Minggu, 08 Februari 2009

Lampion Merah

Sunaryono Basuki Ks
http://www.suarakarya-online.com/

Merly dapat mengingat bau dupa dan asap lilin merah di atas tempat pemujaan para lelulur yang penuh dengan buah-buah jeruk bewarna kuning emas petanda rejenki melimpah. Foto nenek leluhur yang tak pernah dikenalnya dipasang di situ dan dia masih ingat kakeknya bersembahyang di depannya dengan memegang dupa mengepulkan asap dan kedua tangannya yang tertangkup dan digerak-gerakkan keatas ke bawah. Merly harus mengikuti petunjuk kakeknya menghormat leluhur. Kakeknya yang mungkin berusia tujuh puluh lima tahun memeliharanya sejak dia duduk di bangku SMA. Merly heran bagaimana lelaki tua itu masih kuat membanting adonan terigu di atas marmer untuk membuat mie basah. Orang-orang di pasar bilang mie buatan kakeknya lembut, gurih, enak, dan lama kelamaan kakeknya itu tak pernah menjual mie ke pasar tetapi orang-orang datang ke rumah mereka, memborong mie yang masih hangat itu. Mereka menjualnya kembali di restoran dan gerobak mie yang mereka punyai.

Orang tua Mei Lan punya sepuluh gerobak mie yang dijalankan orang lain berkeliling kota dingin itu, dan selalu dapat pulang lebih awal karena dagangannya habis. Orang tua Mei juga membuat pangsit basah dan pangsit kering sendiri walaupun membeli mie basah dari kakek Merly. Lebih ringan pekerjaannya, karena dia tidak hanya berusaha dengan sepuluh gerobak mie pangsitnya. Dia juga membuat kue-kue yang ditaruh di berbagai toko kue.

Itu kenangan manis tentang kakeknya. Kedua orang tuanya sendiri tinggal di Makasar dan Merly tak mau mengikuti mereka. Dia lebih akrab dengan kakeknya yang hidup sendirian, setelah neneknya meninggal sepuluh sebelumnya.. Kakeknya mendidiknya dengan keras. Merly diberi kesempatan menempuh kuliah di IKIP. Mula-mula kakeknya mencibir:

"Mau jadi guru? Kamu harus jadi pengusaha mie raksasa. Kenapa tidak masuk Fakultas Ekonomi?"

"Engkong tahu Jurusan Bahasa Inggris di IKIP ini merupakan Jutrusan Bahasa Inggris terbaik di seluruh Indonesia, bahkan pernah punya mahasiswa dari Iran. Sebagai lembaga tertua, dosen-dosennya dulu lulusan Standard Training Course di Yogya, lalu mendapat gelar MA dari AS dan kemudian mendapat gelar doktor. Mereka kemudian menjadi profesor. Yah, banyak di antara mereka sekarang sudah pensiun, tetapi Engkong tahu, kebanyakan dosen Bahasa Inggris di seluruh Indonesia berasal dari sini."
"Tetapi kamu kan akan jadi guru?"
"Tidak selalu, Kong. Mer bisa kerja di perusahaan swasta, bisa kerja di bank asing."

"Jadi, nanti kalau sudah lulus mau melamar kemana?"Merly tersenyum. Melamar? Atau mungkin Hadi malahan akan melamarnya lebih dulu. Tetapi tentu saja Merly tak berani bilang pada kakeknya bahwa Hadi mencintainya. Hadi yang dua tahun lebih tua, yang menjadi kakak kelasnya di SMA Alun-alun Bunder yang dikelilingi pohon-pohon trembesi tua yang teduh. Guru-gurunya bilang bahwa pohon-pohon itu sudah sebesar itu ketika mereka menjadi siswa di SMA pertama di kota itu. Mereka bukan angkatan awal tetapi sudah merupakan siswa angkatan kesekian puluh, di SMA yang punya lambang buatan Yos Rahardjo angkatan enam puluhan dan semboyan Mitreka Satata yang dibuat oleh Bapak Subardan guru Bahasa Kawi waktu itu.
"Kalau Mer sudah lulus, akan melamar ke City Bank, atau paling tidak ke BCA."
Kakeknya tersenyum bangga.
"Kamu harus rajin belajar. Bekerja keras. Jangan pacaran dulu."

Nampaknya kakeknya merasakan, gadis remaja seperti Merly bisa saja terjebak dalam percintaan remaja gila-gilaan. Tetapi dengan Hadi dia tak main gila. Merly sudah dipekenalkan pada kedua orang tua Hadi yang bekerja sebagai guru. Tetapi Hadi tidak diperbolehkan datang ke rumahnya, kecuali bersama-sama beberapa teman lelaki dan perempuan. Alasan studi bersama, mengerjakan tugas yang membanjir.

Kakeknya juga membelikannya sebuah komputer dengan printernya agar dia tak perlu ke rental komputer kalau harus mengerjakan tugas-tugasnya, apalagi dia harus bekerja sampai malam. Sekali Merly pulang terlambat dan kakeknya sudah menunggu di pintu dengan wajah marah. Merly menjelaskan bahwa mereka berlatih drama dalam rangka tugas tetapi lelaki itu tak peduli dan menampar mukanya.

Merly tidak mendendam pada kakeknya. Dia tahu lelaki itu sangat menyayanginya dan takut kalau-kalau terajdi hal yang buruk pada dirinya. Sebetulnya dia tidak pulang sendirian. Hadi mengantarnya tetapi tak sampai ke pintu rumah, walau sekilas mereka beradu cium.

Hadi lulus terlebih dulu dan diterima bekerja di sebuah bank asing di Surabaya. Sementara mereka berpis ah hanya bisa bertukar surat yang dialamatkan di rumah Nurul. Dan Merly pun juga lulus dengan nilai bagus.
"Kemana kamu mau melamar?"
"Kak Sylvie bilang ada lowongan di tempatnya bekerja yang mensyaratkan kemampuan berbahasa Inggris."
"Perusahaan apa?"
"Pabrik benang di Surabaya."
"Maksudnya? Cuma jual benang?"

"Kong, ini perusahaan besar yang memasok benang ke berbagai pabrik tekstil sampai di Bandung, Pekalongan. Benang itu ditenun menjadi bahan jeans, ada yang khusus membuat lap pel, dan yang di Pekalongan pabrik kain batik, taplak meja batik dan macam-macam lainnya. Bukan hanya satu jenis benang Kong.Benang tetoron, benang segala macam"
"Oh! Jadi kerjamu apa?"
"Membantu Kak Sylvie. Dia manager marketing, dan juga lulusan bahasa Inggris."

Nampak kakeknya puas tetapi wajahnya berona kecewa. Surabaya, berarti cucu kesayangannya itu harus berpisah dengannya, dan sekarang untuk apa dia membanting adonan di atas marmer membuat mie?

Orang tua Hadi sering bertanya kapan mereka menikah, walau, kata mereka, sebetulnya orang-orang tua melarang lelaki Jawa menikah dengan perempuan Tionghoa. Katanya, tulang mereka lebih muda dan perkawinan mereka akan hancur. Buktinya, dulu seorang raja menikah dengan puteri Campa dan akhirnya kekuasaannya jatuh.

Tetapi Hadi dan Merly walau di kelas terpisah dalam tahun terpisah, masih ingat akan apa yang diajarkan Pak Hugiono. Leluhur kita berasal dari Tiongkok Selatan. Jadi, bukankah kita bersaudara? Yang sudah lebih dahulu merantau ke tanah Jawa, berbaur dan beranak pinak, dengan Merly yang kedua orang tuanya masih Tionghoa asli. Asli? Betulkah?

Merly ingat pesan kakeknya. Dia boleh kawin dengan Seng Hwa, dengan Toat Bun, dengan Fon Sen, Tek Hauw, tetapi tidak dengan orang Jawa.
"Masih banyak keluarga Tionghoa kita, jangan darah kita dicampur adukkan."

Merly memprotes. Nama-nama yang kakeknya sebut tidak semarga, berarti orang lain juga. Ceng Seng Hwa, Tan Toat Bun, Hie Fon Sen, Can Tek Hauw, Tan Lioe Ie. Aneh, mereka itu semua sudah tua dan sudah berkeluarga, tetapi kenapa kakeknya menyebut nama-nama mereka? Sekadar sebagai contoh?

Yakin bahwa kakeknya tak dapat menyetujui perkawinan mereka, Merly dengan setengah menangis mengatakan:
"Hamililah aku, Mas, biar kita fait a compli kakek.. Pasti perkawinan kita tak akan dicegahnya."
Dengan tenang Hadi berbisik:
"Mer, tidak adakah jalan lain?"
"Itu satu-satunya jalan. Buktinya Mei Lan juga diijinkan orang tuanya kawin dengan Wahyu saat dia hamil."
Hadi tersenyum dan berbisik lagi:
"Agama tak mengijinkan kita berbuat begitu."
"Kalau gitu, kita lepaskan agama!"
"Jangan gila, Mer."
"Aku memang gila, Mas. Gila cinta."
"Oke-oke, Besok kita pulang ke Malang dan bilang kamu sudah hamil dan kita mau menikah."
"Tetapi, aku kan tidak?"
"Bilang saja kamu hamil tiga bulan dan tak mungkin digugurkan. Berbahaya."
Dengan hati berdebar mereka pulang dalam mobil milik Hadi. Lelaki tua itu terkejut menerima tamu yang belum dikenal. Hadi sengaja membawa oleh-oleh kesukaan kakek.. Dan setelah bicara kesana-kemari, dengan menangis Merly berlutut mencium kaki kakeknya.
"Maafkan Mer, Kong. Mer mohon Kong merestui perkawinan kami."
"Kenapa? Kenapa cepat begini? Kenapa tak kasih tahu?"
"Maaf, Mer hamil!"

Lelaki itu dengan sigap menampar pipi Merly, juga menampar pipi Hadi kanan-kiri. Lelaki itu diam saja.
"Kurang ajar!" umpatnya.

Lalu, tak diduga, lelaki tua itu menarik tangan Merly sampai berdiri dan memeluknya. Lalu, kakek juga memeluk Hadi.

Sekarang, Merly tidak menyediakan altar buat memuja kakeknya, tetapi Hadi mengizinkannnya membuat sesaji berupa secangkir kopi, sepiring jeruk berkulit kuning emas, dan juga sepiring apel. Dia juga menyalakan lilin besar berwarna merah, dan juga menggantung dua buah lampion merah di kanan kirinya. Tetapi dia tidak membakar dupa. Nanti kalau hari raya Cing Bing mereka akan mengadakan ziarah kubur ke makam kakeknya.***

* Singaraja 16 Januari 2009

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae