Pernah dimuat di suplemen Ruang Baca Koran Tempo, Feb 2003
SUATU kali saya meminjam dua buku dari sebuah perpustakaan di Tokyo, Beauty and Sadness karya Yasunari Kawabata dan A Wild Sheep Chase karya Haruki Murakami. Dalam buku Kawabata, novelis Jepang yang pertama meraih Nobel Sasta pada 1968,saya bertemu keindahan formal yang menjadi ciri literatur Jepang masa pascaperang.Kuil yang eksotik dengan taman lumut yang teduh, kimono sutra yang elegan, upacara minum teh yang khidmat, geisha berpupur putih yang terampil meramu pembicaraan memikat dengan tamunya. Sebuah dunia yang halus dan penuh aroma nostalgik seperti mimpi yang indah.
SUATU kali saya meminjam dua buku dari sebuah perpustakaan di Tokyo, Beauty and Sadness karya Yasunari Kawabata dan A Wild Sheep Chase karya Haruki Murakami. Dalam buku Kawabata, novelis Jepang yang pertama meraih Nobel Sasta pada 1968,saya bertemu keindahan formal yang menjadi ciri literatur Jepang masa pascaperang.Kuil yang eksotik dengan taman lumut yang teduh, kimono sutra yang elegan, upacara minum teh yang khidmat, geisha berpupur putih yang terampil meramu pembicaraan memikat dengan tamunya. Sebuah dunia yang halus dan penuh aroma nostalgik seperti mimpi yang indah.