Jumat, 11 Maret 2011

Calon Arang dan Gadis Arivia

Membaca Kritik Sastra dengan Pendekatan Feminisme
Asep Sambodja*
Sinar Harapan, 1 Maret 2008

SUNGGUH menarik membaca artikel Gadis Arivia, ”Calon Arang Calon Feminis: Kisah Pramoedya dan Kisah Toeti Heraty” yang dimuat di Jurnal Perempuan edisi 30 (2003). Dalam artikel itu, Gadis menyebut Pramoedya dan Toeti adalah feminis sejati. Hanya saja, ketika keduanya menulis tentang dongeng Calon Arang, timbul masalah, ”adakah di antara mereka dalam karya Calon Arang yang telah membelot dari feminisme?”

Jawaban yang ditemukan Gadis dalam analisisnya adalah: Pram masih terkungkung pada misi manusia modern. Sebuah misi yang memperjuangkan ide-ide besar semangat universalisme dan kebenaran tunggal, perjuangan kemanusiaan yang baik melawan kekuasaan yang jahat.

Ide-ide besar ini, kata Gadis, sudah tentu mementingkan peranan rasio, lalu, mau tidak mau Pram akan mengenyampingkan dahulu tetek bengek perempuan, tidak ada waktu baginya memikirkan problematik seorang janda. Itu sebabnya Calon Arang bagi Pram menjadi gender neutral, tidak ada sexual difference, sangat klop dengan pemikir-pemikir zaman modern—yang di mata Gadis para patriarch itu telah meminggirkan suara-suara marjinal seperti perempuan.

Sementara Toeti Heraty, menurut Gadis, ketika menulis Calon Arang telah sampai pada tahap feminine writing sebagaimana dikatakan Helena Cixous—seorang novelis dan feminis yang berkiblat pada filsuf postmodernisme Jaques Derrida.

Gadis menambahkan, feminine writing yang dilakukan Toeti Heraty terlihat bebas, liar dengan imajinasi, tanpa kekangan, kata-kata yang terus mengalir tidak bisa dibendung, ia melepaskan ikat tali segala norma-norma yang melilit. Calon Arang memperlihatkan kepada kita bahwa perempuan mampu memberontak dengan membiarkan bahasa-bahasanya berlari bebas ke segala arah.

Gadis Arivia tidak sependapat dengan pernyataan Keith Foulcher dalam epilog buku Calon Arang: Kisah Perempuan Korban Patriarki (2000) karya Toeti Heraty, yang menyebutkan bahwa karya Toeti mengajak pembaca untuk berpikir. Menurut Gadis, karya Toeti itu mengajak pembaca untuk bergairah, karena dengan gairah atau keinginan, dan bukan rasio, perempuan dapat bebas dari struktur-struktur pemikiran yang sudah dipatok oleh laki-laki. Karena pada akhirnya toh perempuan hanya dapat bebas dari penindasan bila ada gairah/keinginan dan bukan rasio.

Dari uraian di atas kita dapat mengetahui bahwa tidak ada sebuah karya sastra yang netral. Baik Calon Arang (1999) karya Pramoedya Ananta Toer—buku ini diterbitkan kembali dengan judul Cerita Calon Arang (2003) oleh penerbit Lentera Dipantara—maupun Calon Arang: Kisah Perempuan Korban Patriarki (2000) karya Toeti Heraty memperlihatkan perspektif yang berbeda. Pram menuliskan dongeng yang lahir di zaman Kerajaan Kadiri itu dengan sudut pandang laki-laki, sementara Toeti menuliskannya dengan sudut pandang perempuan.

Perbedaan sudut pandang itu mengakibatkan Pram menempatkan Calon Arang, seorang janda dari desa Jirah (ada yang menulis Girah atau Dirah), sebagai tokoh jahat (antagonis), sementara Toeti menempatkan Calon Arang sebagai korban budaya patriarki.

Yang lebih menarik lagi, ketika artikel Gadis itu dibukukan dalam Feminisme: Sebuah Kata Hati (2006), judulnya mengalami perubahan yang signifikan. Kalau dalam Jurnal Perempuan artikel itu masih berjudul ”Calon Arang Calon Feminis: Kisah Pramoedya dan Kisah Toeti Heraty”, maka dalam buku Feminisme itu artikelnya sudah berubah menjadi ”Calon Arang, Sudah Feminis!”. Padahal, isi artikelnya tidak mengalami perubahan yang prinsipil.

Sebenarnya artikel itu berasal dari makalah yang disampaikan dalam diskusi karya sastra di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 17 April 2003. Judul artikelnya masih netral: ”Calon Arang: Korban Patriarki atau Teror?”. Jadi, dengan isi tulisan yang sama, artikel itu sudah mengalami tiga kali perubahan judul.

Dari sini pun kita dapat melihat bahwa pembaca pun tidak netral dalam menilai karya sastra. Artinya, suatu karya sastra bisa menimbulkan penafsiran yang berbeda, yang dilakukan oleh pembaca yang menggunakan perspektif yang berbeda.

Apa yang bisa dipelajari dari artikel Gadis Arivia yang menyebutkan ”Calon Arang, Sudah Feminis!” ini?
Pertama, seperti yang telah disebut di atas, tidak ada karya sastra dan kritik sastra yang netral.
Kedua, baik karya sastra maupun kritik sastra sangat dipengaruhi ideologi pengarang/kritikus.
Ketiga, jangan berharap ada kebenaran tunggal dalam karya sastra maupun kritik sastra, yang ada hanyalah kebenaran relatif.

Keempat, unsur subjektivitas dalam menulis karya sastra maupun kritik sastra sangat tinggi, karenanya karya sastra maupun kritik sastra harus dibaca secara kritis pula, tapi jangan anarkis. Kalau ada perbedaan pandangan, jangan lantas pengarangnya dihukum mati atau karyanya dilarang terbit, melainkan perlu dilahirkan wacana alternatif yang dapat mengimbanginya.

Kelima, dongeng, cerita lisan yang sekarang banyak ditransformasi ke dalam karya sastra, ternyata masih memiliki daya pikat hingga kini. Bagaimanapun, dongeng yang disampaikan secara lisan maupun tulisan bisa mempengaruhi pola pikir pembacanya. Karena itulah pola pikir pembaca yang dinilai merugikan kaum marjinal dicoba untuk didekonstruksi. Apa yang dilakukan Toeti Heraty itu merupakan upaya mendekonstruksi pola pikir masyarakat yang telah menempatkan Calon Arang, seorang perempuan, seorang janda dari desa Jirah, sebagai penjahat.

Keenam, yang merupakan gagasan penting yang hendak saya kemukakan dalam tulisan ini, bahwa dongeng atau karya sastra itu tidak lepas dari konteks zamannya. Dalam Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh-tokoh yang sering disebut adalah Raja Sri Baginda Erlangga, Empu Baradah dari Lemah Tulis, Empu Bahula, selain Calon Arang dan anaknya yang cantik jelita, Ratna Manggali.

Dalam buku Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2 (1973) karya R. Soekmono, Airlangga dan mpu Bharada itu tokoh yang benar-benar ada. Ketika Airlangga mengalami kesulitan untuk membagi kekuasaan kepada kedua anak laki-lakinya, maka mpu Bharadalah yang mengusulkan pembagian kerajaan Daha menjadi dua: Kadiri dan Jenggala (Soekmono, 1973: 57). Lalu, siapa Calon Arang itu? Atau, Calon Arang merepresentasikan siapa?

Sayang, dalam buku sejarah itu kurang detail informasinya. Yang ada hanyalah, ketika Airlangga menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di sekelilingnya, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang perempuan. Soekmono menuliskan, Airlangga menaklukkan ”seorang raja perempuan yang dikatakan seperti raksasa dalam tahun 1032”.

Dan dongeng Calon Arang pun lahir pada zaman kerajaan Airlangga, sehingga bisa jadi dongeng itu diciptakan untuk mendeskreditkan ”seorang raja perempuan yang dikatakan seperti raksasa” itu.
Dongeng tersebut mengalami perkembangan dan perbantahan hingga sekarang, seperti yang ditulis Toeti Heraty, ”Riwayat Calon Arang dikisahkan kini sebagai perempuan korban patriarki, mungkin memang ada peristiwa nyata di Kerajaan Erlangga abad kesebelasan, lalu mengalami berbagai distorsi, kemudian mengalami Balinisasi. Sementara persepsi masa kini mendudukkannya tanpa pretensi kebenaran sejarah, hanya demi rehabilitasi dan empati dalam rentang waktu dan keabadian: secuil kebenaran dan keadilan” (2000: 73).

Sebuah dongeng ternyata menyimpan konflik tersendiri. Dan, benarkah dongeng senantiasa mendeskreditkan perempuan? n

* Asep Sambodja, penyair dan dosen sastra di FIB UI
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/03/esai-calon-arang-dan-gadis-arivia.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae