Sunaryono Basuki Ks
http://www.suarakarya-online.com/
Merly dapat mengingat bau dupa dan asap lilin merah di atas tempat pemujaan para lelulur yang penuh dengan buah-buah jeruk bewarna kuning emas petanda rejenki melimpah. Foto nenek leluhur yang tak pernah dikenalnya dipasang di situ dan dia masih ingat kakeknya bersembahyang di depannya dengan memegang dupa mengepulkan asap dan kedua tangannya yang tertangkup dan digerak-gerakkan keatas ke bawah. Merly harus mengikuti petunjuk kakeknya menghormat leluhur. Kakeknya yang mungkin berusia tujuh puluh lima tahun memeliharanya sejak dia duduk di bangku SMA. Merly heran bagaimana lelaki tua itu masih kuat membanting adonan terigu di atas marmer untuk membuat mie basah. Orang-orang di pasar bilang mie buatan kakeknya lembut, gurih, enak, dan lama kelamaan kakeknya itu tak pernah menjual mie ke pasar tetapi orang-orang datang ke rumah mereka, memborong mie yang masih hangat itu. Mereka menjualnya kembali di restoran dan gerobak mie yang mereka punyai.
Orang tua Mei Lan punya sepuluh gerobak mie yang dijalankan orang lain berkeliling kota dingin itu, dan selalu dapat pulang lebih awal karena dagangannya habis. Orang tua Mei juga membuat pangsit basah dan pangsit kering sendiri walaupun membeli mie basah dari kakek Merly. Lebih ringan pekerjaannya, karena dia tidak hanya berusaha dengan sepuluh gerobak mie pangsitnya. Dia juga membuat kue-kue yang ditaruh di berbagai toko kue.
Itu kenangan manis tentang kakeknya. Kedua orang tuanya sendiri tinggal di Makasar dan Merly tak mau mengikuti mereka. Dia lebih akrab dengan kakeknya yang hidup sendirian, setelah neneknya meninggal sepuluh sebelumnya.. Kakeknya mendidiknya dengan keras. Merly diberi kesempatan menempuh kuliah di IKIP. Mula-mula kakeknya mencibir:
"Mau jadi guru? Kamu harus jadi pengusaha mie raksasa. Kenapa tidak masuk Fakultas Ekonomi?"
"Engkong tahu Jurusan Bahasa Inggris di IKIP ini merupakan Jutrusan Bahasa Inggris terbaik di seluruh Indonesia, bahkan pernah punya mahasiswa dari Iran. Sebagai lembaga tertua, dosen-dosennya dulu lulusan Standard Training Course di Yogya, lalu mendapat gelar MA dari AS dan kemudian mendapat gelar doktor. Mereka kemudian menjadi profesor. Yah, banyak di antara mereka sekarang sudah pensiun, tetapi Engkong tahu, kebanyakan dosen Bahasa Inggris di seluruh Indonesia berasal dari sini."
"Tetapi kamu kan akan jadi guru?"
"Tidak selalu, Kong. Mer bisa kerja di perusahaan swasta, bisa kerja di bank asing."
"Jadi, nanti kalau sudah lulus mau melamar kemana?"Merly tersenyum. Melamar? Atau mungkin Hadi malahan akan melamarnya lebih dulu. Tetapi tentu saja Merly tak berani bilang pada kakeknya bahwa Hadi mencintainya. Hadi yang dua tahun lebih tua, yang menjadi kakak kelasnya di SMA Alun-alun Bunder yang dikelilingi pohon-pohon trembesi tua yang teduh. Guru-gurunya bilang bahwa pohon-pohon itu sudah sebesar itu ketika mereka menjadi siswa di SMA pertama di kota itu. Mereka bukan angkatan awal tetapi sudah merupakan siswa angkatan kesekian puluh, di SMA yang punya lambang buatan Yos Rahardjo angkatan enam puluhan dan semboyan Mitreka Satata yang dibuat oleh Bapak Subardan guru Bahasa Kawi waktu itu.
"Kalau Mer sudah lulus, akan melamar ke City Bank, atau paling tidak ke BCA."
Kakeknya tersenyum bangga.
"Kamu harus rajin belajar. Bekerja keras. Jangan pacaran dulu."
Nampaknya kakeknya merasakan, gadis remaja seperti Merly bisa saja terjebak dalam percintaan remaja gila-gilaan. Tetapi dengan Hadi dia tak main gila. Merly sudah dipekenalkan pada kedua orang tua Hadi yang bekerja sebagai guru. Tetapi Hadi tidak diperbolehkan datang ke rumahnya, kecuali bersama-sama beberapa teman lelaki dan perempuan. Alasan studi bersama, mengerjakan tugas yang membanjir.
Kakeknya juga membelikannya sebuah komputer dengan printernya agar dia tak perlu ke rental komputer kalau harus mengerjakan tugas-tugasnya, apalagi dia harus bekerja sampai malam. Sekali Merly pulang terlambat dan kakeknya sudah menunggu di pintu dengan wajah marah. Merly menjelaskan bahwa mereka berlatih drama dalam rangka tugas tetapi lelaki itu tak peduli dan menampar mukanya.
Merly tidak mendendam pada kakeknya. Dia tahu lelaki itu sangat menyayanginya dan takut kalau-kalau terajdi hal yang buruk pada dirinya. Sebetulnya dia tidak pulang sendirian. Hadi mengantarnya tetapi tak sampai ke pintu rumah, walau sekilas mereka beradu cium.
Hadi lulus terlebih dulu dan diterima bekerja di sebuah bank asing di Surabaya. Sementara mereka berpis ah hanya bisa bertukar surat yang dialamatkan di rumah Nurul. Dan Merly pun juga lulus dengan nilai bagus.
"Kemana kamu mau melamar?"
"Kak Sylvie bilang ada lowongan di tempatnya bekerja yang mensyaratkan kemampuan berbahasa Inggris."
"Perusahaan apa?"
"Pabrik benang di Surabaya."
"Maksudnya? Cuma jual benang?"
"Kong, ini perusahaan besar yang memasok benang ke berbagai pabrik tekstil sampai di Bandung, Pekalongan. Benang itu ditenun menjadi bahan jeans, ada yang khusus membuat lap pel, dan yang di Pekalongan pabrik kain batik, taplak meja batik dan macam-macam lainnya. Bukan hanya satu jenis benang Kong.Benang tetoron, benang segala macam"
"Oh! Jadi kerjamu apa?"
"Membantu Kak Sylvie. Dia manager marketing, dan juga lulusan bahasa Inggris."
Nampak kakeknya puas tetapi wajahnya berona kecewa. Surabaya, berarti cucu kesayangannya itu harus berpisah dengannya, dan sekarang untuk apa dia membanting adonan di atas marmer membuat mie?
Orang tua Hadi sering bertanya kapan mereka menikah, walau, kata mereka, sebetulnya orang-orang tua melarang lelaki Jawa menikah dengan perempuan Tionghoa. Katanya, tulang mereka lebih muda dan perkawinan mereka akan hancur. Buktinya, dulu seorang raja menikah dengan puteri Campa dan akhirnya kekuasaannya jatuh.
Tetapi Hadi dan Merly walau di kelas terpisah dalam tahun terpisah, masih ingat akan apa yang diajarkan Pak Hugiono. Leluhur kita berasal dari Tiongkok Selatan. Jadi, bukankah kita bersaudara? Yang sudah lebih dahulu merantau ke tanah Jawa, berbaur dan beranak pinak, dengan Merly yang kedua orang tuanya masih Tionghoa asli. Asli? Betulkah?
Merly ingat pesan kakeknya. Dia boleh kawin dengan Seng Hwa, dengan Toat Bun, dengan Fon Sen, Tek Hauw, tetapi tidak dengan orang Jawa.
"Masih banyak keluarga Tionghoa kita, jangan darah kita dicampur adukkan."
Merly memprotes. Nama-nama yang kakeknya sebut tidak semarga, berarti orang lain juga. Ceng Seng Hwa, Tan Toat Bun, Hie Fon Sen, Can Tek Hauw, Tan Lioe Ie. Aneh, mereka itu semua sudah tua dan sudah berkeluarga, tetapi kenapa kakeknya menyebut nama-nama mereka? Sekadar sebagai contoh?
Yakin bahwa kakeknya tak dapat menyetujui perkawinan mereka, Merly dengan setengah menangis mengatakan:
"Hamililah aku, Mas, biar kita fait a compli kakek.. Pasti perkawinan kita tak akan dicegahnya."
Dengan tenang Hadi berbisik:
"Mer, tidak adakah jalan lain?"
"Itu satu-satunya jalan. Buktinya Mei Lan juga diijinkan orang tuanya kawin dengan Wahyu saat dia hamil."
Hadi tersenyum dan berbisik lagi:
"Agama tak mengijinkan kita berbuat begitu."
"Kalau gitu, kita lepaskan agama!"
"Jangan gila, Mer."
"Aku memang gila, Mas. Gila cinta."
"Oke-oke, Besok kita pulang ke Malang dan bilang kamu sudah hamil dan kita mau menikah."
"Tetapi, aku kan tidak?"
"Bilang saja kamu hamil tiga bulan dan tak mungkin digugurkan. Berbahaya."
Dengan hati berdebar mereka pulang dalam mobil milik Hadi. Lelaki tua itu terkejut menerima tamu yang belum dikenal. Hadi sengaja membawa oleh-oleh kesukaan kakek.. Dan setelah bicara kesana-kemari, dengan menangis Merly berlutut mencium kaki kakeknya.
"Maafkan Mer, Kong. Mer mohon Kong merestui perkawinan kami."
"Kenapa? Kenapa cepat begini? Kenapa tak kasih tahu?"
"Maaf, Mer hamil!"
Lelaki itu dengan sigap menampar pipi Merly, juga menampar pipi Hadi kanan-kiri. Lelaki itu diam saja.
"Kurang ajar!" umpatnya.
Lalu, tak diduga, lelaki tua itu menarik tangan Merly sampai berdiri dan memeluknya. Lalu, kakek juga memeluk Hadi.
Sekarang, Merly tidak menyediakan altar buat memuja kakeknya, tetapi Hadi mengizinkannnya membuat sesaji berupa secangkir kopi, sepiring jeruk berkulit kuning emas, dan juga sepiring apel. Dia juga menyalakan lilin besar berwarna merah, dan juga menggantung dua buah lampion merah di kanan kirinya. Tetapi dia tidak membakar dupa. Nanti kalau hari raya Cing Bing mereka akan mengadakan ziarah kubur ke makam kakeknya.***
* Singaraja 16 Januari 2009
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Minggu, 08 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar