiman menghayayati dunia anak-anak yang ia lukiskan sebagai puisi noise (bunyi).

Selain Sapardi dan Hartojo, agaknya Sitor Situmorang layak juga disebut penyair yang menerapkan ciri puisi yang menempatkan anak-anak sebagai tempat belajar. Ketika buku kumpulan puisi dua bahasanya terbit, Paris La Nuits: Paris di Waktu Malam (2002), yang kebetulan peluncuran bukunya saya ikut menghadiri, ada yang menggugat puisi Sitor terlampau iseng, main-main, lugu. Tanpa disangka-sangka Sitor menjawab: “Ya, bahasa puisi saya dalam Paris La Nuits kebanyakan iseng kayak anak-anak. Saya belajar menggunakan kata dan diksi dari anak-anak. Penyair harus kembali ke bahasa anak-anak”.

Mungkin jawaban Sitor tak sepersis itu, tapi kata “iseng” dan “anak-anak” itu tak pernah bisa saya lupakan. Di perjalanan pulang dari menghadiri acara peluncuran buku itu, saya bertanya pada Afrizal tentang pendapat Sitor tadi, dan Afrizal langsung berkata: “Nulis puisi itu kalau bisa bikin orang mual,” ketusnya. Puisi saya banyak lahir dari mulut Jilan”, lanjut Afrizal. Kita tahu Jilan adalah anaknya, yang waktu itu belum baru berusia tujuh tahun.

Sutardji Calzoum Bachri banyak menampilkan ciri puisi anak-anak sebagai niveu ketaksadaran penyairnya sendiri. Tardji tidak belajar kata dan diksi pada anak-anak, tapi sebuah niveu’ ketaksadaran dirinya sebagai penyair. Salah satu puisi Tardji sebagai niveu ketaksadarannya dalam penggunaan kata-diksi puisi anak adalah puisi “Belajar Membaca” dan “Sepisaupi” yang menampilkan diksi yang imun terhadap penjelajahan arti dan mirip cerocosan anak-anak, seperti “lukakakukakiku lukakakukakikaukah” atau “Sepisaupi/sepisau luka sepisau duri”.

Letupan kata-kata dengan mengandalkan iterasi atau tautologi yang muncul secara spontan menimbulkan rangsangan yang sebanding, sama dengan cerocosan anak-anak, bahkan cerocosan anak-anak yang mengalami gangguan bahasa yang bersifat khusus (specific language impairment); atau anak-anak yang mengalami delusi autistik, hiperaktif, diseksekutif, dan skizofrenia.

Beberapa puisinya sering hanya muncul fonem tunggal seperti p, a, m, a yang baru punya arti ketika beberapa fonem itu digabung, seperti pa atau ma. Namun kehendak untuk mencari arti dan makna pada puisi jenis ini tak juga banyak gunanya di sini, karena tetap saja menyisakan arti yang tak eksplisit, walau pun rasa sugestifnya nikmat dicecap. Puisi “Tragedi Winka & Sihka” yang bermain-main dengan kata Pot: “potapa-potitu potkaukah potaku” menarik dibandingkan dengan kenaifan si kembar dalam novel The God of Small Things karya Arundhaty Roy yang secara sengaja mempermainkan kata “Stop” yang diajarkan salah seorang guru bahasa Inggris dengan membaliknya menjadi “Pots-Pots-Pots”.

Misi yang dikandung diksi puisi semacam itu merupakan kehendak untuk berkata-kata dalam banyak wicara secara bersamaan, yang dalam bahasa neourologi sering dinamakan sebagai gejala glossolalia—gejala yang berupa letupan kata-kata yang tak berujung-pangkal pada orang yang tampaknya sedang kesurupan, atau mendapat ilham, wahyu.

Dalam situasi berbahasa Tardji tak jarang memunculkan sejenis aphasia—di mana tatabahasa lenyap dan pembaca yang berusaha ingin menyelam makna diksi puisinya pun mengalami reseptive aphasia—kerusakan pada fungsi tertentu pada bahasa sehingga kemampuan menangkap dan menafsirkan juga lenyap.

Penyair yang mengalami ekstase akan ikut membuat kata-diksi puisi yang dilahirkannya mengalami mabuk, bergetar melalui isyarat-padat yang mungil-bugil. Delusi-delusi akan muncul dengan spontan, bagaikan dentuman suara halilintar yang mengeluarkan bunyi dahsyat dan berusaha untuk menyambar keteraturan gelombang lautan lirik yang mengalunkan suasana nada-nada melankolis, dan semuanya terbungkus dengan berbinar-binar, halus, licin, dan rasa yang ditimbulkannya pun mirip orgasme yang bertahan lama.

Tardji lebih memilih bahasa dan diksinya sendiri sebagai cerminan anak-anak ketimbang bahasa kamusan yang dianggap sudah baku. Tapi di tangannya, bahasa Indonesia bisa berkembang sangat kreatif dan hidup, sebagaimana diakui banyak orang. Anak-anak kecil gemar mencari bentuk ucapan dan pengucapan yang tak biasa, yang beda, dan sering dianggap oleh guru sekolahnya mengacaukan ragam puspa tata bahasa, dan sering tak mudah dicerna, tapi dipaksakan juga untuk diberi arti.

Karena sering dianggap tak punya arti, maka sering dibilang kacau, ruwet, gelap, dan gagal. Maka jika ada remaja—yang jiwa serta perilakunya masih sangat dekat dengan masa anak-kana—menuliskan puisi sejenis ini, akan dianggap tak layak untuk dirayakan. Baca misalnya, bagaimana Budi Hutasuhut dengan percaya diri menceramahi puisi-puisi remaja untuk menghindari kecenderungan penggunaan kata dan bahasa model puisi Tardji dan menyarankan untuk menggunakan “bahasa yang baik dan benar”—frasa yang meninabobokkan yang lahir dari sebuah kecelakaan sejarah yang banyak mengandung laknat ketimbang berkat ini.

Demikian pula yang terjadi pada kritikus yang dipercaya untuk mengulas puisi-puisi remaja yang terbit di harian Radar Lampung. Mengikuti ulsan-ulasan kritikus di harian ini, betapa sangat hebatnya mereka menjejalkan amanahnya agar remaja-remaja kita mengikuti anjuran mereka dan segera sadar akan ampuhnya sindiran licentia poetica yang kerap kali mereka gunakan.

Wajar saja jika dari tahun ke tahun kita sering mengeluhkan miskinnya penyair yang melakukan pemberontakan secara kreatif dari kecenderungan bentuk diksi dan isi atau gaya yang berliris-liris dan menampilkan suasana nada-nada yang mengharu-biru membosankan.

Kini sudah saatnya bagi seorang yang terus menulis untuk sedikit bercermin pada niveu ketaksadarannya sebagai anak-anak sekaligus berkaca pada cermin. Karena dengan itu kita akan merasa sebagai orang merdeka, tanpa dibudak dan dikendalikan oleh orang lain. Tanpa terus-terusan merasa teralienasi lantaran tak bisa berdiri di kaki sendiri?
__________
*) ASARPIN, lahir di dekat hilir Teluk Semangka, propinsi Lampung, 08 Januari 1975. Pernah kuliah di jurusan Perbandingan Agama IAIN Raden Intan Bandar Lampung. Setelah kuliah, bergabung dengan Urban Poor Consortium (UPC), 2002-2005. Koordinator Uplink Lampung, 2005-2007. Pada 2009 mengikuti program penulisan Mastera untuk genre Esai di Wisma Arga Mulya, 3-8 Agustus 2009. Tahun 2005 pulang lagi ke Lampung, dengan membuka cabang Urban Poor Linkage (UPLINK). Di UPLINK pernah menjabat koordinator (2005-2007). Menulis esai sudah menjadi bagian perjalanan hidup, yang bukan untuk mengelak dari kebosanan, tapi ingin memuaskan dahaga pengetahuan. Sejak 2005 hampir setiap bulan esai sastra dan keagamaan terbit di Lampung Post. Kini telah beristri Nurmilati dan satu anak Kaila Estetika. Alamat blognya: http://kailaestetika.blogspot.com/

Tambo Raden Sukmakarto

Dwicipta
Kompas, 2006/05/07

Di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Idenburg, di Batavia beredar kisah konyol tentang Raden Sukmakarto, seorang bangsawan Jawa anak Bupati Blora, mahasiswa STOVIA yang tak menyelesaikan studinya karena asyik berpesiar ke Eropa. Bakatnya dalam bidang kesenian telah menggemparkan seluruh Hindia Belanda. Namun peristiwa di gedung Nederlandsch-Indie Kunstkring-lah yang membuat ia menjadi lelaki paling terkenal di Batavia di masa itu.

Ketika lagu Wilhelmus van Nassau mulai mengumandang di gedung Nederlandsch-Indie Kunstkring, seorang lelaki pribumi berdestar dan berterompah malah menyanyikan lagu aneh berbahasa Jawa meskipun nada-nadanya selaras dengan lagu kebangsaan Belanda tersebut. Sontak saja beberapa hadirin dalam ruangan bersuasana khidmat itu menoleh ke arahnya. Belangkon yang dikenakannya dipakai terbalik sejak irama lagu kebangsaan Belanda mulai mengalir. Tubuhnya yang pendek dengan kulit coklat seperti memberi warna tersendiri dari kumpulan bangsa-bangsa kulit putih yang berdandan anggun malam itu. Sekalipun ia merasa beda di antara sebagian besar pengunjung, tak sedikit pun terpancar kerendah-dirian pada dirinya.

Seorang opsir dan dua pembantunya, setelah mendapat laporan dari seorang kacung, meninggalkan tempatnya berdiri di belakang Gubernur Jenderal Idenburg yang sedang berbahagia meresmikan gedung kesenian itu dan melangkah menuju pada lelaki berpakaian Jawa itu. Mereka menggelandang lelaki ganjil itu ke ruang pemeriksaan sementara.

“Apa yang kau nyanyikan? Apakah kau menghina ratu kami?” tanya opsir itu setelah menggelandang lelaki aneh itu ke ruang keamanan.

Laki-laki itu memandang sang opsir dengan raut muka tiada salah. Wajahnya tak membersitkan apa pun selain ketidaktahuan ketika ia digelandang begitu saja dari ruang peresmian dan melewati lorong-lorong yang dindingnya dipenuhi oleh lukisan-lukisan Rembrandt. Justru sepanjang digelandang, mulutnya berdecak-decak kagum mengamati lukisan pelukis Belanda itu walaupun hanya mengamatinya sambil lalu. Dan ketika sudah berada di kantor keamanan di lantai dua itu, ia tak henti-hentinya memandangi potret seorang Jenderal di masa perang Jawa, penakluk pemberontakan Diponegoro dan Bonjol.

“Ia kurang hidup dengan memegang tongkat komando seperti itu, sementara sorot matanya tak membersitkan kekejaman dan keculasan seperti yang ia praktikkan di masa perang,” katanya bak seorang kampiun kurator lukisan.

Opsir itu murka dan menampar mukanya.

“Dasar Inlander! Apakah kau tak mendengar pertanyaanku?! Perbuatanmu di ruang peresmian sudah cukup mengantarkanmu di tiang gantungan. Sekarang kau menghina tuan Jenderal De Kock yang terhormat,” katanya dengan gusar.

“Aku seorang seniman, apakah aku salah kalau berpendapat? Bukankah gedung ini dibangun untuk keagungan kesenian Hindia Belanda?” kata lelaki berkulit sawo matang itu dengan mimik menuntut.

“Bahkan seorang seniman sekalipun harus punya aturan, bukan seperti pemberontak macam kamu,” jawab sang opsir. “Apa yang kau nyanyikan di ruang peresmian itu?”

“Wilhelmus van Nassau.”

“Itu bukan lagu kebangsaan bangsa kami. Itu lagu Jawa.”

“Karena kunyanyikan dalam bahasa Jawa. Kalau tuan sekiranya tahu bahasa Jawa, tentu tuan akan mengerti lagu itu,” jawabnya dengan enteng. Pukulan tangan beberapa kali dari opsir tinggi besar itu membuat darah meleleh dari mulut dan hidungnya. Barangkali bibir dan tulang rawannya pecah dipukuli oleh opsir itu dan dua pengawalnya.

“Kau mau menipu kami?!”

“Saya tidak menipu, Tuan. Saya bicara sesungguhnya.”

Opsir itu meninggalkan ruang keamanan yang disulap menjadi ruang interogasi dalam waktu singkat. Tak lama setelah meninggalkan ruangan itu, ia kembali lagi dengan membawa seorang Belanda lain yang berpakaian indah dan pesolek.

“Coba kau nyanyikan lagi lagu yang tadi kau lantunkan di ruang peresmian,” Opsir itu memerintahnya.

Lelaki itu memandang sang opsir yang tak sedikit pun memiliki senyum. Ketika ia beralih memandang orang Belanda berpakaian sipil dan pesolek itu, ia mendapati kesan bersahabat pada dirinya. Sinar matanya menunjukkan rasa belas kasihan melihat hidung dan mulutnya mengeluarkan darah.

“Saya tidak pernah melihat tuan sebelumnya,” katanya tanpa mengindahkan perintah Opsir itu.

Sang Opsir murka dan berniat melayangkan pukulan padanya, namun Belanda pesolek itu memberikan isyarat supaya ia menghentikan perbuatannya.

“Saya baru datang dari Surabaya. Saya tinggal di sana selama tiga tahun. Tentu saja tuan tak mengenal saya,” katanya dengan bahasa Jawa yang halus.

“Oh, tuan bisa berbahasa Jawa? Ah, tuan sungguh berbudaya, tahu di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Siapa nama tuan?”

“Nama saya Hooykaas. Katanya tuan menyanyikan Wilhelmus van Nassau dalam bahasa Jawa. Apakah benar tuan telah menyanyikannya dalam bahasa Jawa?”

“Benar.”

“Bagaimana tuan menerjemahkan lagu itu ke dalam bahasa Jawa? Ingin rasanya saya mendengarkannya dari mulut tuan sendiri,” katanya.

“Apakah tuan benar-benar mau mendengarkan? Saya kira semua orang Belanda berbudaya. Tapi saya malah mendapatkan pukulan.”

“Pukulan dan kekerasan fisik adalah tata cara interogasi, tuan. Tata cara sesama orang berbudaya lain lagi bukan? Ayolah, saya ingin mendengarkan tuan menggubah lagu kebangsaan negeri kami,” kata Belanda pesolek itu dengan suara halus.

Lelaki itu kemudian menyanyikan lagu Jawa yang terdengar aneh di telinga opsir dan dua pengawalnya itu. Sementara Belanda pesolek bernama Hooykaas mendengarkan nyanyiannya dengan saksama. Wajahnya yang berdahi lebar sedang memikirkan sesuatu. Setelah lelaki itu selesai menyanyikan lagunya, bola mata Hooykaas bersinar-sinar gembira.

“Aha, tuan bisa menggubah liriknya ke dalam bahasa Jawa yang indah. Tak pernah kudengarkan lagu kebangsaan kami dinyanyikan dalam bahasa selain bahasa Belanda. Tuan benar-benar memiliki darah seni yang kuat,” katanya.

Opsir yang mendengarkan komentar Belanda pesolek itu tertegun mendengar komentarnya.

“Tapi ia menghina ratu karena menyanyikan lagu kebangsaan dengan cara yang aneh. Tuan Gubernur Jenderal tentu akan murka dan menjatuhkan hukuman mati padanya. Tubuhnya akan dicerai-beraikan dengan empat kuda yang lari ke empat penjuru mata angin. Tuan tahu Peter Elberfeld? Nasib tuan tidak akan jauh seperti dia dahulu,” katanya.

Tuan Hooykaas memandang opsir yang tadi menyiksa lelaki itu. Tiba-tiba cahaya terang seperti melintas dari dahi lebarnya dan merasuk ke dalam kepalanya. Ia memalingkan muka ke arah lelaki itu. Tangannya bergerak ke arah kantong saku dan mengambil sapu tangannya. Diserahkannya benda putih persegi empat terbuat dari bahan sutra halus dan berkilat kepada lelaki itu.

“Hapuslah darah tuan. Nasib hidup tuan barangkali tidak lama lagi. Pertama tuan menghina bangsa kami dengan menyanyikan lagu Wilhelmus van Nassau dalam bahasa Jawa. Kedua, menurut pengakuan opsir kami, tuan membalikkan belangkon yang tuan pakai ketika lagu kebangsaan kami mulai berkumandang. Itu perbuatan menghina bangsa tuan sendiri. Dan yang ketiga, masih menurut opsir kami, tuan menghina lukisan potret salah satu pahlawan perang kami di tanah Hindia ini, seorang strateeg yang andal seperti Jenderal De Kock,” katanya dengan senyum simpul.

Sambil menghapus darah yang masih menetes dari mulut dan hidungnya, ia melirik sebentar ke arah lukisan itu.

“Ah, aku yakin tuan tahu belaka letak kesalahan lukisan ini. Bagaimana Jenderal besar semacam De Kock tak memiliki syarat-syarat seperti yang saya katakan pada opsir tuan ini. Dia seorang strateeg seperti kata tuan tadi, tapi di mana tuan dapati kesan itu pada lukisan ini,” katanya sambil menunjuk lukisan yang ada di sisi kirinya. “Bisa tuan bandingkan ketika pelukis kami yang tersohor di daratan Eropa melukis Pangeran Diponegoro, musuh Jenderal De Kock pahlawan tuan itu. Padahal bangsa tuan memiliki pelukis-pelukis yang tersohor di seluruh dunia. Bangsa kami hanya memiliki Raden Saleh.”

“Ah, saya kagum pada tuan. Rupanya tuan memiliki pandangan yang luas. Apakah tuan pernah melihat lukisan Raden Saleh?” tanyanya dengan penuh rasa ingin tahu.

“Ya, tuan. Saya pernah merantau ke negeri tuan, dan tinggal di Paris selama dua tahun. Telah saya cari seluruh lukisan raden Saleh di seluruh Eropa. Saya datang ke bekas rumahnya di Belanda. Apa pekerjaan tuan kalau saya boleh tahu?” tanyanya dengan raut muka acuh tak acuh.

“Saya seorang penulis. Saya datang dari negeri Belanda dan tinggal di Hindia Belanda karena tertarik dengan alam khatulistiwa yang dituliskan sastrawan besar kami, Multatuli. Sastrawan Agung Goethe dari negeri Jerman saja kagum dengan Hindia Belanda. Itulah sebabnya saya sampai di sini. Sedangkan tuan Gubernur Jenderal Idenburg adalah teman saya semasa menyelesaikan studi di Belanda. Itulah sebabnya saya dipanggil dalam peresmian gedung ini,” katanya.

“Kabarnya tuan Gubernur Jenderal sangat menghormati kesenian dan para intelektual. Itulah sebabnya saya berani menyanyikan lagu kebangsaan tuan dalam bahasa bangsa kami,” sergahnya.

“Tentu saja, Tuan. Dia amat menghormati kesenian. Tapi dia juga penguasa politik di negeri ini.”

“Oh, benarkah? Tapi seorang penguasa negeri sekalipun tak akan dengan mudah menjatuhkan hukuman bukan? Saya dengar dia banyak memanggil kaum intelektual dan seniman Hindia Belanda ke kantornya dan untuk acara-acara resmi. Ia memang keras terhadap aktivitas politik kaum pribumi seperti Dr Cipto dan Suwardi dan orang dari negeri tuan sendiri seperti Douwes Dekker. Tapi orang seperti saya apakah menghina bangsa tuan?”

Belanda pesolek itu terpukau dengan ketenangan dan wajah tiada bersalah dari lelaki itu. Ucapannya tajam, namun apa yang keluar dari mulutnya amat menarik hatinya. Rencananya berjalan mulus. Opsir yang menginterogasi lelaki itu duduk gelisah di atas kursinya, mengetukkan jemarinya pada meja. Opsir itu silih berganti dengan tuan Hooykaas menanyai Raden Sukmakarto perihal perilaku-perilakunya di gedung itu. Yang satu dengan upaya menyudutkannya ke arah hukuman, sedangkan pihak yang lain berusaha mengarahkan pembicaraan ke arah kesenian. Keduanya bersitegang dan hampir adu mulut untuk menentukan apakah inlander yang kini mereka interogasi itu bersalah.

Akhirnya mereka bersepakat menyerahkan persoalan itu kepada tuan Gubernur Jenderal setelah acara berlangsung.

Desas-desus perilaku Raden Sukmakarto menyebar di seluruh Batavia. Orang-orang mulai bertaruh tentang berapa banyak waktu bagi lelaki nyentrik itu untuk menghirup napas bebas di muka bumi. Sampai pada saat ia dipanggil Tuan Gubernur Jenderal Idenburg ke kantornya di Weltevreden, orang-orang di seluruh Batavia diam-diam menunggu-nunggu dengan tidak sabar.

Entah bagaimana kejadiannya ketika bertemu dengan tuan Gubernur Jenderal Idenburg, Raden Sukmakarto keluar dari kantor Gubernur Jenderal itu dengan wajah berbinar-binar gembira. Orang-orang bertanya padanya kenapa ia tak dihukum mati seperti perkiraan sebagian besar orang. Tapi lelaki berkulit sawo matang dengan penampilan ganjil itu tak memberikan jawaban memuaskan. Ia hanya bercerita di dalam kantor tuan Gubernur Jenderal, ia menyanyikan banyak lagu-lagu Eropa dan memainkan musik klasik kesukaan tuan Gubernur Jenderal sampai lelaki yang paling berkuasa di Batavia itu tertidur.

“Setelah bangun dari tidurnya ia menyuruhku pergi, dan selamatlah aku dari hukuman mati,” katanya dengan raut muka tiada bersalahnya.

Kisah Raden Sukmakarto itu menyebar menjadi berita heboh di Batavia, mengalahkan kedatangan rombongan pentas musik dan para pelukis negeri Belanda yang datang dan mengadakan pameran di Gedung yang baru diresmikan itu. Muncul pula desas-desus lain bahwa lelaki berkulit sawo matang itu telah membohongi tuan Hooykaas dengan mengganti lirik lagu yang dinyanyikannya di dalam gedung peresmian dan di depan tuan Hooykaas sendiri. Sejak itu para intel melayu selalu mengikutinya. Namun mereka tak kunjung memiliki alasan kuat untuk membongkar desas-desus yang beredar itu.

Yogyakarta, Akhir Februari 2006
Sumber: http://cerpenkompas.wordpress.com/2006/05/07/tambo-raden-sukmakarto/

Saat Puisi Lampung Digugat Publik

Budi P. Hatees, Dwi Wahyu Handayani*
Lampung Post, 26 Juni 2006

Lokalitas dalam karya sastra acap dimaknai secara artifisial, sekadar mengutip idiom-idiom lokal ke dalam ekspresi bahasa sastra, sama-sekali tidak memberi substansial atas kelokalan tersebut.

Fakta inilah yang terungkap dalam diskusi yang membicarakan puisi-puisi karya Udo Z. Karzi di Lantai 1 Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM), Sabtu malam (24-6). Dalam acara Jumpa Bilik Sastra yang digelar UKMBS Unila itu, penyair yang biasa menulis puisi dalam bahasa Lampung ini, mengawali acara dengan membacakan karya-karyanya.

Ada enam buah puisi dari ratusan puisi karya Udo Zul yang dibacakan, semua ditulis dalam bahasa Lampung, meskipun ada juga terjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Terhadap terjemahan puisi ke dalam bahasa Indonesia, Ahmad Yunus Kedaton yang tampil sebagai pembahas, menilai Udo Zul kurang percaya diri.

“Mestinya Udo Zul membiarkan puisinya tetap dalam bahasa Lampung. Tidak perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,” kata Ahmad Yunus dalam diskusi yang dipandu penyair Jimmy Maruli Alfian.

Terlepas soal itu, Ahmad Yunus melihat ada pemberontakan dalam puisi-puisi Udo Zul, mirip seperti yang dilakukan sastrawan dari Kepulauan Karibia. Menulis puisi dalam bahasa Lampung adalah sebuah counter terhadap kultur yang imperial. “Saya berharap Udo Zul menulis puisi seperti ini sebagai suatu bentuk perlawanan kultural,” katanya.

Harapan serupa juga diungkapkan para undangan di antaranya Panji Utama, Ari Pahala Hutabarat, Aris Hadiyanto, Anton Kurniawan, Y. Wibowo, Galih Pribadi S.S., Edy Samudra Kertagama, dan lain-lain. Mereka berharap ada konsep yang diperjuangkan Udo Zul dengan pilihan ekspresi bahasa puisinya. “Saya pikir pilihan Udo Zul ini tepat. Ketika bahasa Lampung mulai tersisih dari bahasa pergaulan, ia malah memilih bahasa yang tersisih itu dalam ekspresi karya sastranya,” kata Panji Utama.

Ari Pahala Hutabarat menilai, lokalitas dalam puisi Udo Zul ini hanya pada bahasa Lampung, tak ada substansi kultural Lampung di dalamnya. “Idealnya, lokalitas itu menjadi substansi puisi-puisi berbahasa Lampung itu.”

Di kalangan sastrawan Lampung, Udo Z. Karzi dikenal sebagai “pelopor” penulisan puisi moderen dalam bahasa Lampung. Sebuah buku puisinya dalam dwibahasa Lampung-Indonesia, diterbitkan pemerintah daerah dalam rangka mensosialisasikan puisi-puisi tersebut. Namun, Udo Zul mengakui tidak berpretensi untuk menulis tradisi atau budaya Lampung dalam sajak-sajaknya.

“Selama ini saya menulis puisi berbahasa Lampung karena ada nilai yang ingin saya sampaikan. Nilai pertama adalah bahasa Lampung itu sendiri, nilai lain adalah makna puisi saya itu. Soal apakah itu mengandung unsur lokal, tradisi Lampung, nilai budaya Lampung atau apa pun, saya tak ambil pusing, ” kata dia.

Menurut Udo Zul, begitu puisi selesai ia tulis, ia tidak membayangkan apakah orang akan mengerti saat membacanya atau tidak. Sebab, seorang penyair sejatinya hanya berpikir tentang berkarya. Mengenai makna puisi, sejatinya menjadi urusan pembaca.
“Setiap teks sastra mengandung banyak tafsir, dan setiap pembaca memilik tafsir yang berbeda-beda. Silakan saja menafsirkan puisi saya seperti keinginan masing-masing pembaca,” katanya.

* Budi P. Hatees dan Dwi Wahyu Handayani, keduanya wartawan Lampung Post

Komentar

… Seorang penyair Lampung yang memiliki memori tentang kelampungan. Dan, itu akan menjadi sesuatu yang unik jika ia ekspesikan ke dalam karyanya. Dengan potensi dimilikinya itu ia bisa hadir sebagai salah seorang penyair Indonesia dengan ciri tersendiri.
(Iswadi Pratama, penyair)

Kepenyairan Udo Z. Karzi di mata saya seperti sebuah ranjang tempat pergumulan budaya tradisi dan modern berlangsung. Karya-karyanya mengangkat fenomena sosial modern dengan tetap mengusung tatanan filosofis tradisi (Lampung).
(Syaiful Irba Tanpaka, penyair)

Mengapresiasi sajak-sajak Udo Z. Karzi menggunakan bahasa Lampung, ternyata bukan hanya sastra yang hadir dalam medium bahasa Lampung saja. Udo hanya menulis. Memberi makna pada teksnya dan meminjam idiom rasa bahasa Lampung untuk sajaknya.
(Yudi Nopriansyah, jurnalis)

Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2006/06/udo-z-karzi-baca-sajak-saat-puisi.html

MANIFESTASI DUNIA DAN PELAYANAN SOSIAL*

M.D. Atmaja
http://sastra-indonesia.com/

Tentu sudah bukan menjadi pemikiran yang baru ketika saya di sini memulai mengungkapkan kembali mengenai nilai keuniversalan karya sastra dan skemanya sebagai suatu manifestasi dunia kehidupan. Pembacaan pada karya sastra akan membawa kita pada fenomena masyarakat atas dunia kehidupan yang dipahami seorang sastrawan sebagai salah satu agen edukasional. Saya mendasarkan ini pada pendapat Horatius yang menempatkan sastra sebagai media yang mengandungi dua nilai utama, yaitu mendidik dan menggerakkan. Berbekal nilai ini karya sastra, tidak menjadi hal yang muluk kalau, sastrawan sebagai agen edukasional bertanggung jawab sebagai “guru humanis”.Kedudukan ini merupakan suatu kehormatan bagi para sastrawan, di samping paradigma lain yang menempatkan karya sastra sebagai teks yang mensucikan jiwa manusia, khatarsis dalam bahasa Aristoteles. Mengantongi pendapat Aristoteles ini, karya sastra menempati posisi yang begitu tinggi. Tidak sekedar sebagai lembaga pengajaran bermediumkan bahasa, di dalamnya juga menanggung tanggung jawab berat. Bobot karya sastra, karena itu, dapat dilacak dari muatan edukasional yang terkandung, tentu saja edukasional yang mencerahkan. Tidak ada salahnya kalau kemudian kita mengatakan bahwa sastra memiliki kedekatan dengan agama.

Sastra dalam penyampaiannya memuat tiga faktor penting seperti yang sudah saya sebutkan di atas, yaitu mendidik, menggerakkan, dan selanjutnya mencerahkan. Tiga muatan ini akan mengarahkan kita pada sastra bertendens, mengantongi misi tertentu yang dimaksudkan oleh subjek kreator. Kita akan menemukan berbagai bentuk (sastra) propaganda, seperti yang diungkapkan Lu Hsun (1928) bahwa “semua sastra sebagai propaganda”.

Di tempat lain, Leon Trotsky mengungkapkan peran seni (dan sastra) sebagai perwujudan dari pelayanan sosial. Hal ini saya kira karena didasari oleh tiga muatan sastra tadi; melakukan pelayanan sosial dengan mendidik, berusaha menggerakkan, dan untuk mensucikan jiwa manusia.

Menjadi seorang sastrawan (pekerja sastra) bagi saya adalah sebagai suatu pilihan. Saya tidak tahu, apakan saya memiliki bakat alam atau karena faktor sosial lain. Karena menjadi pilihan itu, pekerja sastra menghadapi pilihan lain dalam menempatkan diri dan karya yang dihasilkan. Hal yang saya sadari betul sebagai tanggung jawab yang secara sadar telah saya ambil sebagai sastrawan (kalau “gelar” sastrawan itu pantas saya sandang, namun saya lebih senang disebut dengan propagandis).

KEMUNCULAN “PEMBUNUH DI ISTANA NEGARA”

Ada Pembunuh di Istana Negara, hal ini yang coba saya angkat ke dalam sebuah tema cerita, sekaligus inti dari novel (baca saja: propaganda) yang saya kreasikan. Novel ini lahir di tengah maraknya eksotis dan ekstase cinta yang menebar di dalam nuansa kesusastraan Indonesia. Hadir dalam rangka mengangkat ruh perjuangan di masa lalu ketika sastrawan memiliki keberanian untuk memainkan peran sebagai pilar penopang demokrasi. Saya menyakini, kalau sastrawan harus berani mengabil sikap, memperjelas paradigma kenegaraan sebagai warga negara untuk beroposisi atau penyokong status quo pemerintah.

Menghadapi kenyataan yang teramat nyata, sungguh terlalu banyak di kalangan sastrawan yang melepaskan kebersinggungan dengan dunia politik. Bahkan para penulis yang telah dilabeli dengan bandrol penulis paling inspiratif, penulis best-seller dan seabrek istilah lainnya, menempatkan wilayah politik dalam nuansa yang abu-abu. Saya merasa kalau banyak sastrawan yang merasa tabu berhadapan dengan masalah politik sampai terkadang hanya tersentil sedikit sebagai bumbu yang entah itu sebagai pemanis atau sebagai percikan garam.

Dengan memperkenalkan PEMBUNUH DI ISTANA NEGARA (PDIN) yang terbit tahun 2010, sebagai seorang propagandis saya merasakan kebermanfaatannya. Melalui novel itu saya berusaha menempatkan diri, memperlihatkan pada masyarakat sastra secara gamblang tentang bumi mana yang dipijak oleh M.D. Atmaja. Jelas, untuk menempatkan siapa lawan dan siapa kawan. Lawan dan kawan saya berada jauh dari peperangan dunia sastra, misalnya antara kawan Saut Situmorang (boemipoetra) VS Teater Utan Kayu (TUK). Musuh saya adalah setiap sendi kehidupan yang menjadi penghalang bagi terwujudnya “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” (PDIN, 2010: 5).

Soekarno telah memesankan pada kita untuk tidak melupakan sejarah, paradigma M-D-H (Materialisme-Dialektika-Historis) mengarahkan penulis untuk memahami realitas historis, dan juga falsafah Pancasila mengajarkan untuk menjadi “manusia”, karena itu saya memperkenalkan PDIN sebagai novel pertama. Saya yakin, bahwa sejarah bangsa Indonesia adalah sejarah perlawanan pada kesewenangan dan ketidak-adilan, sejarah perlawanan pada penindasan manusia atas manusia lain, dan saya secara sadar menempatkan PDIN sebagai mukadimah perang itu. Bahwa di tanah merah darah Indonesia, masih tersisa beberapa orang, salah satunya M.D. Atmaja sebagai propagandis, pun ada juga si Politikus Sastra (Saut Situmorang) yang belum berhasil dibinasakan. Sastra harus menempatkan dirinya, sebagai suara keadilan.

BERSAMA PDIN; PEREMPUAN, CINTA, DAN POLITIK

Penempatan novel PDIN sebagai sastra yang berada di garis politik tidak semerta-merta sebagai kedangkalan pola berpikir. Memang, tidak ada kritikus yang mengatakan kalau novel PDIN sebagai naskah penting yang memperjuangkan berbagai aspek sosial masyarakat. Tapi, apakah nilai sastra ditentukan oleh kritikus sastra yang terkadang tidak mau tahu, terkadang pula sarat dengan berbagai kepentingan? Saya rasa tidak, sastra memiliki ruhnya sendiri dan pergolakan pemikiran dan kesadaran yang akan menjawab bagaimana posisi karya di dalam kehidupan masyarakatnya.

Perempuan memiliki strukturnya yang tersendiri dalam novel ini. Tidak mencolokkan mengenai peran perjuangan dalam kebebasan seksualitas, karena saya tidak melakukan eksploitasi pada tubuh secara besar-besaran. Saya juga tidak memberikan space yang cukup besar (juga tersendiri) pada aspek seksualitas ini, namun saya tetap menyuarakan dan memposisikan perempuan dengan lebih baik.

Namun mungkin saja, ini tidak akan menjadi “perjuangan gender” seperti yang dilakukan Sastrawangi Ayu Utami melalui “Saman”nya. Tapi saya merenungi nasib, apakah harus dengan ekspolitasi tubuh dalam khasanah seksualitas sebagai gerakan pembebasan kaum perempuan?

PDIN menempatkan perempuan dalam posisi seperti ini:

Bagaimana jadinya kehidupan ini tanpa perempuan? Apakah dia [lelaki] masih mampu berdiri dan berteriak: Aku sang lelaki! (hlm. 7).

Perempuan tidak sekedar sebagai pelengkap akan hubungan seksualitas, namun dia menjadi ruh di dalam kehidupan bagi seorang lelaki. Kehadirannya bagi saya melalui PDIN adalah sebagai EMPU yang mana mengandungi kekuatan kosmis (makro dan mikro) yang kalau dalam permainan catur, perempuan adalah pemainnya sedangkan lelaki adalah bidak caturnya. Melalui pandangan ini, tidak lantas saya merendahkan lelaki, karena saya seorang lelaki, namun keberadaan perempuan jauh dari sekedar permainan seksualitas itu tadi.

Ia (perempuan) sebagai empu, yang mana memberikan pengaruh gerakan dari seorang petarung seperti Wiku Sapta Seloka. Dapat dikatakan, kalau perempuan yang bermanifestasi dalam diri Gadis Indriani membentuk dan sekaligus mengarahkan jiwa pemberontakan Wiku. Bisa kita melihat bagaimana Gadis mengembalikan semangat Wiku (yang juga suaminya). Peran tokoh Gadis membuat Wiku lebih matang dapat disaksikan dalam pandangan Wayang (hlm. 72) atau ketika Gadis menguatkan suaminya untuk tetap berani menghadapi masalah seperti dalam halaman 286:

“Ada harga yang harus kita bayar untuk sesuatu yang ada di dalam dada kita sebagai harapan”

Posisi perempuan dalam kehidupan lelaki yang saya wujudkan dalam tokoh Gadis (yang secara dominan) dan Rini merupakan suatu dialektika perjuangan tersendiri. Lelaki tidak akan menjadi lelaki tanpa keberadaan perempuan yang sebenarnya memiliki dua nilai yang sama-sama menentukan kehidupan. Kedudukan perempuan itu, misalnya:

“Tidak seperti itu!” sahut Oka sambil menggelengkan kepala. “Kehadiranmu yang selama ini menguatkanku. Membuatku mampu berdiri tegak selayaknya karang yang menerima debur ombak di setiap harinya.”

“Menjadi kuat dan rapuh secara bersamaan seperti karang, yang pelan-pelan dikikir untuk menjadi pasir.” Ucap Gadis dalam senyuman yang dilanjutkan dengan mencium kening Oka kembali. “Sebenarnya aku adalah beban yang kamu tanggung, Mas, kekuatan dan kelemahan yang datang bersama-sama.”

“Itulah titik kehidupan seorang pahlawan. Istri dan keluarga adalah nyawanya, sekaligus menjadi kematiannya.” (PDIN, hlm 303).

Perempuan saya anggap sebagai bangunan struktur estetik yang penuh dengan makna kehidupan. Perempuan hadir sebagai ruh bersama dalam cinta yang tidak dapat ditolak atau dimanipulasi. Kecenderungan dalam melakukan atau mengeksplorasi seksualitaslah yang bisa dimanipulasi untuk terlibat menjadi perek (perempuan eksperimen, jika meminjam istilah Ayu Utami), atau menuju pilihan lain untuk menjadi Empu seperti dalam sejarah bangsa Indonesia.

Gerakan yang dilakukan Kapten Agung Sutomo pun, didorong oleh rasa cinta pada perempuan. Yaitu, karena keluarga kekasihnya, melalui tokoh Rina, yang mengalami kesewenangan pemerintah. Penggusuran petani yang melahirkan kesengsaraan baru, membuat Agung berani melepaskan tembakan pada orang yang selama ini dikawal. Lantas, apakah kita masih mempertanyakan peran perempuan dalam kehidupan kita?

Dalam ruang ini sengaja saya membahasnya, sebab saya pernah mendapatkan sapaan dari Robin Al Kausar yang menulis, “Ada pembunuh cinta di Istana Negara”, yang menyatakan bahwa di sana tidak adanya suatu gerakan politik dalam tragedi usaha pembunuhan presiden. Saya memang melandaskan diri untuk memulai sesuatu berasal dari rasa cinta. Termasuk, penembakan seorang Paspampres pada Presiden.

Kenapa harus cinta? Saya tidak bermain logika di sini. Tidak pula membuat suatu perumpaan lain, bahwa adanya konspirasi besar yang sengaja dipersiapkan untuk menggulingkan kekuasaan negara. Memang pernah terpikir untuk membuat suatu skema seperti itu, namun pembunuhan presiden dengan skematisasi kekacauan politik tidak menarik dan tidak murni. Saya masih berpandangan adanya gerakan kepentingan yang hanya akan melahirkan suatu sistem baru yang tentu saja, belum tentu lebih baik dari sistem sebelumnya. Dan masih menurut pandangan saya, pembunuhan atas nama cinta menjadi hal yang paling logis.

Novel ini saya pergunakan untuk mengungkapkan aspirasi politik yang selama ini, menurut saya gagal dilaksanakan oleh agen politik bangsa kita. Bahwa sebuah negara hanyalah berbentuk wadah untuk menampung kekuasaan besar rakyat. Sastra menjadi media penyampaian informasi, bahwa rakyat berada posisi atas dan pemerintah harus benar-benar mengakui secara dejure dan defacto atas kedaulatan itu. Tidak sekedar sebagai retorika yang gersang, yang dimanfaatkan ketika suksesi negara dilaksanakan. Skematisasi pemerintahan negara ideal versi PDIN dapat dilihat dalam diagram pada halaman 310.

Sistem Negara Ideal

Penggarapan PDIN sebagai perwujudan politik praktis yang pernah hilang dalam kesusastraan Indonesia setelah hebatnya kemenangan Gestok. Kalau dikarenakan estetika politik tersebut kemudian novel ini tidak bisa memasuki sastra, karena tidak pantas menjadi naskah sastra, maka biar saja PDIN tetap berada dalam identitasnya sendiri sebagai naskah politik.

Studio SDS Fictionbooks, 2011

*) Disuguhkan dalam Diskusi Sastra Novel PEMBUNUH DI ISTANA NEGARA (SDS Fictionbooks, 2010) karya M.D. Atmaja pada hari Jumat tanggal 15 April 2011 di Komunitas Matapena.
Sumber: http://phenomenologyinstitute.wordpress.com/2011/04/15/manifestasi-dunia-dan-pelayanan-sosial/

PLAGIATOR VS PENGARANG


Nurel Javissyarqi

Pengarang yang mentalnya teriming-imingi keinginan menjiplak pesona karya para pendahulunya, ialah pengkarya yang tak memiliki keberanian mengeruk kesejatian di tengah peredaran sejarah. Terpedaya laluan kecil, lalu berhamburan bersuka ria, layaknya si bocah menyenangi permainan, tiada keinginan belajar lebih atas realitas. Sebayang-bayang terhapus, kala pamor yang dijiplak meningkatkan sorot cahaya, di siang hari jaman yang didengungkan.

Apa Benar Taufiq Ismail Melanggar Licentia Poetica?

(Sejumlah Temuan dalam Telisik Literasi atas Polemik Plagiarisme Karya Malloch)
Ilham Q. Moehiddin
http://sastra-indonesia.com/

POLEMIK perihal dugaan plagiarisme yang dilakukan Taufik Ismail seketika merunyak akhir-akhir ini. Polemik ini seketika menjadi ‘hebat’ sebab ikut menyeret nama penyair besar sekelas Taufiq Ismail, yang oleh Paus Sastra Indonesia, HB. Jassin, dikelompokkan ke dalam penyair angkatan ’66.

Pada mulanya, seorang cerpenis wanita, Wa Ode Wulan Ratna, memposting sebuah karya Douglas Malloch dalam catatan di akun Facebook-nya. Karya Malloch yang sejatinya berjudul ‘Be The Best of Whatever You Are’ itu terposting berupa terjemahan berjudul ‘Akar-akar Pohon’.

Tak sengaja saya membaca puisi itu, dan merasa dejavu. Serasa saya pernah membaca atau mendengar puisi macam itu, entah dimana. Lalu saya teringat pada programa Jika Aku Menjadi Special Ramadhan stasiun TransTV yang ditayangkan sebelum berbuka puasa pada Ramadhan 2010. Pada tayangan itu, aktris Asri Ivo membacakan puisi ‘Kerendahan Hati’. Caption pada tayangan itu juga menampilkan nama Taufik Ismail sebagai pencipta puisi tersebut.

Tanpa memuat prasangka apalagi tuduhan, sayapun ikut mem-posting dua entitas puisi itu ke akun Facebook saya, pada 25 Februari 2011, sekadar mengajak beberapa sastrais dan budayawan untuk berdiskusi perihal itu. Benar saja, postingan itu memancing diskusi dan debat. Semenjak itulah, ‘dugaan samar’ ini menyebar kemana-mana. Diskusi dan polemik seputar ini seketika menyeberang ke Twitter, dan menjadi ramai di sana.

Telisik Literasi pada Kedua Puisi

Menurut pendapat saya, akar polemik ini sungguh patut dipertanyakan. Jika benar seperti apa yang dituduhkan orang kebanyakan pada Taufik Ismail, maka upaya itu tidak bisa sekadar disebut meringkas, menyadur, ataupun mentranskrip. Jika diperhatikan secara saksama, apa yang tertulis sebagai puisi Douglas Malloch yang kemudian dituliskan sebagai milik Taufik Ismail, tak memenuhi ketiga unsur di atas.

Jika dikatakan meringkas, maka perilaku meringkas sangat sukar dikenakan pada entitas puisi, sebab akan otomatis melanggar licentia poetica. Apa benar penyair besar Taufiq Ismail dengan sengaja melanggar licentia poetica? Saya tak sepenuhnya yakin dia melakukan itu. Kemudian, jika dikatakan menyadur, maka Taufik Ismail tak tampak sedang menyadur puisi Douglas Malloch.

Menyadur adalah menyusun kembali cerita secara bebas tanpa merusak garis besar cerita, biasanya dari bahasa lain. Menyadur juga diartikan sebagai mengolah (hasil penelitian, laporan, dsb.) atau mengikhtisarkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002: 976). Dengan demikian, menyadur mengandung konsep menerjemahkan secara bebas dengan meringkas, menyederhanakan, atau mengembangkan tulisan tanpa mengubah pokok pikiran asal. Hal penting yang harus kita ketahui ialah bahwa dalam menyadur sebuah tulisan, ternyata kita diperkenankan untuk memperbaiki bentuk maupun bahasa karangan orang lain, misalnya dalam kasus karangan terjemahan.

Sayangnya, penyaduran tidak bisa serta-merta diberlakukan pada puisi, sebab ada aspek bahasa, bunyi dan makna, yang belum tentu dapat diinterpretasikan secara tepat oleh penyadur. Jika penyaduran dilakukan pada cerpen, dan novel berbahasa asing, maka proses yang dijelaskan pada KBBI sudah tepat. Suatu hal yang tidak boleh kita lupakan dalam menyadur adalah dengan meminta izin, mencantumkan sumber tulisan berikut nama penulisnya.

Cobalah simak puisi Be The Best of Whatever You Are, karya Douglas Malloch ini.

If you can’t be a pine o the sop of the hill,

Be a scrub in the valley – but be

The little scrub by the side of the hill; (1)

Be a bush if you can’t be a tree

If you can’t be a bush be a bit of the grass

And some highway happier make (2)

If you can’t be a muskie then just be a bass

But the leveliest bass in the lake

We can’t all be captains, we’ve got to be crew (3)

There’s something for all of us here

There’s big work to do, and there’s lesser to do

And the task you must do is the near

If you can’t be a highway the just be a trail (4)

If you can’t be the sun, be a star

It isn’t by size you win or you fail

Be the best of whatever you are (5)

Puisi Douglas Malloch ini adalah puisi berjenis kuatrain dan berada di jalur tengah aliran kepenyairan. Douglas Malloch, dalam puisinya ini, jelas sekali hendak mendudukkan pokok pikirannya sebagai masonic yang berkaitan dengan kehidupannya sebagai penebang kayu, secara terurut, tanpa putus. Artinya, jika hanya hendak menekankan pada kebaikan setiap orang untuk ‘menjadi yang terbaik dengan cukup menjadi dirinya sendiri’, maka Douglas Malloch tak perlu menuliskannya hingga empat bait. Pesannya bisa langsung sampai hanya dalam dua atau tiga bait saja. Inilah mengapa proses penyaduran tidak bisa dilakukan pada puisi.

Sekarang, simaklah puisi Kerendahan Hati karya Taufik Ismail berikut.

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin

yang tegak di puncak bukit

Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,

yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,

Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang

memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya

Jadilah saja jalan kecil,

Tetapi jalan setapak yang

membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten

tentu harus ada awak kapalnya…

Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi

rendahnya nilai dirimu

Jadilah saja dirimu….

Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri

Pada terminologi penyaduran, bentuk reposisi dan pengembangan masih diperbolehkan. Tetapi jika diperhatikan lebih saksama (terutama pada larik-larik yang dimiringkan) tampak sekali beberapa larik sengaja dihilangkan, dan, atau menggantinya dengan larik berbeda.

Ada dua larik pada puisi Douglas Malloch yang hilang, yakni; If you can’t be a muskie then just be a bass/ But the leveliest bass in the lake//

Lalu, berganti dengan larik berbeda pada puisi Taufik Ismail, yakni; Tetapi jalan setapak yang/ membawa orang ke mata air//

Apakah penghilangan dan penggantian ini disengaja? Jika melihat terjemahan dua larik puisi Douglas Malloch, dan membaca dua larik baru pada puisi Taufik Ismail, maka jelas sekali bahwa penggantian tersebut disengaja. Pengubahan, atau penggantian ini dari sisi licentia poetica seharusnya tidak boleh terjadi, sebab telah mengubah makna dan bunyi puisi Douglas Malloch. Inikah yang disebut penyaduran?

Pertanyaan ini dijawab dengan tuntas oleh Gorys Keraf. “Sebuah bentuk ringkasan dari sebuah tulisan hendaknya tetap menekankan sisi konsistensi akan sebuah urut-urutan sesuai dengan ide atau gagasan pengarang. Begitu halnya saat kita menyadur, hal tersebut juga berlaku—tetap mempertahankan ide dari naskah asli.” Tegas Keraf dalam buku Komposisi (1984:262, Flores. Penerbit Nusa Indah).

Yang Luput dari Taufik Ismail.

Menarik disimak, adalah dua larik yang tadi telah dibahas di atas, yang entah mengapa luput oleh Taufik Ismail dimasukkan ke dalam puisinya. Dua larik itu adalah; If you can’t be a muskie then just be a bass/ But the leveliest bass in the lake//

Sebagai satu kesatuan dari bunyi dan makna yang dikatakan Keraf, maka dua larik yang luput itu seharusnya tetap ada untuk mengikat dua larik sebelumnya; If you can’t be a bush be a bit of the grass/ And some highway happier make//

Lemah dugaan saya, bahwa Taufik Ismail tidak mengetahui persis makna kata muskie dan bass dalam dua larik puisi Douglas Malloch itu.

Dua kata dalam larik puisi Douglas Malloch itu memang tidak ditemukan dalam dalam kamus besar Bahasa Inggris (The Contemporary English-Indonesian Dictionary, Drs. Peter Salim, M.A.). Rasa penasaran pada kata lake (danau), yang membawa saya pada dua jenis ikan yang berhabitat di danau primer dan sepanjang sungai besar di Amerika Serikat.

Musky adalah sejenis ikan besar, yang masih satu genus dengan Arwana dari Amazon. Muskie adalah nama dalam bahasa pasar masyarakat setempat, untuk ikan Musky, yang hidup di danau-danau di Minnesota. Sedang Bass adalah nama setempat untuk ikan smallmouth (salmon). Ikan dengan ukuran tubuhnya jauh lebih kecil dari ikan Muskie. Habitatnya di sungai-sungai primer di Amerika Utara. Itulah mengapa kata Muskie dan Bass tidak terdapat di dalam kamus.

Sehingga untuk mengisi kekosongan dua larik yang terlanjur menggantung pada satu bait tersebut, Taufik Ismail kemudian menggantinya dengan; Tetapi jalan setapak yang/ membawa orang ke mata air//

Jika merujuk pada Keraf, maka penggantian ini jelas sekali telah mengubah secara drastis ide dan gagasan pengarang. Artinya, paham atau tidaknya Taufik Ismail pada dua kata tersebut, tidak dapat dijadikannya alasan untuk mengganti dua larik pada puisi Douglas Malloch dengan dua larik baru. Maka, terang saja, Taufik Ismail tidak saja gagal menyembunyikan fakta, bahwa dirinya tidak sekadar terinspirasi keindahan makna puisi Douglas Malloch, sehingga tanpa sadar atau tidak terperangkap dalam bentuk plagiarisme.

Lalu, apakah ada kemungkinan penyair sekaliber Taufiq Ismail akan melakukan hal ini? Wallahu’alam.

Bantahan dan Sejumlah Bukti

Keterangan Redaktur Majalah Sastra, Horison, Fadli Zon, yang juga kemenakan Taufiq Ismail, dalam bantahan yang termuat pada PedomanNews.com, bahwa, Taufiq Ismail mengatakan padanya merasa pernah membahas puisi itu atau menerjemahkan puisi itu dalam kegiatan SBSB atau MMAS di sekolah-sekolah, ikut membuktikan bahwa pernah ada terjadi persentuhan antara Taufiq Ismail dengan puisi Douglas Malloch.

Pada buku Terampil Berbahasa Indonesia Untuk SMP/MTs Kelas VIII, yang disusun oleh Dewaki Kramadibrata, Dewi Indrawati, dan Didik Durianto yang diterbitkan Pusat Perbukuan, Diknas RI. Pada Pelajaran 11, bagian C: Menulis Puisi Bebas dengan Memperhatikan Unsur Persajakan; halaman 198, dengan jelas dapat ditemukan puisi Kerendahan Hati karya Taufik Ismail.

Tidak ada keterangan sumber di bawah puisi Taufik Ismail pada halaman tersebut. Rupanya para penyusun memasang puisi itu dan meninggalkan sumbernya pada daftar pustaka. Artinya, keterangan soal latar belakang dan darimana sumber yang digunakan hanya tim penyusun yang bisa menjawabnya.

Apakah peneraan puisi Kerendahan Hati karya Taufik Ismail itu sepengetahuan Taufiq Ismail? Ini dengan terang sudah dijawab sendiri oleh Taufiq Ismail yang disampaikan oleh Fadli Zon, bahwa Taufiq Ismail memang terlibat dalam kegiatan SBSB (Sastrawan Bicara Siswa Bertanya) atau MMAS (Membaca, Menulis dan Apresiasi Sastra) di sekolah-sekolah.

Masih menurut Fadli, puisi Kerendahan Hati yang beredar, nama pengarangnya ditulis sebagai Taufik Ismail. Padahal, nama penyair itu memakai “q” pada nama Taufiq-nya, bukan “k“. Jadi bisa jadi apa yang digunjingkan itu salah orang. Demikian pembelaan Fadli, yang dikutip Tempo Interaktif, Jumat 1 April 2011.

Kendati adalah penting menuliskan nama seseorang secara benar dalam sebuah literasi (khususnya pada pemberitaan), namun agaknya Fadli Zon tidak memeriksa dengan teliti sebelum melontarkan bantahannya. Keliru serupa ini kerap terjadi pada tera nama Goenawan Mohamad yang sering dituliskan orang dengan Gunawan Muhammad. Kendati dituliskan keliru, ingatan kolektif orang tetap merujuk pada satu sosok. Apalagi, baik Goenawan Mohamad dan Taufiq Ismail adalah dua nama besar penyair, sastrawan dan budayawan Indonesia.

Pada puisi Kerendahan Hati yang termuat dalam buku Diknas di atas, nama penyair itu dieja dengan huruf akhir ‘k’. Pun pada beberapa terbitan Horison Sastra Indonesia sendiri, kerap dituliskan “Ismail, Taufik, dkk (penyunting). 2011. Horison Sastra Indonesia. Jakarta: The Ford Foundation”, sebagai salah satu contohnya.

Kemudian pengejaan ‘Taufik Ismail’ juga ditemukan pada kata sambutan dalam buku The Lady Di conspiracy : Misteri Dibalik Tragedi Pont de L’Alma, karya Indra Adil, terbitan Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2007.

Artinya, dalil Fadli Zon perihal huruf akhir pada nama penyair itu seketika patah. Sebab, apabila karakter penulisan nama tersebut dianggap penting, tentulah hal ini telah diperhatikan benar sejak lama. Tidak setelah polemik ini mengemuka.

Pada berita yang sama, Fadli Zon juga mengungkapkan tak dia temukan puisi Kerendahan Hati dalam empat buku karya-karya Taufiq Ismail. Salah satunya kumpulan puisi tahun 1953-2008 berjudul Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit, (Mei, 2008) setebal 1076 halaman. “Di buku itu saya tidak menemukan puisi berjudul ‘Kerendahan Hati’,” katanya. Menurut Fadli, Taufiq Ismail juga menerjemahkan puisi 160 penyair Amerika yang dikumpulkan dalam buku “Rerumputan Dedaunan” dan hingga saat ini belum diterbitkan. Dalam terjemahan tersebut tak ada puisi Douglas Malloch.

Keterangan Fadli ini bisa saja dipercaya, namun sebenarnya tidak berkorelasi langsung dengan isu yang sudah terpolemik. Buku kumpulan puisi MBML itu terbit pada 2008, sementara itu buku Terampil Berbahasa Indonesia itu terbit pada tahun yang sama. Sedang pada 2009, puisi itu masih sempat dibacakan pada programa Jika Aku Menjadi Special Ramadhan 2010 di TransTV. Program MMAS dan SBSB yang dimana Taufiq Ismail dan Majalah Horison terlibat langsung sudah dilaksanakan sejak tahun 1998 hingga 2008. Bahkan beberapa puisi Kerendahan Hati karya Taufik Ismail sudah terposting di beberapa blog sejak 2006.

Sejumlah sinyalemen ini secara tidak langsung membentuk premis terhadap kehadiran karya tersebut dalam kurun waktu 1998 hingga 2008.

Dari telisik literasi ini, kini, siapapun boleh menarik kesimpulan masing-masing, perihal polemik pada entitas puisi karya Douglas Mulloch itu. Telisik literasi ini tidak hendak mencuatkan sebuah masalah yang selama ini kerap merisaukan kalangan sastrawan; plagiarisme

Telisik literasi inipun tidak dalam posisi menuduh siapapun telah melakukan plagiat. Bahwa sebagai telisik literasi, ada baiknya ini dijadikan pembelajaran pada masa selanjutnya, bahwa penghargaan atas sebuah karya sastra/literasi sebaiknya memang diberikan pada sosok pengkaryanya. Demikian. ***

Sumber: http://www.facebook.com/notes/ilham-q-moehiddin/sejumlah-temuan-dalam-telisik-literasi-atas-polemik-plagiarisme-karya-malloch/10150202690620757?ref=notif¬if_t=like

Puisi Douglas Malloch dan Taufik Ismail

Sumber: http://www.facebook.com/katrinbandel/posts/189158947794969
http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150137428734508

++ Puisi Douglas Malloch dan Taufik Ismail
Be the Best of Whatever You Are By Douglas Malloch If you can’t be a pine on the top of the hill, Be a scrub in the valley — but be The best little scrub by the side of the rill; Be a bush if you can’t be a tree. If you can’t be a bush be a bit of t…he grass, And some highway happier make; If you can’t be a muskie then just be a bass — But the liveliest bass in the lake! We can’t all be captains, we’ve got to be crew, There’s something for all of us here, There’s big work to do, and there’s lesser to do, And the task you must do is the near. If you can’t be a highway then just be a trail, If you can’t be the sun be a star; It isn’t by size that you win or you fail — Be the best of whatever you are! ————– Kerendahan Hati Oleh: Taufik Ismail Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, yang tumbuh di tepi danau Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya Jadilah saja jalan kecil, Tetapi jalan setapak yang Membawa orang ke mata air Tidaklah semua menjadi kapten tentu harus ada awak kapalnya…. Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu Jadilah saja dirimu…. Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri Lihat Selengkapnya
Oleh: Antonius Made Tony Supriatma
Rabu pukul 15:31 · Tidak SukaSuka · · Bagikan

*
*
Anda, S Che Hidayat, Tjahjono Widijanto, Iwan Soekri, dan 31 orang lainnya menyukai ini.
*
o
Katrin Bandel Taufiq Ismail diduga menjiplak puisi Douglas Malloch, penyair Amerika. Isi kedua puisi itu memang hampir sama – jelas tidak sah dan tidak etis kalau diakui sebagai karya sendiri. Judul puisi memang tidak sama, mungkin agar tidak mudah ketahuan. Ironisnya, judul puisi Taufiq justru: “Kerendahan hati”. Hahaha….
Rabu pukul 15:40 · SukaTidak Suka · 7 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan Benar2 hati yang rendah itu Taufiq Ismail. Pasti, waktu baca puisi itu doi menangis cap Hollywood, hehe
Rabu pukul 16:02 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Ferry Fauzi Hermawan halah
Rabu pukul 16:15 · SukaTidak Suka
o
Firdaus Siagian Terlihat lbh rendah hati lagi ketika Taufiq Ismail melarang acara bedah bukunya Asep Sambodja :D
Rabu pukul 16:32 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Edy Firmansyah oh, ini to mafioso sastra yg membenci lekra itu. hati rendah bangetttt ya kyak judul puisinya.
Rabu pukul 16:40 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Dwi Pranoto ha..ha..ha.. Taufiq Ismail maling! eh, tapi kapan dua puisi itu dibikin nggak kecantum ya?
Rabu pukul 17:02 · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel Aku tidak tahu kapan kedua puisi itu ditulis. Yang jelas, Douglas Malloch hidup 1877 – 1938, jauh sebelum Taufiq mulai menulis…
Rabu pukul 17:29 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Dwi Pranoto berarti bener MALING!
Rabu pukul 17:37 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan Mungkin Malloch punya pintu ajaib kayak Doraemon, lalu plesir pergi ke masa depan, Nyasar di Bali dan doi membaca puisi Taufiq Ismail itu di sebuah kafe di Ubud. Doi sangat kagum dengan puisi Taufiq itu, bergegas pulang ke masa lalu, sampai lupa bayar bir di kafe Ubud itu. Malloch pun menulis puisi yang mirip dengan puisi Taufiq itu. Memang luar biasa Taufiq Ismail itu ya, hehe…
Rabu pukul 17:38 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Dwi Cipta Bagaimana Pak Taufik? Kok gak ada suaranya? Huahahaha. Paling enak kalau ada klarifikasi di FB ini dari TI yah?
Rabu pukul 17:45 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Katrin Bandel emang TI punya fb? yang jelas, dia bukan friendku…
Rabu pukul 17:59 · SukaTidak Suka
o
Dwi Cipta Wahahahaha. Kali aja dia punya. Dia juga friend-ku, Mbak Katrin. Memalukan mengambil karya orang lain dan mengakunya sebagai karya sendiri!
Rabu pukul 18:03 · SukaTidak Suka
o
Halim HaDe PUISI TAUFIK ITU BAGUS, WALAU MENJIPLAK.
JADI, SOALNYA, BUKAN JIPLAK MENJIPLAK,
TAPI BAGAIMANA BIKIN PUISI BAGUS….
DI NEGERI INI, GAK PENTING SOAL ASELI…
SEMUANYA BLASTERAN…..:)
Rabu pukul 18:06 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Dwi Cipta Waah, tapi kalau ditolerir seperti itu ya kapan berkembangnya dunia sastra kita mas? Membikin puisi bagus memang kewajiban mereka yang terlibat dalam penulisan puisi. Soal blasteran, sepanjang itu hanya tampak dalam kesamaan gagasan gak apa-apa. Tapi kalau sampai mengambil sebagian besar dari puisi Malloch itu apa blasteran? Itu sih bukan blasteran, tapi terjemahan. Hahahahaha.
Rabu pukul 18:11 · SukaTidak Suka
o
Halim HaDe DI NEGERI INI, UKURANNYA KARYA.
NEGERI PEMBEO.
Rabu pukul 18:13 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Halim HaDe MENDINGAN SIKAT DIA SOAL PDS JASSIN ITU.
Rabu pukul 18:15 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Dwi Cipta Karya apaan? Itu bukan karyanya, tapi diaku sebagai karyanya. Mau jadi beo silahkan, tapi jelasin dulu darimana suara-suaranya itu didapatkan, jangan jadi beo nggak ngasih tahu darimana nyanyiannya itu berasal. Hahahaha.
Rabu pukul 18:16 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Dwi Cipta Disikat pake bir? Dia gak mau bir mas. Hahahaha.
Rabu pukul 18:17 · SukaTidak Suka
o
Halim HaDe ENTE INI GIMANE SEEH. APA YANG GAK DILAKUKAN
OLEH TAUFIK. MENFITNAH SAJA DIKLERJANNYA,
MENISTA KEMANUSIAAN SAJA DILAKUKANNYA…..
Rabu pukul 18:20 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Halim HaDe NANTI ENTE MASUK KE DALAM DEBAT SOAL ASELI N JIPLAKAN, SEMENTARA SOAL N TEMA UTAMA, HILANG…..
Rabu pukul 18:21 · SukaTidak Suka
o
Halim HaDe makanya belajar melihat skala prioritas.
jangan asal …………
Rabu pukul 18:21 · SukaTidak Suka
o
Dwi Cipta Soal dan tema gimana maksudnya?
Rabu pukul 18:25 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Dwi Pranoto Bener persoalan PDS H.B. Jassin itu persoalan utama. Tapi persoalan maling ini bukan juga hal remeh. Maksudnya, persoalan PDS dan penjiplakan ini menunjukan siapa itu Taufiq: Penjaga moral yang bejat dan si rendah hati yang penipu.
Rabu pukul 18:33 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Ahda Imran Akan lbh bagus kalo kedua puisi ini juga disebutkan sumber dan tahun terbitnya
Rabu pukul 18:49 · SukaTidak Suka
o
Mirza Ahmadhevicko walah. kembali menyoal TI dlm kasus yg berbeda. penting diketahui oleh semua pengagumnya, supaya jelas siapa dia.
Rabu pukul 18:49 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Ahda Imran Ups, rupanya pertanyaanku sudah ada pada comment Katrin, Thx..
Rabu pukul 18:51 · SukaTidak Suka
o
Hosea Pierre rondeau.
Rabu pukul 19:28 · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang ?Halim HaDe kan kalok mitnah n hasut nggak haram bagi penyair bertopi TauFuckIsmail itu, kalo minum beer baru harom katanya.. gitu lo. Maling puisi mungkin bagi doi juga nggak harom, karena nggak ada hadistnya.. hehehehe.. yg harom kan lekra bagi si doi :)
Rabu pukul 19:50 · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang Thendra Malako Sutan pasti di kafe wayan yang mahal itu ya, sekalian lihat monyet ubud yang unyu2 kayak si TauFuck :) )
Rabu pukul 19:51 · SukaTidak Suka
o
Heri Latief penjplak = MUNAFIQUN!
Rabu pukul 20:38 · Tidak SukaSuka · 1 orangMemuat…
o
Devi Setiawan pantesan taufik ismail mengidap paranoid berpuluh tahun thdp segala yg berbau Lekra, takut ketahuan boroknya!
Rabu pukul 20:50 · SukaTidak Suka
o
Doni Suseno waduh, temuan penting ini :)
Rabu pukul 23:04 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan ?Irwan Bajang, coba kita bertanya pada monyet yang bergoyang :)
Kamis pukul 0:38 · SukaTidak Suka
o
Halim Hade
?@Dwicipta, puisi taufik itu bisa ‘dibenarkan’ oleh para ahli menurut teorinya……..tinggal mau debat teori atau soal yang utama…..
MISALNYA, SOAL ANCAMAN TAUFIK UNTUK MENYERBU……ITU LEBIH PENTING……
TAPI, AKU BISA MAKLUM KEPADA PAR…A PENYAIR N PENULIS YANG LEBIH SENANG BERKUTAT DI DALAM AKUARIUM…….Lihat Selengkapnya
Kamis pukul 2:39 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Halim HaDe
?@Irwan Bajang @dWICIPTA, kenapa dua bulan, sekitar itu, yang lalu, kau tak omong apapun soal puisi itu, ketika di pubklikasi oleh muhidin, dan kenapa sekarang barU……
yang menarik dari kasus puisi itu, setelah 2-3 bulan dilaNSIR TAK RAME…, DAN SETELAH KASUS pds JASSIN.
KENAPA MENGINCAR TAUFIK MELALUI PUISI ITU, DAN KENAPA TIDAK MEMBONGKARNYA DARI SURAT-TULISAN MARTIN ALAEIDA ?Lihat Selengkapnya
Kamis pukul 3:17 · SukaTidak Suka
o
Halim HaDe ?@Dwiiicipta, sepertinya keblinger, tanya soal bagaimana perkembangan sastera. emangnya perkembangan sastera ditentukan oleh aseli n jiplakannya taufik ismail? kalou memang mau bicara soal sastera…….
Kamis pukul 3:25 · SukaTidak Suka
o
Asep Sambodja bung halim hade: semoga acara di solo hari ini bisa berjalan lancar.
Kamis pukul 5:52 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Halim Hade ?@Asep, apapun mesti jalan……
Kamis pukul 16:47 · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel
?@Mas Halim: Aku sepakat bahwa kita jangan kehilangan fokus – jangan sampai seluruh perhatian kita terarah pada persoalan jiplakan ini, sehingga kasus pelarangan acara di PDS HB Jassin luput dari perhatian. Tapi sejauh ini aku tidak melihat… hal itu terjadi. Bagiku sudah sewajarnya kalau di saat seorang tokoh sedang menjadi sorotan spt yang sedang terjadi pada TI saat ini, kita menjadi lebih jeli melihat tokoh itu dari berbagai sisi, termasuk membongkar kasus-kasus lama yang mungkin sebelumnya tak sempat kita perhatikan. Apa salahnya kalau di saat kita marah karena TI melarang acara diskusi dalam rangka mengenang kawan kita Asep Sambodja, kita sekaligus menggugat TI secara lebih menyeluruh? TI yang sok moralis, anti-komunis, anti-pornografi, anti-rokok, pecandu funding AS, suka pamer2 air mata saat baca puisi, … dan ternyata juga tukang jiplak.Lihat Selengkapnya
Kamis pukul 19:26 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Katrin Bandel Aku sendiri tahu persoalan jiplakan puisi itu baru sekarang. Kalau memang berita soal kasus itu sudah beredar 2 bulan lalu, apa boleh buat, kebetulan tak sampai padaku. Jadi apa salahnya ikut bersuara sekarang….
Kamis pukul 19:29 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Iwan Kurniawan Ngomong-ngomong, siapa nih orang yang begitu teliti menemukan persamaan kedua puisi ini pertama kali. ada yang tahu?
Kamis pukul 20:10 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Irwan Bajang Aku nggak tau sebelumnya kalau ada tuduhan plagiat atas TI sebelum baca link ini. Dan mengenai #koinsastra, pelarangan diskusi di pds serta gugatan atas plagiat yg dilakukan oleh TI rasanya masih satu rangkaian.
Kamis pukul 23:42 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Fuad Riyadi ?”Seorang penulis,penyair, peneliti, seniman, akademisi,budayawan sudah semestinya tidak tergesa-gesa menyimpulkan satu masalah dan senantiasa memberikan contoh sikap santun-berbudaya, apalagi di arena terbuka,” begitulah kira-kira harapan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Kemarin jam 7:24 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan ?”Bahkan, ketika ditanyakan soal proses kreatif bagaimana puisinya, Kerendahan Hati, ditulis, ia berkali-kali menolak memaparkannya. Lagi-lagi Taufik, dengan nada bicaranya yang tergesa, mengelak dan beralasan hendak mempelajari puisinya terlebih dahulu.” Tempointeraktif. *Baca selengkapnya di http://www.tempointeraktif.com/hg/sastra_dan_budaya/2011/03/31/brk,20110331-324231,id.html
Kemarin jam 8:18 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan Fadli Zon, sang keponakan, membela Omnya Taufiq Ismail. Silahkan dibaca: http://www.pedomannews.com/nasional/berita-nasional/sosial-budaya/2522-fadli-zon
Kemarin jam 15:01 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Jacinda Roselle
satu hal yg disayangkan … ternyata aku hanyalah anak yg malas baca buku … aku jarang baca buku2 puisi. Lebih sering mencari sesuatu yg menarik minat, yg kontroversi …. ato lebih tepatnya, pilih – pilih bacaan …

jadinya, tak akan per…nah tahu … mungkin bisa jadi ada plagiat – plagiat lainnya, dan mungkin salah satunya aku :) hmmm ….

But, thank info nya …. paling tidak jadi sedikit tahu … :) Lihat Selengkapnya
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Nurel Javissyarqi mencari paha la dengan memposting ria…
7 detik yang lalu · Suka

detikhot.com Taufiq Ismail

Sumber: http://www.facebook.com/katrinbandel/posts/136475486424293
Katrin Bandel
http://www.detikhot.com/read/2011/04/02/143955/1607230/1059/ini-dia-jawaban-taufiq-ismail-soal-tuduhan-plagiat?

detikHot : Ini Dia Jawaban Taufiq Ismail Soal Tuduhan Plagiat
www.detikhot.com
Penyair Taufiq Ismail dituduh menjiplak karya Douglas Malloch, penyair asal Amerika Serikat. Penyair yang terkenal dengan kumpulan puisi ‘Tirani dan Benteng’ itu akhirnya memberikan jawaban mengenai tudingan tersebut.
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka · · Bagikan
o
o
Esha Tegar Putra dan 13 orang lainnya menyukai ini.
o
+
Katrin Bandel BOHONG KAU! SAJAK PLAGIAT ITU ADA DI BUKU-BUKU UNTUK SD DAN SMP DAN DITERBITKAN OLEH NEGARA!!! -SAUT SITUMORANG
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
+
Rena Anarkarani ?| yoi mbak kat. saya juga ragu dengan pledoi taufik itu. kalau dia “bukan plagiat” kenapa gak dari dulu aja dia menegaskan persoalan ini? kenapa baru sekarang?
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
+
Buni Yani Hai saut, apakah tdk ada kemungkinan serangan thd TI ini terkait dg serangan TI thd diskusi yg diselenggarakan Martin Aleida? Mungkin harus melihat soal ini dalam lingkup yg lebih luas. Sastra tak pernah sepi dari intrik politik, hatta dalam internal sastra sendiri. KLarifikasi TI bagaimanapun logikanya tetap diperlukan untuk memberikan pandangan yag berbeda soal tuduhan tsb. Salam,
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
+
Katrin Bandel COBAK DI-SEARCH NAMA “TAUFIK ISMAIL” DI GOOGLE, PASTI YG MUNCUL YA DIA! SELAMA INI DIA TIDAK MEMPERMASALAHKAN “Q” DAN “K” YG DIPAKEK ORANG TERMASUK MEDIA MASSA ATAS NAMANYA DAN ITU MENUNJUKKAN KALOK DIA MENERIMA NAMANYA DIEJA “TAUFIQ ISMAIL” DAN “TAUFIK ISMAIL”! DIA CUMAK MENGADA-ADA SAJA WAKTU SEKARANG PURAK-PURAK MEMPERMASALAHKANNYA. MANA ADA MALING YANG NGAKU KAN! HUAHAHA! -SAUT SITUMORANG
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 5 orangMemuat…
+
Rena Anarkarani ?| berarti dia jugak gak bakal mempermasalahkan kalau namanya dibaca TauFUCK? hihihi
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
+
Katrin Bandel HUAHAHA!
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
+
Rena Anarkarani kok mbak katrin jadi liar begini. kesurupan om saut yak? piss. hihihi :D
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Henri Nurcahyo SAJAK PLAGIAT ITU ADA DI BUKU-BUKU UNTUK SD DAN SMP DAN DITERBITKAN OLEH NEGARA!!! (ada baiknya disebut jelas buku2 tsb, kalo perlu diupload cover dan isinya)
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Muhammad Subhan Bung SAUT, biar semuanya jelas, silakan Bung tanya tentang puisi itu ke pengarang buku SD DAN SMP YANG DITERBITKAN OLEH NEGARA itu, dari buku puisi TI mana dia kutip? Ah, Bung ini ada-ada saja :)
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
+
Thendra Malako Sutan
Kalau TI tidak mengakui puisi itu sebagai milik dia, maka TI juga bisa menuntut penyusun buku SD dan SMP yang telah mencantumkan puisi “Kerendahan Hati” dengan nama Taufik Ismail yg merujuk Taufiq Ismail. Selain itu, TI juga menuntut orang …yang pernah membacakan puisi tsb di TransTV dlm program Ramadan, Agustus 2010. Juga, pemilik blog dan wordpress, dan yang membaca puisi tsb di Youtube, Mp3, pun secara live. Sebab mereka semua telah menganggap puisi “Kerendahan Hati” itu sbgai karya TI. Bukankah ini mencemarkan nama baik? Kalau TI menuntut dlm bentuk materi, berapa ya penghasilan TI? Wah….:)Lihat Selengkapnya
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 6 orangMemuat…
+
Haryono Soekiran Soekiran kalo bener2 plagiat, ngaku aja sebelum mati. jd bisa mudah masuk surga.
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
+
Katrin Bandel EH, SUBHAN, KENAPA GAK KAU AJA YG NANYA! KAN KAU YG NGEBET BANGET BELA ITU PENJAHAT! -SAUT SITUMORANG
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Katrin Bandel HENRI NURCAHYO, NIH DOWNLOAD AJA, GRATIS LAGI! >> http://ifile.it/stbdng3/Terampil%20Berbahasa%20Indonesia_SMP%20Kelas%208.pdf
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Katrin Bandel KALOK TAUFIQ ISMAIL PAKEK KIU MEMANG BUKAN PENJAHAT PLAGIAT, KENAPA DIA TIDAK TANYA LANGSUNG KE DEPARTEMEN DIKNAS YG NERBITKAN BUKU MATA PELAJARAN YG BERISI SAJAK PLAGIAT ITU! SUDAH BANYAK TERSEDIA INFO BUAT DIA UTK MELAKUKAN ITU! BERANI? SAYA JUGAK BERI NAMA SAYA DI SINI KAN, GAK ANONIM! -SAUT SITUMORANG
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Katrin Bandel HENRI NURCAHYO, NIH SATU LAGI LINK BUAT KAU >>> http://books.google.co.id/books?id=klotb8UOIK0C&pg=PA54&dq=kerendahan+hati+taufiq+ismail&hl=id&ei=u-GWTZSBHoW6ugOp2tWDDA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CEMQ6AEwBg#v=onepage&q&f=false
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Katrin Bandel COBAK PERHATIKAN SIAPA PENERBIT BUKU SD DI ATAS!
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Henri Nurcahyo Trims Bung Saut, saya sudah buka yang satu (satunya lagi ada virus). Sayangnya: puisi-indonesia.org yang jadi sumber buku itu tidak bisa dibuka. Saya tidak bela TI, bagi saya kasus ini menarik diikuti. Itu saja.
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Alfa Mohamad Fathollah persoalan sastra kayak politik dinasti saja…tidak ubahnya perpolitikan di negeri ini yang aburd dan amoral. Pernyataan TI dalam rilisnya ke detik.com patut dipertimbangkan. tapi membawa masalah ini ke ranah hukum dapat bikin semakin kalut dunia persilatan sastra di negeri ini.
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Alfa Mohamad Fathollah bagaimana para sastrawan menaggapi pernyataan TI untuk membawa masalah itu ke ranah hukum?
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Heri Latief hahahah…masih ngeles juga! gak tau maluuuu!
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Alfa Mohamad Fathollah dalam plagiasi biasanya dibantah melalui teks, bukan konteks.
4 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
+
Roberth William Maarthin
Logikanya, Puisi “Kerendahan Hati” yang di muat di pelajaran untuk SD – SMP yang di buat Negara pasti atas persetujuan TI. Jika tanpa persetujuan TI, maka negara dalam hal ini melakukan suatu “KESALAHAN BESAR” dalam pembuatan kurikulum untu…k generasi Indonesia….saya sudah baca Link yang SS dan kawan-kawan sampaikan dalam diskusi beberapa hari ini, juga membaca buku SD dimana Puisi tersebut di muat….APAKAH TAUFIK ISMAIL yang tercantum sebagai pencipta Puisi tersebut berbeda dengan TAUFIQ ISMAIL sang Meastro itu???? Biar pengadilan zaman yang membuktikan…..
Urusan berikut adalah “BETAPA CEROBOH NEGARA” yang mencamtumkan puisi yang ditulis oleh orang yang tidak di kenal ini??????? Malah ada kata pengantar untuk puisi itu….waaahhhhhhh
Selamat muncul dalam nama terang Saut Situmorang…..heheheehehe…Lihat Selengkapnya
3 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Yohanes Manhitu Saya belum pernah mendengar tentang puisi ini sebelumnya. Semoga kasus ini segera tuntas. Terlepas dari siapa ‘penyadur’nya, puisi asli dan ‘repro’nya sangat mirip. Kalau sebuah karya itu terjemahan, ya lebih baik bilang saja terjemahan. Sebutkan judul asli dan nama pengarangnya supaya aman. Salam sastra, John
3 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Johan Khoirul Zaman Terpesona…kagum….pada penulis terkadang karya sendiri dapat menjadikan diri jadi serupa.tapi sudahlah, saya hanya ingin koment…sedikit membaca buku, banyak membaca realita dan aplikasi ilmu buku yg dibaca, agar karya tak jadi sia-sia. semoga……..karena saya pun masih banyak mengagumi penulis besar sebagai barometer karya.bukan menyerupainya. Kepada Bpk Taufik Ismail ” Maju terus pantang mundur” saya yakin msh banyak karya murni didalam pena anda”
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Rukmi Wisnu Wardani aneh, TI dengan “q” ributnya baru sekarang. kemarin2 dia kemana? sibuk berkebun main farmville’kah?! kasian tuu status puisi “Kerendahan Hati” jadi anak ilang!
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Diana Tanjung kadang sebuah karya ada kemiripannya walau tanpa pernah “bertemu”sebelumnya,sama kayak manusia,dimana2 ada kembarannya walau beda race,budaya dan bahasa : )
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Tofik Widjaja ?| hancurlah imaji tentang kebesaran TI, kalau dia dulu merasa besar..
sekitar sejam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Udin Attar kita doakan saja semoga diampuni kesalahan2nya…..
sekitar sejam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Guruh Dwi Riyanto senyume kayak harto..huuueeekkkzzzzz
sekitar sejam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Dwi Muhtaman Tapi perlu dibuktikan dulu sejelas-jelasnya. Membaca pernyataan TI, maka jelaslah berita itu hanya omong kosong dan fitnah belaka…
sekitar sejam yang lalu · SukaTidak Suka
+
Tofik Widjaja ?| FYI: kasus plagiasi puisi ini kan sebenernya cuman subtopik, kali TI bener² mau mainin topik ini, nggak tau deh.. NGAKAK!! udah tua, bego pula..
59 menit yang lalu · Suka

Sajak Plagiat Taufiq Ismail dari publikasi berjudul

“Terampil Berbahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs”

Ambil sumbernya dari: http://www.facebook.com/photo.php?fbid=10150151860478959&set=a.430860023958.202782.679063958&comments
Foto 4 dari 4 Kembali ke Album · Koleksi Foto Katrin · Profil Katrin

Klik wajah orang pada foto untuk memberi tanda.

Sajak Plagiat Taufiq Ismail dari publikasi berjudul “Terampil Berbahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs”
Tambahkan penjelasan
Sajak Plagiat Taufiq Ismail dari publikasi berjudul “Terampil Berbahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs”
Dalam foto ini: Arie Saptaji, Novi Diah Haryanti, Edy Firmansyah (foto) , Slamat P. Sinambela, Siwil Pungkas (foto) , Fahmi Faqih, Irwan Bajang (foto) , Wijaya Herlambang (foto) , Kusprihyanto Namma Magnit, Tim Behrend (foto) , Sam Haidy, Bilven Sandalista (foto) , Sansulung John Sum, Martina Heinschke, Uli Kozok (foto) , Martin Aleida (foto) , M Aan Mansyur (foto) , Gito Waluyo (foto) , Soe Tjen Marching (foto) , Bramantyo Prijosusilo (foto) , Dwi Cipta (foto) , Heri Latief (foto) , Thendra Malako Sutan (foto) , Halim HaDe (foto) , Ahda Imran, Wowok Hesti Prabowo (foto)
Ditambahkan kemarin · Tidak SukaSuka ·

*
*
Anda, Salahuddien Gz, Irwan Bajang, S Che Hidayat, dan 48 orang lainnya menyukai ini.
*
o
Novi Diah Haryanti Izin tag ya Mbak :)
Kemarin jam 16:59 · SukaTidak Suka
o
Jamal Suryanata Blm paham nih, plagiat dr sajak siapa ya? Bisa Katrin jelaskan scr ringkas? Aku jg blm baca buku itu. Tkb.
Kemarin jam 16:59 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Padahal Fadli Zon membantah keras bahwa sang om, Taufiq Ismail, tidak melakukan plagiat. Bagaimana Fadli Zon? Wakakaka. http://www.pedomannews.com/nasional/berita-nasional/sosial-budaya/2522-fadli-zon
Kemarin jam 17:01 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Fathulloh Muzammiel mungkin Taufiq Ismail benar2 bercita2 menjadi Douglas Malloch….!
Kemarin jam 17:01 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Fajar Kelana Saya kira kalo terbukti plagiat, gelar Doktor honoris causa bidang sastra dr UNY harus dicabut.
Kemarin jam 17:02 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Bramantyo Prijosusilo
Hehe, terimakasih telah di-tag. Kata Fadli Zon yang memegang semua karya Taufiq Ismail, Kerendahan Hati ini bukan kerjaan Taufiq Ismail. Sepertinya dia mau menuntut (sepertinya saya yang mau ditarget) berdasarkan UU ITE. Karena itu, Katrin,… mohon detail selengkapnya naskah ini didapatkan dan dipublish dan ditag ke saya ya. Saya yakin, ini bukan TI yang berbuat, meski sudah puluhan tahun masyarakat menganggap bahwa ini karya TI. Defense saya hanyalah ignorance … karena di mana-mana di internet sajak ini dikatakan karya TI, saya pikir memang demikian. Padahal bukan. Trims sebelumnya.Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 17:04 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Doni Suseno Satu temuan dari sjumlah ‘sastrawan’ lainny,yg bukanny tak mgkn dibesarkan oleh pnulis lain krn plagiatisme.
Kemarin jam 17:05 · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel http://www.masonic-poets-society.com/Malloch.htm#BeTheBestOfWhateverYouAre
Kemarin jam 17:06 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Katrin Bandel bung Bramantyo, foto tsb merupakan screen-capture dari PDF yang saya Saut Situmorang dapat dari Twitter dari seseorang bernama @lantip
Kemarin jam 17:10 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bramantyo Prijosusilo OK. Makasih keterangannya.
Kemarin jam 17:10 · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel bung Jamal, silahkan klik link ke situs puisi Douglas Malloch di atas!
Kemarin jam 17:10 · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel sama-sama, bung Bram
Kemarin jam 17:12 · SukaTidak Suka
o
Agus Rego Subagyo Ilalang Wah berita besar nih…semoga saya tidak termasuk plagiat. :-)
Kemarin jam 17:13 · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel saya Saut Situmorang memplagiat foto di atas dari sebuah PDF yang saya dapat dari akun @lantip di Twitter :)
Kemarin jam 17:15 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Sistha Oktaviana Pavitrasari Aku share ya katrin :)
Kemarin jam 17:16 · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel Fadli Zon boleh berargumentasi dgn saya Saut Situmorang ttg foto di atas di akun Twitter saya @RedBodhisattva :)
Kemarin jam 17:17 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Agus Rego Subagyo Ilalang Sastrawan adalah salah satu penjaga moralitas. Kalau jadi plagiat moralnya di mana?? Hwakakakaka…
Kemarin jam 17:18 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Katrin Bandel atas persetujuan pemilik akun ini yaitu Katrin Bandel istri saya Saut Situmorang :) silahkan foto di atas di-share/sebarkan! :)
Kemarin jam 17:19 · SukaTidak Suka · 4 orangMemuat…
o
Novi Diah Haryanti Terima kasih :)
Kemarin jam 17:21 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan
?”Kemudian Fadli Zon bercerita, saya pernah membongkar kasus plagiat yang dilakukan seorang intelektual UI tahun 1997 sehingga batal menjadi profesor selama 10 tahun lebih. Dulu ramai polemik di koran. Sampai ada pengadilan akademik dipimpi…n oleh rektor UI. Dan terbukti adanya plagiat itu. Nah apakah kawan2 yang menuduh plagiat ini berani meneruskan ke ranah publik yang lebih luas. Jika memang punya bukti kuat, kenapa tak diluncurkan saja? Sampai saat ini saya yakin 100% dalam hal berkarya, TI jujur. Soal sikap kesenian dan kebudayaan, tentu bisa berbeda2. Zamannya kan juga berbeda.” Dikutip dari: http://www.pedomannews.com/nasional/berita-nasional/sosial-budaya/2522-fadli-zonLihat Selengkapnya
Kemarin jam 17:23 · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel bung Agus, jawabnya gampang! di Ford Foundation! :)
Kemarin jam 17:24 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Katrin Bandel mbak Novi, cheers!
Kemarin jam 17:24 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Katrin Bandel Thendra, suruh si Fadli Zon itu maen ke Twitter, ato Malioboro! :)
Kemarin jam 17:25 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Agus Rego Subagyo Ilalang Kalau puisi itu diplagiat oleh taufiq ismail. Terus puisi itu karya siapa???
Kemarin jam 17:28 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Fadli Zon sedang menunggu pepatah-petitih dari sang om, apa langkah selanjutnya :)
Kemarin jam 17:31 · SukaTidak Suka
o
Agus Rego Subagyo Ilalang Tapi kayaknya bukan rahasia lagi deh sastrawan indonesia itu plagiat. Kan banyak penulis yg katakanlah tak punya nama besar menjual tulisannya untuk makan, dan karyanya terbit dengan nama orang lain. Karena aku dulu pernah ditawari seperti itu juga. Untung aku tolak. :-)
Kemarin jam 17:32 · SukaTidak Suka
o
Putri Sarinande oleh sebab itu, silaken membaca fakta2 dalam bukunya Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-rusakan, sebelom NT-NT pada menjadi Guru Sekolahan. bukan begetoh Asep Deni dan Daus Gonia pleus Kakanda Asep Sufyan Tsauri
Kemarin jam 17:35 · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel bung Agus, baca di sini: http://www.masonic-poets-society.com/Malloch.htm#BeTheBestOfWhateverYouAre
Kemarin jam 17:39 · SukaTidak Suka
o
Agus Rego Subagyo Ilalang Okey bung saut. Seyogyanya kita menjaga mentalitas dan moralitas sebagai seorang penulis… Salam dari rego ilalang si rumput liar Nganjuk.
Kemarin jam 17:44 · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel Horas, bung Rumput Liar! :)
Kemarin jam 17:53 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Novi Diah Haryanti dikutip dari Tempo: Menurut Fadli, puisi “Kerendahan Hati” yang beredar, nama pengarangnya ditulis sebagai Taufik Ismail. Padahal, Taufiq Ismail memakai “q” pada nama Taufiqnya, bukan “k”. Jadi bisa jadi apa yang digunjingkan itu salah orang.
Kemarin jam 18:05 · SukaTidak Suka
o
Novi Diah Haryanti baiklah, masih ada alasan berkelit tampaknya Bung Saut :)
Kemarin jam 18:06 · SukaTidak Suka
o
Soe Tjen Marching Makasih banyak tagnya. Info yang sangat berguna. Lalu, apa lagi penjelasan dari TI sekarang?
Kemarin jam 18:10 · SukaTidak Suka
o
Firdaus Siagian
Mas Bramantyo, kalo mau unduh fisiknya yg berupa BSE (Buku Sekolah Elektronik). Sekedar pegangan kalo memang Anda sedang disasar krn pencemaran nama baik :)

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=94&ved=0CCQQFjADOFo&url=http%3A%2F%2F…smpn1-mlg.sch.id%2Fkurikulum%2Findex.php%3Faction%3Ddownload%26dir%3DKUMPULAN%2BBAHAN%2BAJAR%2B%252FINDONESIA%252FBSE%2B%253A%2BBuku%2BSekolah%2BElektronik%2B2%252FSMP%2B018%2BB_Indo_VIII%2B%2BDewaki%2BKramadibrata%26item%3D13-Bab%2B11.pdf%26order%3Dmod%26srt%3Dno&rct=j&q=kerendahan+hati+taufiq+ismail+buku&ei=nRuVTZ3oDMimrAeHo-3lCw&usg=AFQjCNHh2Mp4J8PuCMGmKINomSDdcer-rA&sig2=z6XZbVXyE2wRPAfPwBTmQQ&cad=rja

Iseng nyari akun facebook a/n. Dewaki Kramadibrata, mungkin ini penulis yg bersangkutan:
http://www.facebook.com/people/Dewaki-Kramadibrata/1374076105Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 18:22 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bramantyo Prijosusilo terimakasih … dari mana nama Dewaki Kramadibrata?
Kemarin jam 18:30 · SukaTidak Suka
o
Firdaus Siagian dari baca link google yg di atas itu. coba telusuri :)
Kemarin jam 18:31 · SukaTidak Suka
o
Bramantyo Prijosusilo di buku itu maksudnya?
Kemarin jam 18:33 · SukaTidak Suka
o
Perdinan Nababan dretttt…..detttttt……..jaman sekarang bukan jaman mozart tidak mengenal internet and handphone….dreetttt….dretttt
Kemarin jam 18:38 · SukaTidak Suka
o
Bramantyo Prijosusilo ?@Firdaus Siagian, aku gak nemu nama Dewaki Kramadibrata tuh?
Kemarin jam 18:39 · SukaTidak Suka
o
Heri Latief mengerikan. pante’la plagiator!
Kemarin jam 18:43 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Firdaus Siagian
Link diatas itu sebenarnya nunjukkin direktorinya, mas :)
google.co.i – smpn1-mlg.sch.id / kurukulum/ index / download / dir / Kumpulan Bahan Ajar B.INDONESIA / BSE / Buku Sekolah Elektronik SMP 018 B_Indo_VIII Dewaki Kramadibrata / item / 1…3-Bab 11 / dst…Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 18:46 · SukaTidak Suka
o
Mirza Ahmadhevicko yang belang tetap akan kelihatan.
Kemarin jam 18:47 · SukaTidak Suka
o
Edo Wallad mbak katrin aku share ya
Kemarin jam 18:48 · SukaTidak Suka
o
Edy Firmansyah kalau hanya mempermasalahkan penulisan huruf q (pada taufiq) dan huruf k (pada taufik di buku BSE B. Indonesia VIII SMP/MTs) ndak tepatlah. masalahnya, bukankah hanya penyair terkenal yg namanya bisa nangkring di buku ajar bahasa Indonesia pelajar se-Indonesia??
Kemarin jam 18:49 · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Firdaus Siagian
coba kunjungi direktori di bawah ini. di situ ada file mulai dari cover sampai sampul belakang ada tuh.

http://smpn1-mlg.sch.id/kurikulum/index.php?action=list&dir=KUMPULAN+BAHAN+AJAR+%2FINDONESIA%2FBSE+%3A+Buku+Sekolah+Elektronik+2%2FSMP+01…8+B_Indo_VIII++Dewaki+Kramadibrata&order=name&srt=yes

Kumpulan Bahan Aja/Indonesia/BSE : Buku Sekolah Elektronik 2/SMP 018 B_Indo_VIII Dewaki Kramadibrata.Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 18:51 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan ?Edy Firmansyah, kalau Taufik Hidayat dan Taufik Kiemas, itu baru beda ya :)
Kemarin jam 18:52 · SukaTidak Suka · 4 orangMemuat…
o
Firdaus Siagian Mas Bramantyo, ini link unduh covernya:

http://smpn1-mlg.sch.id/kurikulum/index.php?action=download&dir=KUMPULAN+BAHAN+AJAR+%2FINDONESIA%2FBSE+%3A+Buku+Sekolah+Elektronik+2%2FSMP+018+B_Indo_VIII++Dewaki+Kramadibrata&item=00-Cover.pdf

Kemarin jam 19:10 · SukaTidak Suka
o
Bramantyo Prijosusilo OK Makasih. Dia penulis buku ini ya.
Kemarin jam 19:10 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Bung Firdaus Siagian, Apakah Dewaki Kramadibrata itu yang menyusun buku “Terampil Berbahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs” yang di dalamnya termuat puisi “Kerendahan Hati” itu? Apakah ini fesbuk dia: http://www.facebook.com/people/Dewaki-Kramadibrata/1374076105
Kemarin jam 19:15 · SukaTidak Suka
o
Firdaus Siagian cover sama bagian Bab-11 itu ada di satu direktori atas namanya kan, so kemungkinan besar iya. ataw coba googling aja utk unduh satu buku utuhnya.
Kemarin jam 19:26 · SukaTidak Suka
o
Desy Naik Sapi Sudah begini masih saja ada yang membela…. entah bodoh atau memang polos..
Kemarin jam 19:28 · SukaTidak Suka
o
Dewa Keta setelah http://www.pokrol.com/gaya-taufiq-ismail-membungkam%E2%80%A6/ sekarang urusan plagiat ckckckckckckckck
Kemarin jam 19:39 · SukaTidak Suka
o
Firdaus Siagian
link full download BSE Terampil Berbahasa Indonesia kls VIII SMP/MTs:

http://www.sempaja.com/2010/06/bse-%E2%80%93-terampil-bahasa-indonesia-2-%E2%80%93-smp02-%E2%80%93-dewaki-kramadibrata-dewi-indrawati.html

http://dl.dropbox.com/u/5596150/k…elas08_terampil-berbahasa-indonesia_dewaki.pdf

atau coba kontak akun FB yg tadi. mudah2an memang dia orangnya dan bisa kasi konfirmasi. salam :) Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 19:40 · SukaTidak Suka
o
Muhammad Subhan Dalam buku-buku puisi karangan Taufiq Ismail, di buku mana puisi yang dituduh plagiat itu dimuat? Saya belum menemukannya. Dalam puisi itu tertulis Taufi(k) Ismail (dengan k), seharusnya Taufiq Ismail (dengan q). Saya yakin Taufiq Ismail tidaklah plagiat. Tabik.
Kemarin jam 20:18 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Nurhayat Arif Permana wah, dicopy abisss, jadi ingat karya Marsman dulu…
Kemarin jam 20:23 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Gindho Rizano Mohon izin share Mbak Katrin :)
Kemarin jam 20:30 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Firdaus Siagian adakah penyair Indonesia yg layak dimasukkan ke dalam bahan ajar kesusasteraan nasional yg bernama sangat amat mirip (cuma beda K dan Q) dgn TI? mungkin saya tolol dlm soal tokoh sastra, tapi saya belum pernah denger.
Kemarin jam 20:31 · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel Bingung aku baca argumen soal perbedaan ejaan nama (Taufik atau Taufiq) … Maksudnya bagaimana? Bahwa di Indonesia ini ada dua orang TI, yang satu bernama Taufiq Ismail, yang kedua bernama Taufik Ismail? Kalau memang benar demikian, mengapa yang kedua itu tidak pernah muncul di publik selama ini? Seperti apa wajahnya, kapan dan di mana lahirnya, di mana tinggalnya?
Kemarin jam 20:32 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Katrin Bandel Dan kalau memang ada penyair bernama Taufik Ismail, sepertinya dia pun plagiator besar. Soalnya, kalau aku mencari nama Taufik ini di google, muncullah antara lain puisi “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”. Padahal kalau tidak salah, itu salah satu puisi Taufiq Ismail yang paling terkenal, bukan? Aduh, sembrono amat Taufik menjiplak puisi Taufiq…
Kemarin jam 20:36 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Bramantyo Prijosusilo ?@Gindho Rizano, puisi apa dibaca siapa di teletipi?
Kemarin jam 20:37 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Muhammad Subhan, tapi kalau yang melarang diskusi buku Asep Sambodja di PDS HB Jassin bahkan mengancam dengan kekerasn fisik, sebagaimana pengakuan Martin Aleida, itu Taufiq Ismail kan? Atau Taufik Ismail? Tapi yang jelas bukan Taufik Hidayat pemain bulu tangkis itu deh. Hmm, bagaimana menurut Anda mengenai kekerasan terhadap literasi? Bagaimana jika buku Anda diperlakukan seperti itu? Hmm..
Kemarin jam 20:38 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bramantyo Prijosusilo ?@Gindho Rizano, yakin haqqul yakin?
Kemarin jam 20:51 · SukaTidak Suka
o
Muhammad Subhan
?@Katrin & Thendra: Sudahkah bertemu langsung dengan Pak Taufiq Ismail? Sudahkah ditanyakan langsung ke beliau tentang benar-tidaknya tuduhan itu? Kenapa rujukannya ke Google? Ketika saya ketik nama saya Muhammad Subhan di Google, ternyata …muncul puluhan nama yang sama. Apakah nama yang sama itu saya pula yang memilikinya? Ternyata tidak. Begitupun dalam kasus ini, saya kira, bisa saja puisi itu sengaja ditulis oleh orang lain yang memakai nama “Taufik Ismail” yang “sengaja” ingin memojokkan Taufiq Ismail. Namun sayangnya dia ceroboh bahwa nama Taufiq Ismail itu memakai huruf ‘q’, bukan ‘k’. Kenapa saya tahu? Kebetulan saja, saya bekerja di Rumah Puisi. Dan, bila ada kesempatan, singgahlah. Kita dapat berdiskusi dengan kepala dingin.Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 20:55 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan
Muhammad Subhan, coba baca tulisan Martin Aleida ini tentang pelarangan diskusi Asep Sambodja tsb: http://www.pokrol.com/gaya-taufiq-ismail-membungkam%E2%80%A6/ dan http://www.facebook.com/notes/bilven-sandalista/ada-racun-dalam-lirik-puisi…-mutakhir-taufiq-tulisan-martin-aleida/190673407640640 Kemudian, bukankah Fadli Zon sudah memberi pernyataan mewakili pernyataan dari Taufiq Ismail, bisa dibaca di: http://www.pedomannews.com/nasional/berita-nasional/sosial-budaya/2522-fadli-zon Nah, kenapa saya harus bertanya langsung ke Taufiq Ismail. Saya pernah dua kali mengalami puisi saya diplagiat, satu dimuat di Dian Sastro for Presiden #1 (2002) dan satu lagi dimuat di Dongeng2 Masa Tua (Iyut Fitra, 2009) yg melakukannya ke duanya adalah perempuan. Dan tidaklah mudah membuat si plagiat itu mau mengakui dengan hanya bertemu beberapa kali saja.Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 21:06 · SukaTidak Suka
o
Bramantyo Prijosusilo
Sepertinya kalo orang sengaja memojokkan TI dengan mengatributkan puisi ini ke dia untuk kemudian menuduh plagiat, koq gak masuk akal. Sejak setidaknya tahun 80an puisi ini populer di pecinta alam dan secara umum dianggap karya TI, koq. Tud…uhan plagiat yang mungkin salah alamat ini adalah berdasarkan banyaknya laman web dan bahkan buku teks sekolah yang mengatakan ini puisi dia. Bisa saja memang salah kaprah menahun. Namun ini mengemuka sekarang ada kaitannya dengan upaya-upaya jahat TI mengganggu acara peringatan Asep Samboja dan juga Bumi Tarung di HB Jassin. Sms TI diunggah Martin Aleida, dan di sana jelas fitnah yang dia sebar soal “generasi ketiga LEKRA” dengan kata-kata kasar juga. Dari kekasaran TI itulah, kekasaran lain terangsang muncul …Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 21:06 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan Muhammad Subhan, sekarang jawab pertanyaan saya mengenai kekerasan literasi dengan pelarang diskusi buku Asep Sambodja di PDS HB Jassin bahkan dengan ancaman tersebut. Bagaimana menurut Anda? Bagaimana jika itu terjadi dengan buku Anda?
Kemarin jam 21:07 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Muhammad Subhan ?@Thendra: Maaf, buat apa saya jawab soal itu? Kenapa dialihkan topiknya? Bukanlah kita berdiskusi soal “dugaan” plagiat puisi yang bersumber dari karya Malloch itu? Saya semakin curiga, jangan-jangan sebab masalah itu lalu dicari-carilah kesalahan pak TI dengan menuduhnya sebagai plagiat? Apa benar demikian?
Kemarin jam 21:18 · SukaTidak Suka
o
Bramantyo Prijosusilo
Saya kemarin membuat status menuduh TI plagiat karena muak dengan cara slintutannya yang jahat menjegali seniman muda seperti dilaporkan Martin Aleida. Baca tulisan Martin jadi ingat kecaman kejamnya pada seniman muda yang lebih kreatif dar…i dia yang karyanya dipojokkan sebagai “sastra selangkangan”. Lalu ada kawan mengunggah Kerendahan Hati, dan saya ingat Douglas Malloch. Di internet betebaran laman yang mengatakan ini karya TI. Saya salah sih gak konfirmasi dulu, keburu emosi baca kata-kata kasar dan usaha tuna-budaya TI. Gitu loh. Bukan mengalihkan soal, ini satu paket koq.Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 21:25 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan Muhammad Subhan, kenapa Anda tidak mau menjawab? Persoalan Asep Sambodja itu ga penting ya? Boleh gitu? Berarti kalau buku Anda diperlakukan seperti kasus itu, boleh ya? Hmmm. Ini hanya rangkaian dari sepak terjang Taufiq Ismail saja. Semacam sub topik. Anda tahu sub topik, kan? tentu beda dengan sup kaki kambing. Lah, emang TI itu melakukan kesalahan kok, sebagaiaman yg terjadi dg kasus diskusi buku Asep Sambodja itu, ngapain juga mencari2 kesalahan orang kayak ga ada kerjaan aja.
Kemarin jam 21:30 · SukaTidak Suka
o
Muhammad Subhan ?@Bramantyo: Kalimat Anda: “…Saya salah sih gak konfirmasi dulu, keburu emosi baca kata-kata kasar dan usaha tuna-budaya TI…” Saya suka kejujuran Anda. Tabik!
Kemarin jam 21:43 · SukaTidak Suka
o
Novi Diah Haryanti Wahhh… sayang sekali Bung Subhan tidak menanggapi soal pelarangan buku Asep Sambodja, apa karna dia dianggap tidak sepenting TI ya?
Kemarin jam 21:45 · SukaTidak Suka
o
Bramantyo Prijosusilo Lho Subhan khan kerja buat TI ya? Rumah Puisi itu usahanya TI & Ford Foundation kan?
Kemarin jam 21:47 · SukaTidak Suka
o
Novi Diah Haryanti Ohhhh begitu ya, pantas saya sekarang saya sudah maklum :) baiklah…
Kemarin jam 21:48 · SukaTidak Suka
o
Muhammad Subhan Ya, saya bekerja di situ. Datanglah di suatu waktu, kita bisa berdiskusi banyak nanti.
Kemarin jam 21:49 · SukaTidak Suka
o
Yuni Sambodja sebab buku asep sambodja yg terbaru berjudul: ASEP SAMBODJA MENULIS: TENTANG SASTRA INDONESIA DAN PENGARANG-PENGARANG LEKRA.. dari kata LEKRA inilah TI berang.. seharusnya TI baca dulu buku asep.
Kemarin jam 21:59 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Yuni Sambodja subhan…sadarlah.
Kemarin jam 21:59 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Muhammad Subhan ?@Yuni: Saya cukup sadar mengatakan semua itu. Entahlah Anda. Dan, bacalah link ini, semua terjawab sudah soal tuduhan itu… http://www.pedomannews.com/nasional/berita-nasional/sosial-budaya/2522-fadli-zon
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Yuni Sambodja saya sudah membacanya…bacalah juga buku ASEP SAMBODJA MENULIS…maka anda akan tahu.
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Muhammad Subhan Syukurlah bila Anda sudah membacanya. Sudah jelas bukan? Soal buku Asep itu, sejujurnya saya belum baca. Bila Anda berkenan, kirimkanlah kepada saya agak sebuah. Biar saya tahu pula isinya. Deal?
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Yuni Sambodja hahaha….makanya bacalah dulu buku asep itu, baru kau akan tahu. hari gini minta…beli dong…
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Muhammad Subhan Senanglah saya mendengar tawa Anda. Renyah sekali. Kalimat saya di atas tidak ada saya meminta. Kalaupun Anda kirim buku itu, sudah pasti saya akan membayarnya. Sebab, sejujurnya pula, buku itu tak terlihat di rak buku di toko-toko kota saya. Kalau ada, tentu sudah lama saya beli.
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang
muhammad Subhan, kau pura2 bodoh apa memang bodoh? pernah ada ya nama penyair besar taufi*k* ismail yang diajarkan padamu SD sampai SMA bahkan kuliah di pendidikan Indonesia? kenapa dengan K dan Q kau justru sangat membela TaufiQ Ismail?? J…angan cari celah, tapi berilah pembuktian, bahwa si Opik itu Bukan si OPiQ PENULIS MAJOI dan buku fitnah Prahara Budaya itu. setahuku yang pernah sekolah, aku nggak pernah tahu ada penyair lain selain Taufiq Ismail yang itu (yang sering pakai kopiah dan sering nangis itu) terserah pakai Q atau K, pelafalannya juga toh nggak terlalu beda, bahkan mungkin kalau ada TaufiX Ismail sekalipun. kecuali memang taufik hidayat, atau taufik kiemasLihat Selengkapnya
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Irwan Bajang Kalau memang dia bukan si TaufiK, kenapa pula dia menjawab respon wartawan tempo yang mewawancarainya? tidak dengan tegas bilang: saya Taufiq, bukan Taufik, Taufix atau Taufuck!! kenapa dia harus mempelajari dulu puisinya? bukan justru menolak puisi itu? Lupa ya sama puisinya sendiri, atau kebanyakan puisi?? OH ya, kalau mau baca buku Asep Samboja, baiknya kau beli aja di toko buku, jangan minta. Ada uang kan seharga buku itu?
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Samuel Indratma kalau boleh usul: bagaimana kalau menanyakan ke pihak yang menerbitkan buku “Terampil Berbahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs” Apakah TaufiK dan TaufiQ itu orang yang berbeda?
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Yuni Sambodja hahaha…semakin ketahuanlah kau subhan…buku asep ini baru saja terbit tgl 18 maret kemarin, seraya mengenang 100 hari kepergiannya. pastilah belum sampai di kota kau. bila kau ingin membelinya, hubungilah penerbit ultimus, ada fb-nya jg.
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bilven Sandalista Saya rasa yg benar itu T@vp1x I2m@3L
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Irwan Bajang apa aku yang belikan, terus aku kirimkan kau bukunya Subhan? Nih aku ada duit agak lebih… Tapi BTW, siapa sih lo, minta gratis. beli donk!
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Muhammad Subhan
Ah, tak usahlah “ber-kau-kau”, Bung Irwan. Bahasa menunjukkan budi. Apalagi Anda orang sastra yang menjunjung tinggi budi bahasa. Ber-saya sajalah. Lebih enak didengar. Soal tuduhan plagiat kepada TI itu, di atas tadi sudah saya cantumkan s…ebuah tautan sebagai jawaban. Sudahkah Anda membacanya? Kalau sudah, bacalah sekali lagi. Renung-renungkan, agar Bung semakin pintar sebab saya orang bodoh. Bung akan tahu pula kebenarannya nanti. Dan, soal buku Asep tersebut, saya sudah mengatakan, bahwa kalimat saya di atas tidak ada “saya meminta”. Kalaupun Bung kirim buku itu, sudah pasti saya akan membayarnya. Begitu juga saya katakan pada Saudari Yuni. Di kota saya, buku itu tak terlihat di toko-toko buku, entah sebab tidak laku. Saya tidak tahu. Kalau ada, tentu sudah lama saya beli. Begitulah Bung. Oh ya, usulan Mas Samuel di atas sangat menarik sekali. Mungkin Bung Irwan berminat menelusurinya?Lihat Selengkapnya
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Bramantyo Prijosusilo Sedang kutanyakan Pak Sam.
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Novi Diah Haryanti Mas Subhan yang baik, bukunya Asep belum ada di toko buku memang krn baru diluncurkan tgl 18 Maret. Tepat 100 hari kepergiannya. mungkin belum sampai ke kota Anda.Jadi bukan karena tidak laku, akhhh Mas Subhan ini bagaimana sih.
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan Pitih dolar dari Ford Foundation kayaknya dah turun, Shuban. Kau bikinlah proposal ke gaek TI, bikin kegiatan macam “Sastrawan Bicara Siswa Poto Bareng, Yukkkk”. Nah, lebih pitih kegiatan tu banyak ma, tak akan habis pulak buat kau beli buku. Tapi jangan kau kasih tahu pulak gaek TI, mau beli buku yang ada kata “LEKRA”. Berang2 gaek tu nanti. Naik darahnya. Bisa dipecat kau kerja dari Rumah Pulisi, eh, Puisi…
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Muhammad Subhan Aha, tak usah menyimpang dari topik masalah, Tuan Thendra. Telusuri sajalah soal benar tidaknya tuduhan plgiat itu. Tunjukkan bukti-bukti sahihnya. Jangan menyebar fitnah yang tidak berbudi saya kira. Saya hanya khawatir, Tuan hanya di pihak orang yang “ikut-ikutan” saja. Semoga dugaan saya salah. Takzim buat Bung.
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang
Kenapa rupanya kau dan aku dianggap berbeda dengan saya dan anda? astaga, nggak pernah belajar antrpologi ya? orang pantai dan gunung punya gaya ungkap bahasa yang beda2. orang pantai maki2 itu biasa, dan bagi mereka itu tidak kasar. orang …jawa tengah bahasanya lebih halus dari jawa timur, tapi toh mereka punya standar masing2 atas kesopansantunanya.
tapi ah, lupakan. aku nggak mau membahasnya. intinya bukan di situ! belajar sendiri aja masalah itu.

btw, aku jadi penasaran sama si penyusun buku “Terampil Berbahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs” kalau memang TaufiQ bukan penyair handal, ngapain juga doi membodohi anak sekolah pakai puisi orang yang sama sekali tak terkenal di dunia sastra? iseng aja kali ya? atau, adakah TaufiK (yg pakai K) ini punya puisi lain selain itu? kalau nggak ada, hebat betul dia, nulis satu puisi saja langsung jadi rujukan belajar seIndonesia, atau apa TaufiQ(pakai Q) punya saudara kembar? makin ribet aja dibikin.Lihat Selengkapnya
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Muhammad Subhan Nah, itu yang paling bijaksana saya kira, saya juga menunggu hasil penelusuran itu nantinya. Semoga, semakin terungkaplah siapa yang salah dan siapa yang benar. Marilah sama-sama kita mencarinya. Tabik!
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang ?”Bila Anda berkenan, kirimkanlah kepada saya agak sebuah. Biar saya tahu pula isinya. Deal?” ini kamu bilang nggak minta ya? kau bilang mau bayar kalau dikirimkan? bung, dirimu pernah tansaksi online gak sebelumnya di toko buku online? aturannya itu bayar dulu baru dikirim, kalau dikirim trus kau gak bayar gimana? kalau tiba tiba namamu kau ganti jadi Ahmad Subhin gimana? bisa rugi satu eksemplar dong ultimus? wah, kasian sekali Bung Asep kalau begitu…
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan
Ah, benar itu, Subhan. Benar kali. Saya memang dipihak yang “ikut-ikutan” saja :) Jadi lumayan bisa bikin, Tuan Subhan Khawatir, hehe. Tapi saya tak khawatir kalau tuan Shuban dipihak yang “ikut-ikutan” pulak. Ah, Tuan Subhan dari tadi ke m…ana saja? Bukankah kita sedang mentelusuri bersama? Kami memaparkan TI plagiat, Tuan Subhan membantah dengan alasan yang unyu. Ah, mana pulak saya menyebar fitnah yang tidak berbudi, Eh, ngomong2 fitnah itu ada yang berbudi, ya? haha…Macam apa tu fitnah yang berbudi itu, macam TI ya? haha…(Aih, kok aku ikut-ikutan pake Tuan ya, ah, aku ini tukang ikut2an saja kiranya, hehe)Lihat Selengkapnya
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Muhammad Subhan Saya sudah menjelaskan di atas, tak usahlah bung ulang lagi. Mubazir saja saya kira. Sekarang, telusurilah soal tuduhan plagiat itu. Tunjukkan bukti-buktinya.
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Ah, Anda ini tidak menyimak komen2 di foto ini dari awal kiranya. Pantaslah. Shuban, Shuban…
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Samuel Indratma Bram@ ini perkara menarik. karena semua jadi ikut belajar bersama mengenai betapa dasyatnya sebuah karya sastra. indah sekaligus menakutkan.
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang
menyambut pernyataan Fadli Zon dan atau Bramantyo ttg Taufiq tidak plagiat dan belum ditemukannya puisi tsb di semua buku Taufiq, saya (biar agak sopan dikit) bisa saja menuduh begini:

Taufiq Ismail mungkin tidak pernah menyertakan puisi Ke…rendahan Hati tsb dalam buku2 yang ia tulis, tapi ia menulis puisi tersebut dan mengirimnya/atau diminta mengirimnya oleh tim penyusun buku Terampil Berbahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs”? jadi puisi itu tak akan ditemukan di arsip2 buku Taufiq Ismail.

Nah sementara Taufik Ismail ini sama sekali tak pernah kita temukan puisi dan manusianya. Bisa saja kan si penyusun buku Terampil Berbahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs” salah ketik Q jadi K??Lihat Selengkapnya
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang ?Thendra Malako Sutan ah, yuk jadi orang bijak bestari aja… bijak bestari, yuk kita cari cewek bernama tari, pasti unyu deh
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan ?Irwan Bajang, juga bijak sana, bijak sini. Dijamin bakal sering diundang jadi pembicara di sana, di sini. Lariiiiis….
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Irwan Bajang
?Thendra Malako Sutan uhui, males ah diskusi lagi sama Tuan Subhan, nggak nyambung n gak mau kasih jawaban…cabut yuk! mending persiapkan malam untuk Asep Sambodja di Jogjakarta, dan tetap mengutuk kekejian TaufiX IsmailZ yg melarang disk…usi buku dan peringatan 100 hari meninggalnya Asep Sambodja. Kata2 di sms itu sungguh menjijikkan, jorok lagi sebut2 berak segala. sangat tidak pantas diucapkan oleh penyair bermoral, berkopiah dan menangis kalau baca puisi. dan itu Idolanya Subhan. Ihhiiii mengutip kata2nya Subhan :” Bahasa menunjukkan budi” saya sih nggak tahu, ini Budi yang Ini Ibu Budi apa Budiman Sujatmiko, atau budi depan rumahku itu lo..heheheheLihat Selengkapnya
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Firman Venayaksa Mbak Katrin, jika boleh, saya hendak menelusuri siapa yang menulis buku pelajaran tersebut dan penerbitnya. Saya ingin menelusuri ke akarnya. Siapa tahu kita bisa melacak sumber awal dari penulis buku pelajaran itu.
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan Yuuk Maree, Tuan Irwan Bajang, wkwkwkwk….
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Bramantyo Prijosusilo
Dengan mencadangkan pengakuan Gindho di atas bahwa dia pernah liat TI baca puisi itu di TV, dan buku teks pelajaran Bahasa Indonesia itu, dan dengan mencadangkan pengakuan TI pada Fadli Zon yang mengatakan mungkin pernah membaca atau menerj…emahkan puisi itu pada acara tertentu … saya percaya Fadli Zon yang bilang di kumpulan puisi TI yang dia miliki lebih 1000 halaman itu tak ada puisi berjudul Kerendahan Hati di sana. Namun, hendaknya dipahami, terutama bagi pihak yang berteriak-teriak fitnah, adalah bahwa masalah ini mencuat adalah tak lain dan tak bukan akibat fitnah yang sering dibuat oleh TI sendiri, terakhir, pemantiknya, adalah laporan Martin Aleida tentang upaya TI mengintimidasi acara diskusi buku Asep Samboja.Lihat Selengkapnya
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Bramantyo Prijosusilo
TI dilaporkan menulis ini :“HU AR Rini Endo. Saya baca di Internet undangan diskusi sastra di PDS HBJ (Jum 25/3, 15:30), judul atasnya memperingati 100 hari Asep Semboja, tapi judul berikutnya yg lebih penting “ttg pengarang2 Lekra.” Modera…tor Martin Aleida dg 2 pembicara. Saya terkejut. Ini keterlaluan. Kenapa PDS memberi kesempatan juga kpd ex Lekra memakai ruangannya utk propaganda ideologi bangkrut ini, yang dulu ber-tahun2 (1959-1965) memburukkan, mengejek, memaki HBJ, memecatnya sampai kehilangan sumber nafkah? Bagaimana perasaan beliau bila melihat PDS warisannya secara bulus licik dimasuki dan diperalat pewaris ideologi ular berbisa ini? Petugas PDS yg tentunya tahu rujukan sejarah ini seharusnya sensitif untuk menyuruh ex Lekra itu menyewa tempat lain saja, bukan di PDS. Hendaknya jangan ex Lekra berhasil lagi buang air besar di lantai PDS. Ajari mereka agar berak di tempat lain yang pantas (Taufiq Ismail).”Lihat Selengkapnya
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Bramantyo Prijosusilo Selanjutnya Ajip Rosidi dikutip Martin Aleida mengatakan :
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Bramantyo Prijosusilo Hal seperti inilah, di atas tekanannya pada Pramoedya almarhum dan seniman muda yang dicemoohkannya sebagai “sastra selangkangan” yang membuat aku menganggap TI sebagai penyair jahat. Yang kerjanya menekan yang dia anggap lemah, memukuli yang kalah. Maka sayapun menulis status menuduh dia plagiator.
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Edy Firmansyah
seorang taufiq Ismail yg telah menulis puisi yg tebalnya 1000 halaman itu mestinya belajar juga pada puisinya ‘saudara kembar’ taufik Ismail di buku bahasa Indonesia itu :

kalau kau tak mampu jadi beringin
yang tegak di puncak bukit
jadilah b…elukar, tapi belukar yang baikLihat Selengkapnya
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 3 orangMemuat…
o
Bramantyo Prijosusilo
TI sebagai sesepuh sastra yang masih hidup bolehlah dianggap sebagai guru. Guru yang kencing berdiri dengan bencinya pada LEKRA dan seniman muda yang lebih kreatif dari dia seperti Ayu Utami dan penulis genre dia yang disebutnya produsen “s…astra selangkangan” itu. Maka aku sebagai muridnya pun kencing berlari … dan menulis status yang berkembang jadi heboh ini. Fitnah? Aku tak sengaja memfitnah, aku terkecoh oleh lebih 8000 laman web yang mengasosiasikan sajak ini dengan TI, blog-blog penggemar TI pula hampir semuanya … Jadi aku mohon maaf kepada kawan-kawan semua karena telah membuat suasana tak enak, memancing umpatan dan makian padahal TI tak bersalah plagiat. Kesalahan TI adalah memfitnah penulis muda sebagai Lekra generasi ketiga, sebagai penulis tak bermoral yang membuat “sastra selangkangan” …Lihat Selengkapnya
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Teguh Wijaya
Ajakan Dialog

Mohon maaf sy ikut komen. pengertian plagiat itu sejauh mana ya? plagiat dgn pengertian menyontek keseluruhan bentuk, isi, hingga yang terkecil kata demi kata.Atau seperti apa? Sebab dalam karya sastra ada yang digolongkan “di…ilhami” atau “dipengaruhi”. Maaf, saya belum membaca puisi asli penyair dr Amrik itu.

Dalam khasanah sastra Indonesia, sudah sering isu plagiat dilansir oleh sesama sastrawan. Chairil Anwar pernah pula dituduh plagiat. Buya Hamka juga demikian. kalau tak salah ingat, “Tenggelamnya Kapal Vander Vick” juga pernah dituduh contekan oleh kelompok Lekra. Khusus untuk Hamka, memang kala itu sedang terjadi “perang” antara kanan – dan kiri. Serangan kepada Buya ditafsir banyak orang untuk meruntuhkan moralnya sang ulama yang juga sastrawan itu. Kebenaran, walauhualam. Saya cuma sekadar pernah membaca saja.

Daftar tuduhan “plagiator” juga pernah dialamatkan oleh Subagio Sastrowardoyo kepada Rendra, dalam bukunya “Sosok Pribadi Dalam Sajak”. Dalam buku tersebut, Subagio menulis sajak -sajak balada Rendra sangat mirip sajak2 Garcia Lorca. Saya pernah mewawancarai Rendra. Intinya Rendra marah, dia bilang yang nulis aku begitu orangnya tidak sekolah, saya tertawa ngakak….

Dalam soal sajak “Kerendahan Hati”, bila itu hasil jiplakan, tentu saja itu menciderai kreativitas seorang seniman. Sebab kreativitas adalah nilai yang harus dijunjung tinggi. hanya saja, barangkali tidak elok bila terjadi hujat menghujat. Jangan sampai ada tafsir: konflik manikebu – Lekra muncul lagi. Untuk itu saya mengusulkan, ada debat publik yang dihadiri oleh Taufik Ismail, juga kawan -kawan yang menuduhnya. Bila setuju saya bisa fasilitasi di Bulungan, (Gelanggang Remaja Jakarta Selatan). Ini supaya jelas duduk soalnya.(minat ?silakan inbox saya)

Saat acara di PDS bedah buku Asep, saya hadir. Saya ketemu Yanusa Nugroho dan Merit Hindra. Saya tanya, mengapa acara ini diadakan di bawah tangga. Yanusa bilang, karena TI tak setuju dengan alasan penyelenggaranya orang-orang Lekra. Dan saya bilang, apa sih yang ditakutkan dari Lekra oleh TI. Zaman sudah berubah, orang sudah cerdas dan bisa memilih. Mestinya tak perlulah begitu. Kalau pun tak sreg, mestinya ditolak dengan cara baik -baik.

Di tengah situasi sepertii sekarang ini, bagi saya, iklim kreativitas sebaiknya tidak dibangun dengan konflik, melainkan dengan dialog.Dengan dialog kita bisa saling memahami. Dan saya percaya, itu lebih produktif. Salam …Lihat Selengkapnya
20 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Firman Venayaksa Jika acuan plagiasi ini adalah buku ajar yang ditulis oleh Dewaki Kramadibrata, akan tuntas jika kita dapat tahu dari mana Dewaki mengambil sumber tersebut? Ataukah ada sumber lain yang lebih akurat Bung Bram?
20 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Salahuddien Gz menyimak ^_^
19 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Muhammad Subhan Iwan Bajang, selamat pagi buat Anda. Sudahkah Anda menemukan bukti-bukti sahih itu?
15 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Bramantyo Prijosusilo
Sejak Fadli Zon bilang tak ada sajak itu padanya, padahal dia pegang seluruh karya TI, saya yakin, telah terjadi salah kaprah menahun. Entah siapa yang mengatakan pertamakali bahwa Kerendahan Hati itu karya TI tapi setidaknya salah kaprah s…udah berlangsung sejak 1980an. Buku bahasa Endonesha itu, saya yakin juga mengutip dari sumber salah kaprah. Ada 8000 laman salah kaprah seperti ini di internet, jadi wajar orang keperosok, saya juga. Tapi soal fitnah, TI-lah yang memfitnah, sebab dialah yang bilang “Lekra generasi ketiga” … lewat Ajip Rosidi dia mengancam kekerasan juga … kalau tuduhan plagiat ini salah kaprah saja.Lihat Selengkapnya
14 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Iwan Gunadi
PUISI “KERENDAHAN HATI” DI BUKU AJAR DEWAKI DKK SERTA SEJUMLAH LAMAN

DI BAWAH INI, SAYA KUTIPKAN “KERENDAHAN HATI” YANG DIPAMPANG SEJUMLAH WEBSITE DAN WEBBLOG SEBELUM KEHEBOHAN ITU TERJADI. DI SANA, PUISI ITU DISEBUT SEBAGAI KARYA TAUFIQ I…SMAIL, BUKAN TAUFIK ISMAIL. TAPI, MEMANG, TAK SEDIKIT WEBSITE DAN WEBBLOG LAIN YANG MEMAMPANG PUISI YANG SAMA SEBAGAI KARYA TAUFIK ISMAIL, BUKAN TAIFIQ ISMAIL. MESKI PENYEBUTAN NAMA PENULISNYA SEDIKIT BERBEDA, KEDUA NAMA TERSEBUT TENTU MERUJUK PADA SOSOK YANG SAMA.
BUKU AJAR ELEKTRONIK TERAMPIL BERBAHASAN INDONESIA UNTUK SMP/MTS KELAS VIII YANG DITULIS DEWAKI KARMADIBRATA, DEWI INDRAWATI, DAN DIDIK DURIANTO JUGA MERUJUK PADA SOSOK YANG SAMA KETIKA MENYEBUT ‘KERENDAHAN HATI” SEBAGAI KARYA TAUFIK ISMAIL (HALAMAN 189). SEBAB, KETIKA MENGUTIP PUISI “KARANGAN BUNGA” PADA HALAMAN 175, NAMA PENULISNYA YANG DISEBUT DI BUKU TERSEBUT PUN DITULIS DENGAN EJAAN YANG SAMA. (INI LINK-NYA: http://www.4shared.com/document/xW7WvBUX/BSE_SMP_-_Kelas_8_Bahasa_Indon.html)

Kerendahan Hati-Taufiq Ismail

http://lenterahati.web.id/kerendahan-hati.html

January 14th, 2009

Kerendahan Hati – Taufiq Ismail

http://luqmansastra.blogspot.com/2010/04/kerendahan-hati-taufiq-ismail.html

1 Apr 2010

Kerendahan Hati-Taufiq Ismail

http://anissanurhidayati.wordpress.com/2010/12/26/kerendahan-hati-taufiq-ismail/

December 26, 2010

Kerendahan Hati-Taufiq Ismail

http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2010/09/kerendahan-hati-taufiq-ismail.html

Sabtu, 04 September 2010

Kerendahan Hati – Taufiq Ismail

http://pluzone.com/puisi/kerendahan-hati-taufiq-ismail.html

December 9, 2009

Jika Aku Menjadi dan puisi kerendahan hati taufiq ismail

http://away.web.id/jika-aku-menjadi-dan-puisi-kerendahan-hati-taufiq-ismail/

3 September 2010

“kerendahan hati” puisi oleh Taufik Ismail

http://www.jendelasastra.com/karya/puisi/kerendahan-hati-puisi-oleh-taufik-ismail

Selasa, 21/09/2010

Kerendahan Hati

http://suyatno.blog.undip.ac.id/2010/08/24/kerendahan-hati/

August 24th, 2010Lihat Selengkapnya
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang Subhan, silakan dirimu baca koemntar Iwan Gunadi ini, hahahaha. mana ada 2 penyair Taufik/Q di Indonesia ini yg reputasinya sama dan sama2 dipakai di buku ajaran di sekolah2. Kau jangan mangkir sama hati nurani dan kemampun berpikirmu! kepala batu kau!
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Bramantyo Prijosusilo Nah, dari semua tautan tersebut adakah yang menyebut dengan jelas, dari manakah sajak Kerendahan Hati itu diambil?
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Muhammad Subhan
JAWABAN TAUFIQ ISMAIL
TERHADAP PERCAKAPAN DI FACEBOOK ANTARA BRAMANTYO PRIJOSUSILO DENGAN PELUKIS HARDI DAN FADLI ZON, DLL,
31 MARET 2011

Inilah respons saya terhadap percakapan di atas, yang saya baca dari fail internet.

Puisi “Kerendahan Hati” disebutkan sebagai karya Taufiq Ismail, dituduhkan sebagai plagiat dari puisi “Be the Best of What You Are” karya Douglas Malloch.

Dalam tuduhan itu puisi “PK” tidak disebutkan dipublikasikan di mana dan kapan.

Karya puisi saya selama 55 tahun (1953-2008) telah diterbitkan lengkap (Ketua Panitya Fadli Zon), dengan judul Mengakar ke Bumi, Menggapai ke Langit. Jilid 1. Karya prosa lengkap dimuat dalam MKB-MBK Jilid 2 dan 3.

Kumpulan MKB-MBK Jilid 1 itu, tebal 1.076 halaman, memuat 522 puisi. Untuk informasi Bramantyo, puisi berjudul “Kerendahan Hati” itu, yang dituduhkan sebagai karya plagiat, tidak ada di sana. Itu bukan puisi karya saya.

Sekarang mengenai puisi “BBWYA” karya D. Malloch yang dituduhkan sebagai sumber plagiat.

Pada tahun 1992 saya selesai menerjemahkan puisi Amerika Serikat, di Universitas Iowa, yang kumpulannya saya beri judul Rerumputan Dedaunan, meliputi kurun masa 1850an-1980-an. Antologi ini belum terbit. Kumpulan itu tebalnya 693 halaman, memuat karya 160 penyair. Nama David Malloch tidak terdapat di dalamnya.

Dia bisa saja penyair bagus, tapi dari begitu banyak penyair Amerika 1850an-1980an, Malloch tidak termasuk ke dalam 160 penyair yang saya pilih. Kalau dia lulus seleksi saya, karyanya tentu saya masukkan dalam antologi terjemahan RD itu.

Pertanyaan berikutnya sekarang: kenapa dituduhkan itu sebagai sumber plagiat?

Dalam 12 tahun terakhir ini, frekuensi kegiatan saya yang mempertemukan saya dengan sastrawan muda, guru, mahasiswa dan siswa tinggi sekali, melalui program pelatihan MMAS (Membaca, Menulis dan Apresiasi Sastra), SBSB (Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya), sanggar-sanggar sastra, komunitas ini-itu, dst. Dalam interaksi itu banyak karya sastra didiskusikan, termasuk terjemahan puisi. Mungkin sekali dalam salah satu kontak itu karya David Malloch dibicarakan, diterjemahkan peserta dan saya diminta memberi komentar. Itu yang paling mungkin. Dan jelas saya tidak membubuhkan nama saya untuk terjemahan itu, dan tidak mempublikasikannya. Arsipnya saja saya tidak menyimpannya. Kalau Malloch favorit saya, dia mestilah saya masukkan dalam antologi RD. Ini tidak.

Dalam hal ini tidak jelas siapa yang mencantum-cantumkan nama saya pada terjemahan puisi Malloch itu. Saya jadi teringat pada kasus lagu Tuhan, yang lirik dan lagunya digubah Sam Hardjakusumah, dinyanyikan Bimbo. Karena saya menulis sekitar 70 lebih lirik Bimbo, lirik lagu Tuhan itu sering sekali dikira dari saya. KCI malah pernah salah kirim honorarium lirik lagu itu kepada saya. Saya berulang kali menjelas-jelaskan ini kepada publik. Beda kasus saya dikelirukan dengan Sam Bimbo, adalah bahwa saya sampai mendapat honor yang mestinya dikirimkan kepada Sam, tapi dalam kasus saya dikelirukan dengan Malloch, saya dicaci-maki oleh facebookers yang salah tuduh. .

Saya tidak terima dinista sedemikian. Saya akan membawa ini ke ranah hukum, dengan mengadukan Bramantyo Prijosusilo ke Kepolisian RI, agar dia diproses sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam hal pencemaran nama baik.

Saya meminta bantuan pengacara sastrawan Suparwan Parikesit SH dan aktivis kampus Abrori SH, dengan saksi pelukis Hardi dan budayawan Fadli Zon.***

Taufiq Ismail, Rumah Puisi, 1 April, 2011.Lihat Selengkapnya
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Muhammad Subhan Jawaban TI ini sudah disebar ke redaksi media massa nasional. Bagi media yang belum mendapatkannya, silakan mengutip sumber resmi ini. Kita tunggu saja kelanjutannya nanti. Tabik!
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Muhammad Subhan Bung Thendra, fokus saja dulu pada masalah tuduhan plagiat ini. Soal diskusi publik itu nantilah, tidak terlalu penting, menurut saya. Buang-buang waktu saja. Maaf!
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Muhammad Subhan, sori tadi komen saya sempat terhapus mengenai tawaran diskusi publik antara TI dengan Martin Aleida perkara sastra “Lekra” di Jogja. FB agak macet dikit. Tentu saja, saya fokus pada permasalahan puisi “Kerendahan Hati” ini. Tapi ingat, puisi “Kerendahan Hati” ini hanya sub topik. Yang sangat penting adalah sepak terjang TI membengkokan sejarah sastra Indonesia dengan membabi buta meniadakan karya sastra dari pengarang Lekra. Kenapa begitu?
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Irwan Bajang
Di buku BSE SMP – Kelas 8 Bahasa Indonesia – Dewaki Karmadibrata
ada puisi Karangan Bunga (halamn 175) ditulis oleh Taufik Ismail. Ini bukan karya Taufiq Ismail ya? (penyair yg melarang diskusi buku Asep Samboja dan benci sekali sama Lekra i…tu?. Puisi Kerendahan Hati di halaman 189, juga karya Taufik Ismail, bukan Taufiq Ismail lagi ya? wiiihhh, hebat. punya ilmu malih rupo apa malih jenengng? hahahahahaLihat Selengkapnya
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan Selain itu, Muhammad Subhan, TI juga harus bertanggungjawab kepada publik dengan melakukan tindakan kekerasan terhadap literasi sebagaimana kasus Asep Sambodja di PDS HB Jassin itu. Ini sangat Ironis! Di saat masyarakat literasi menunjukan kepedulian terhadap PDS HB Jassin yang disia2kan pemerintah, TI malah melakukan tindakan anarkis terhadap literasi! Ingat, sekali lagi, puisi “Kerendahan Hati” hanya sub topik! Mari melihat dibalik fenomena, bukan semata fenomena. Anda penulis kan, Muhammad Subhan?
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Irwan Bajang
Karangan Bunga

Tiga gadis kecil
Dalam langkah malu-malu
datang ke Salemba
…sore itu.

”Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Tanda kami ikut berduka
bagi yang ditembak mati siang tadi.”

(Taufik Ismail)

BSE SMP – Kelas 8 Bahasa Indonesia – Dewaki Karmadibrata (175)

baru tahu nih kalau puisi yang terkenal ini bukan milik Taufiq Ismail, Tapi Taufiq Ismail. Jadi yang suka nangis yang mana nih?? yang benci Lekra yang mana nihh? yang larang diskusi buku Asep Samboja di PDS HB Jassi tempo hari yang mana ya?Lihat Selengkapnya
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang ?”Soal diskusi publik itu nantilah, tidak terlalu penting, menurut saya. Buang-buang waktu saja. Maaf!” oooo, jadi nggak penting ya? lebih penting pembelaan atas TaufiQ ini saja… horeeeee, pelarangan diskusi buku tak penting dibahas, horeeeeeee Subhan Hebat deh….. uhuuui
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Muhammad Subhan Irwan, yang perlu Anda telusuri itu di buku “kumpulan puisi” mana karangan TI yang memuat puisi “Kerendahan Hati”. Itu yang perlu Kau telusuri (ah, jadi ikut berkau-kau juga :) . Tanyakan juga ke pengarang buku teks pelajaran yang mengutip puisi itu. Jangan-jangan dia asal kutip dan asal tulis nama Taufiq Ismail saja.
9 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang bukalah semua link di atas! terus puisi Karangan Bunga itu juga asal tulis dan comot ya? ahahahaiiiii. jangan2 puisinya Bebi Romeo lagi
8 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Muhammad Subhan
Irwan Bajang, puisi “Karangan Bunga” benar karya TI. Puisi itu dimuat dalam buku TIRANI & BENTENG yang diterbitkan Yayasan Indonesia (2005), ada di halaman 75. Nah, pertanyaan saya (yang perlu Anda jawab), di buku kumpulan puisi TI mana yan…g memuat puisi berjudul “Kerendahan Hati” itu? Berapa jumlah buku puisi TI yang Anda baca atau mengoleksinya? Jangan-jangan Anda tidak tahu sama sekali karya-karya TI. Selain Tirani dan Benteng (1966), bukunya yang lain Buku Tamu Museum Perjuangan (1972), Sajak Ladang Jagung (1974), Kenalkan, Aku Hewan (sajak anak-anak, 1976), Puisi-Puisi Langit (1990), Malu Aku Jadi Orang Indonesia (MAJOI, 1998), Tuhan Sembilan Senti (2000). Buku terbarunya Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit (empat jilid, 2008). Telitilah semua buku itu, di buku mana puisi “Kerendahan Hati” itu dimuat, siapa yang menerbitkan, halaman berapa, tahun terbitnya kapan? (tanyakan juga ke penulis buku teks pelajaran yang asal kutip dan sembarangan menulis nama orang itu). Nah, soal ajakan diskusi publik, bagi saya bukan soal penting, karena Anda hanya akan mengaburkan topik saja. Mengalih-alihkan pembicaraan. Jadi, kita selesaikan saja dulu soal “tuduhan plagiat” yang tak berdasar itu. Saya sarankan, Anda ikutilah setiap perkembangan berita itu nanti. Sebab, kasus ini sudah dimasukkan ke ranah hukum (baca jawaban TI di atas). Nanti akan terlihat, siapa yang benar, siapa pula yang hendak bermain api, mencari-cari kesalahan. Tabik!Lihat Selengkapnya
8 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Ini ada dua puisi buat Taufiq Ismail. Cekidot dan jadilah yang pertamax,Gan! http://indonesiabuku.com/?p=8845 dan http://indonesiabuku.com/?p=8847
8 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bramantyo Prijosusilo Dua hal berbeda tapi terkait, rencana melaporkan saya ke pulisi itu satu soal. Soal lain adalah soal diskusi Asep Samboja … yang terkait dengan sepak terjang yang lama …
8 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel Bung Bramantyo, ini Saut Situmorang. Tolong lihat Inbox anda. Trims.
7 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel BAGAIMANA MUNGKIN ADA PENERBIT BERANI ASAL-KUTIP DAN ASL-TULIS NAMA TERKENAAAAL “TAUFIQ/K ISMAIL”, SAMPAH! MANA ADA PENJAHAT YANG NGAKU KEJAHATANNYA! INI SAUT SITUMORANG YANG NGOMONG. SILAHKAN TAUFIQ/K ISMAIL PERMASALAHKAN AKU! BILANG YA, MUHAMMAD SUBHAN!!!
7 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Katrin Bandel COBAK ANDA SEARCH NAMA “TAUFIK ISMAIL” DI GOOGLE, MONYET MANA YANG AKAN MUNCUL SEBAGAI RUJUKANNYA?! AYO DICOBAK EKSPERIMEN ANTI PLAGIAT INI, HAHAHA… -SAUT SITUMORANG
7 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang
Subhan, aku nggak sama sekali mengoleksi buku taufiq ismail, karena nggak suka sama puisinya! kalau penyair yang aku suka puisinya ya kau koleksi. aku belum dapat alasan untuk mengoleksi buku2 taufiq ismail. jadi akan aku usahakan temukan …puisinya itu di buku puisi miliknya entah minjam atau apalah, karena aku gak minat beli buku2 si Ismail ini.

Yang jelas, aku sudah menemukan kalau puisi Karangan Bunga, juga puisi Kerendahan Hati, sama2 ditulis oleh Taufik Ismail (pakai K) di buku ajaran BSE SMP – Kelas 8 Bahasa Indonesia – Dewaki Karmadibrata. Dan semua orang yang pernah sekolah, minimal SD dan belajar bahasa indonesia (termasuk kamu), pasti tahu siapa penulis Karangan Bunga, yakni Taufiq Ismail, entah pakai K atau Q ataupun pakai X.

Kalau memang di buku BSE SMP – Kelas 8 Bahasa Indonesia – Dewaki Karmadibrata Taufik bukanlah Taufiq, maka berarti “Karangan Bunga” yang banyak dibaca orang ini berada di posisi ambigu, karena ditulis oleh Taufiq juga Taufik Ismail.

ah, ribet amat, terlalu diribet2kan sih sama kamu.Lihat Selengkapnya
7 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan Nah, ini ada puisi lagi persembahan buat Taufiq Ismail. Cekidot, Gan! http://www.facebook.com/notes/edy-firmansyah/tak-cukup-karangan-bunga/10150142307983317
7 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Teater Kopi Hitam Indonesia Rame ngomongin Plagiarismenya TI yang belum tentu keshahihannya.. Sadarlah kawan, ini khan pengalihan isu dari penggusuran PDS HB Jassin..
7 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Ternyata, tidak hanya satu orang saja yang muak terhadap perangai Taufiq Ismail itu. Belum lagi di fesbuk, twitter, blog. Dan itu tertulis dalam bentuk “teks” bisa dijadikan barang bukti buat dilaporkan ke polisi, “mencemarkan nama baik Taufiq Ismail”, bukan? Hehe…
7 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Irwan Bajang gak ada yang mengalihkan isyu pelarangan diskusi di PDS juga koin sastra.. ini satu rangkaian bro Teater
7 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Katrin Bandel BUNG IWAN GUNADI, TERIMAKASIH BANYAK UNTUK LINK-LINK KEREN YG ANDA MUAT DI ATAS! TERUTAMA YG DI www.4shared.com ITU! BUKTI NYATA BAHWA PUBLIKASI ITU ADALAH PUBLIKASI NEGARA DAN TAUFIQ ISMAIL PAKEK KIU SILAHKAN TUNTUT NEGARA KALOK BERANI, HUAHAHA!!!
7 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel ISU PDS DAN ISU PLAGIAT TAUFIQ ISMAIL PAKEK KIU INI SAMA PENTINGNYA! JANGAN DIALIH-ALIHKAN! KERNA DI KEDUA ISU TSB, BAJINGAN TAUFIQ ISMAIL PAKEK KIU TERLIBAT!!! JUSTRU ISU PLAGIAT INI YG AKAN MEMBONGKAR KEDOK BUSUK TAUFIQ ISMAIL PAKEK KIU TENTANG FITNAHNYA SELAMA INI TERHADAP LEKRA DAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA! YANG TAK PAHAM POLITIK SASTRA INDONESIA, DIAM AJALAH KALIAN! -SAUT SITUMORANG
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Irwan Bajang Artinya, sebenarnya permasalahan pake K, Q atau X tak ada. yang bermasalah adalah mentalitas Taufiq ini. waktunya sudah datang, semua orag akan tahu siapa dia. bisa jadi plagiator, tukang fitnah lekra dan tukan intimidasi dan tukang larang diskusi buku!
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Katrin Bandel IRWAN SAYANG, SETUJUUUUUUUUUU!!! HAJAR TAUFIQ ISMAIL PAKEK KIU DAN K !!! HAHAHA… -SAUT SITUMORANG
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Jugak Taufiq Ismail itu suka nangis kalau baca puisi. Apakah ini termasuk mencemarkan nama baik pulak? Lah, saya lhat sendiri, kok, hehe..
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Katrin Bandel silakan cek juga link berikut: http://books.google.co.id/books?id=klotb8UOIK0C&pg=PA54&dq=kerendahan+hati+taufiq+ismail&hl=id&ei=u-GWTZSBHoW6ugOp2tWDDA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CEMQ6AEwBg#v=onepage&q&f=false – link itu adalah link ke buku pelajaran yang berbeda lagi yang juga memuat puisi yang sama. judul buku itu “Pintar, Teman Belajar Bintang Pelajar”, untuk SD Kelas 5″
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Katrin Bandel MAMPUS TAUFIQ ISMAIL PAKEK KIU! HUAHAHA… -SAUT SITUMORANG
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel KEMAREN BUKU UNTUK SMP, SEKARANG BUKU UNTUK SD, WAAH BANYAK DOONG ROYALTINYA SANG PLAGIAT KITA! HUAHAHA! -SAUT SITUMORANG
6 jam yang lalu · Tidak SukaSuka · 1 orangMemuat…
o
Irwan Bajang amankan dulu link2 ini sebelum disabotase dan dihilangkan!!!
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Irwan Bajang HOREEEEE.Malaikat Jibril mengirimiku MP3 Kerendahan Hati karya Taufik Ismail…. Silakan dinikmati ya sodara sodara…Uhuuu. ini linknya: http://mp3-find.com/download.php?mp3=WhOtGFnFHkU&artist=Nilai+Cintamu&song=Puisi+Kerendahan+Hati+-+Taufik+Ismail
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Katrin Bandel DOWNLOAD SEMUA YG BISA DIDOWNLOAD BIAR JADI BUKTI UNTUK MENGHANTAM PENJAHAT SASTRA INDONESIA! HUAHAHA! -SAUT SITUMORANG
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Ini versi youtube puisi “Kerendahan Hati” http://www.youtube.com/watch?v=WhOtGFnFHkU&feature=related
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Muhammad Subhan Ya Bung Saut. Teruslah bernyanyi…
6 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel IYA, SUBHAN, TERUSLAH JILAT PANTAT PLAGIAT! -SAUT SITUMORANG
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Tim Behrend Aku sendiri enak rasanya menjilati punya Chairil, sekali pun terbukti jelas bahwa si penyair Indonesia yang kekal tergelincir sedikit sini sana dan meminjami ini-itu dari penyair lain. Death fucking death to small minded sectarianism, even in the bosom of the infinite possibilities of language.
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Katrin Bandel HAHAHA… HOW ARE YOU, MY DEAR OLD TIM? WATCH OUT! I MIGHT TRANSLATE YOUR DISSERTATION INTO INDONESIAN AND CLAIM IT MINE! HAHAHA!
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Tim Behrend Masku ingkang kapujen kados dewa puisi berbola, kula nyumanggakaken.
4 jam yang lalu · Suka

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae