Selasa, 20 Januari 2009

FSS DAN 100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL

S Yoga
Kompas Jatim
http://syoga.blogspot.com/

Dari tanggal 1-15 Juni nanti, kita akan disuguhi hajatan kebudayaan yang bernama Festival Seni Surabaya (FSS) 2008, dengan mengambil tema “Seratus Tahun Kebangkitan Nasional: Tribute to Surabaya” sebuah tema besar sebenarnya. Namun memang demikian sebuah hajatan sudah umum mengambil tema yang gagah dan mentereng. Dan bila kita cermati kelakuan ini sudah berlangsung sejak zaman kolinial Belanda, yang oleh Clifford Gertz disebut sebagai Negara Panggung. Sebuah negara yang lebih suka mementingkan gebyar atau penampilannya saja.

Tentu saja kita berharap FFS kali ini bisa memaknai kebudayaan secara subtansial. Sehingga relevansi antara kebangkitan nasional dan kontribusi kebudayaan akan kita dapatkan. Khusunya dengan perkembangan dan dinamika kesenian di Surabaya dan Jawa Timur pada umumnya. Yang mana semangat nasionalisme, berupa pencarian jati diri dan identitas lokal yang merupakan spirit penciptaan karya dapat mewarnai dan ditampilkan sebagai kebanggaan Jawa Timur. Baik oleh pementasan teater, tari, seni rupa, musik atau sastra. Yang akhirnya akan memberikan simpati dan semangat para generasi muda untuk berkarya lebih baik lagi.

Bila kita tengok kembali kelahiran Kebangkitan Nasional, yang dipelopori oleh Dr. Boedhi Oetomo, Dr. Cipto Mangunkusumo dan Dr Wahidin Sudiro Husodo, yang ketika itu merupakan mahasiswa kedokteran STOVIA, Jakarta. Sehingga kelahiran organisasi Boedhi Oetomo (BO) pada tanggal 20 Mei 1908, dijadikan tonggak kebangkitan nasional. Yang tahun ini merupakan peringatan yang ke-100 tahun (seabad), sebuah angka yang keramat dan spesial bagi bangsa Indonesia.

Namun demikian seringkali masih terjadi perdebatan, siapa sebenarnya yang layak disebut sebagai tonggak kebangkitan nasional. Karena ada yang berpendapat Syarikat Islamlah (SI) yang merupakan cikal bakalnya karena terlebih dahulu dilahirkan sebelum BO. Yakni pada tanggal 16 Oktober 1905, di Solo dengan tokoh pendirinya Haji Samanhudi dan HOS. Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera Barat, dan AM. Sangaji dari Maluku. Yang justru menentang kolonial Belanda, keanggotannya bersifat kerakyatan dan terbuka. Dalam novel Jejak Langkah-nya Pramoedya Ananta Toer hal itu digambarkan dengan baik.

Sedangkan BO lebih bersifat elitis, banyak dipimpin oleh para ambtennar, pegawai negeri, dan digaji oleh Belanda. Misal BO pertama kali diketuai oleh Raden T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga tahun 1911. Kemudian diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo dari Keraton Paku Alam VIII Yogyakarta. Anggota BO juga merupakan anggota Freemasonry Belanda (Vritmejselareen). Dan pada akhirnya Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, pun keluar dari BO, mungkin karena arah perjuangannya sudah tidak sesuai lagi dengan cita-citanya.

Tentu kita tidak perlu memperdebatkan hal itu lagi, yang lebih penting kita mengetahui sejarahnya dan mengambil hikmah dari cita-cita yang hendak mereka perjuangkan, yakni kebangkitan nasional. Namun apakah kebangkitan nasional atau nasionalisme itu memiliki arti yang subtansial bagi kita semua. Sementara korupsi, kolusi dan nepotisme merajalela di sekitar kita, bahkan yang banyak melakukan adalah para pejabat atau birokrat. Bagaimana hal ini bisa dijelaskan bila dikaitkan dengan cita-cita BO, yang ingin mengangkat nilai-nilai luhur, semangat kebangsaan dan kesadaran terhadap pembangunan. Rupanya cita-cita itu banyak dikhiananti oleh para pejabat sendiri. Dan hal inilah pula yang perlu direspon oleh para penyaji kebudayaan dalam FSS kali ini, sehingga bisa merefleksikan apa sebenarnya yang sedang terjadi dalam masyarakat. Bila tidak yang terjadi hanya nasionalsimse semu yang romantis dan formal, tidak kritis dan konstruktif.

Penyeimbang Kebudayaan

Karena menilik sejarah yang ada sejak zaman kolonial Belanda sebenarnya kebangsaan kita telah dicerai berai dengan politik devide et impera, memecah belah. Dan ada pepatah juga yang menyatakan, Wong Jawa mati dipangku walanda. Hal ini bisa dipahami karena selama penjajahan telah terjadi involusi dibidang ide, cita-cita dan pandangan dunia. Konsep magis religius dan elite birokrasi dari negara panggung pada masa kerajaan macet. Ia harus menyesuaikan diri pada konsep negara birokrasi (beambtenstaat) Belanda. Maka munculah neo priyayi-neo priyayi baru yang lebih patuh kepada Belanda daripada negara. Dalam novel Para Priyayi, Umar Kayam pengarang kelahiran Ngawi, hal itu dijelaskan dengan segala akibat dan resikonya hingga pada masa Orde Baru.

Rupanya masalah kebangkitan nasional juga merupakan tema utama dalam karya sastra, antara lain Umar Kayam, Pramoedya Ananta Toer, Muhammad Yamin, Sutan Takdir Alisjahbana, Y.B. Mangunwijaya, Idrus dengan cerpen Surabayanya (yang mengkritisi arti perjuangan). Dan generasi muda sekarang diharapkan dalam FSS kali ini juga dapat memberikan kontribsui yang berarti tentang makna kebangsaan atau nasionalisme sehingga dapat memberikan kontribusi atau penyeimbangan kebudayaan yang ada. Karena selain rasa kebangsaan yang digerogoti oleh dekadensi moral pribadi masing-masing individu, juga dalam era globalisasi ini, kita telah digempur habis-habisan oleh budaya massa yang bersifat profan dan kapitalis. Di mana di depan ruang tamu kita, sudah siap menyerang budaya barat lewat layar kaca. Sehingga pola hidup kita tiba-tiba telah berubah dari nilai-nilai ketimuran dan kearifan lokal yang ada.

Lalu bagaimana selama ini, semenjak Orde Lama dan Orde Baru kebangkitan nasional dimaknai. Bila kita cermati ada hal yang keliru sehingga masyarakat kita mendapatkan dampaknya, kerapuhan mental, sosial dan ekonomi. Karena semenjak Orde Lama apa yang dikamsud dengan nasionalisme adalah memperkuat negara, terlebih pada masa Orde Baru, sehingga negara merupakan idealisme dari rasa kebangsaan. Yang akhirnya terus-menerus memperkuat birokrasi yang ada. Negara mengontrol konsep jati diri bangsa lewat struktur kekuasaannya. Yang ada adalah nasionalisme negara buka nasionalisme kerakyatan, padahal nasionalisme mestinya milik masyarakat. Sementara semangat kerakyataan; semangat solidaritas sosial dan demokrasi dihindari, dan yang muncul demokrasi seolah-olah. Memperkuat negara dan melemahkan rakyat. Akibatnya ketika terjadi krisis, rakyat tidak dapat mengatasi dirinya sendiri. Terjadilah amuk masa karena krisis ekonomi. Maka jatuhlah Soekarno dan Soeharto lewat cara yang sama.

Untuk itu pentinglah konsep kebudayaan dan nasionalisme yang kritis, kita tengok kembali. Dan lewat FSS kali ini meski dengan tema megah, semua persoalan bangsa dapat dicerna, direfleksikan, dan diambil hikmah untuk mencari jalan keluarnya. Karena pada saat ini, kita juga sedang dihadapkan pada krisis, baik itu krisis pangan, krisis moral dan krisis kepemimpinan yang benar-benar memahami isi hati rakyatnya. Karena yang ada seringkali justru ketika menjabat mereka lupa akan kebutuhan rakyat dan hanya mempertahkan status quo saja.

Tentu kita berharap FSS kali ini bisa berjalan dengan baik, dan para penyajinya pun bisa memberikan susuatu yang dapat menambah wawasan kebangsaan kita dalam arti yang lebih luas. Sehingga terjadi transformasi budaya. Dan di sini pula letak pentingnya kedudukan seni di dalam kehidupan. Ia bukan lokomotif demokrasi tapi ia gerak roh budaya demokrasi itu sendiri. Yang akan membimbing manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya secara lebih manusiawi.
***

Penyair tinggal di Situbondo, Anggota Komite Sastra DK-Jatim.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae