Minggu, 18 Januari 2009

Batas-Batas Pertemuan Budaya

Syah A. Lathief
http://www.surabayapost.co.id/

Diskusi Teater ‘Menggali Spirit Tradisi (13/11/2008)’ yang jadi satu rangkaian dalam paket acara Festival Cak Durasim (FCD) TBJT tahun ini menghadirkan pembicara Imam Ghozali Ar dan Rakhmat Giryadi, yang disebutkan terakhir ini karena kesibukannya hingga acara usai tak bisa datang. Pertemuan yang berlangsung kurang lebih tiga jam dan banyak dihadiri oleh para pelaku, pengamat seni dan teater Jawa Timur ini harusnya dapat memberikan acuan bersama, peta yang memungkinkan pemahaman kita atas tradisi dan masyarakat modern terhadapnya masih mengenali jejak-jejaknya, hingga berapa mileu perjumpaan maupun penolakannya, batasannya dan kemampuannya menjadi daya, spirit atas kebutuhan kita yang sudah jauh bergegas dalam sirkuit realitas yang berserak dan keras, terutama ruang stimuli penciptaan teater kita pada hari ini.

Akan tetapi, tujuan seperti itu kiranya terlalu berlebihan sebab forum itu tak ubahnya seperti saluran kran yang masih tersumbat. Bayangkanlah jika satu kepala membicarakan revitalisasi Besutan, Sandur, Gambus Misri kesenian Jombang maupun ritus dari teater rakyat. Dua kepala lainnya menyejalkan tradisi teater realis, perlunya membedakan tradisi dan tradisionalisme. Sementara kepala satunya menganggap penting jembatan antara panggung, penonton dan kenyataan sehari-hari dan meluruhnya batas-batas spasial sebagai risiko kemajuan informasi atawa telekomunikasi.

Dan setiap kali kita menghadiri diskusi dengan tajuk serupa, demikian keras dan liat. Bahkan, sudah dapat dipastikan kesimpulannya lebih dini dan soalnya mana yang lebih dulu dan tidak. Anda fasih mengudarkan bentangan pelik-tengik sejarah dan saya tidak. Usaha mengenali dengan baik hikayat masa lalu (tradisi) itu jadi menthok. Kemungkinan besar cara pandang kita terhadapnya sebagaimana iman dalam pengertian atau dari prespektif garis keras. Ia seperti diturunkan dari seluruh lubang pada pori-pori langit sebagai dogma, pegangan yang mampu mengatasi gejala yang buruk dari apa yang biasa kita sebutkan progres global dan membuat kesenian (teater) bangga membusungkan dadanya menghadapi ancaman infiltrasi Barat.

Dan usaha saudara saya, Didik Wahyudi (moderator) dari Teater Institut untuk mendedah lebih jauh agar menguak selubung tabir penciptaan, gagasan, preferensi idiom-idiom hidup yang lebih segar, fresh, smart, juga dignity dari tradisi baru yang intim dengan ‘teater kini’ seperti seorang pawang yang meniup terompet tanpa ular. Tradisi tidak sungguh seperti yang pernah digelontorkan Rendra, bahwa ia bukan sekedar obyek mati, melainkan alat hidup yang dapat melayani manusia yang hidup pula. Teater bukan seperti dalam bayangan Arifin C. Noer ‘Teater Saya Adalah Teater Kini’, bukan juga manifesto teater Mandiri ‘Teror Mental dan Tradisi Baru’, bukan dalam pertunjukan Budi S. Otong yang memulai pertunjukannya dari puncak-puncak hidungnya sendiri, bukan dari gugatannya Bambang H. Ginting sutradara Teater Api Indonesia ‘teater bukan usaha untuk membangun imperium Eropa’ dan bukan dari pernyataannya Afrizal Malna ‘Teater Keluarlah dari Lemari Pakaian Orang Lain’.

Kita mungkin tak kuasa menolak, mengakui peran-peran sejarah dan Surabaya yang awalnya diketahui sebagai ‘city work’, kota buruh kasar dan pekerja demikian si Grafitto Akhudiat mengatakannya. Bagaimana terbentuknya teater bangsawan (1885-1902) Pushi Indera Bangsawan of Penang, kemudian di tiru apakah oleh August Mahieu, Marietje Oort atau F. Cramer dari Komedi Stamboel. Kita menduga-duga tentunya aksi peniruan ini kemungkinan berlangsung pula sampai kepada Masa Pendudukan Jepang dari gerombolan Fred Young dan Dewi Mada dari Kelompok Bintang Surabaya. Dan jika diteruskan, dilacak untuk menguatkan validitas keurbanannya, ke atas ketemu dengan teater Marionet dan Boneka (1620-an), Teater Militer Weltevreden, Teater Ut Desint dari kelompoknya H.J. van Graaf, Tan Kate van Loo di tahun 1810-an. Dan apabila ke bawah, teater Pasca-Kolonial antara tahun 1970-80-an di Surabaya sampai juga ke dalam barisannya Basuki Rachmat, Akhudiat dari Bengkel Muda Surabaya hingga sekarang.

Kemudian menjadi jelas dalam bayangan saya, bahwa resistensi terbesar yang jadi dasar persoalan di dunia ketiga seperti Indonesia berupa ketegangan modernitas melawan tradisionalitas. Walaupun sikap dualistik serupa itu dalam dunia kesenian merupakan bacaan lebih lanjut yang dengan tepat kita temukan ungkapannya dalam pendekatan antropologi struktural Belanda. Suatu kajian dengan selera akademis sebagai produk ganda kehadiran Belanda di Bumi Hindia ini dalam merespon asingnya kebudayaan Barat (modern) itu. Pada masa-masa memuncaknya Budi Utomo dan Java Institut di tahun 1918 di Yogyakarta didirikan pusat latihan tari sebagai organisasi pendamping yang sukses mengkampanyekan—demokratisasi selera dan tujuan ke dua organ di atas agar kembali kepada kesenian tradisi (Kraton Jawa) adalah Kridha Beksa Wirama.

Jennifer Lindsay dalam disertasinya tentang seni pertunjukan Jawa (1991) melihat bagaimana peran-peran penting kedua penari kraton Pangeran Tejokusumo dan Pangeran Suryodiningrat yang mendirikan Kridha Beksa Wirama itu. Kemudian berlanjut hingga Soewardi Soeryaningrat alias Ki Hadjar Dewantara sampai Soekarno sendiri yang saat itu merupakan anggota dari Jong Java Surabaya melakukan ikhtiar sebagai tanggapan orang Jawa terhadap Belanda agar ‘memerdekakan’ tradisi Jawa ke arah masa depannya yang demokratis dan modern. Sikap stereotif akan keunggulan tradisi Jawa seperti ini yang kemudian membuat ke dua telinga Sjahrir jadi panas. Menurutnya kesenian tradisional Indonesia tak bakal sederajad dengan intelektualitas yang telah dicapai oleh orang-orang Belanda selagi masih mengagungkan nilai-nilai mistik di dalam kesenian.

Kita sudah melihat sejak awal bagaimana tradisi dan batas-batas pertemuan budaya ini memperoleh formasinya sejak awal seiring dengan cita-cita kemajuan modern. Pengaruh Barat terhadap bentuk-bentuk kesenian tradisi memang sebagai ancaman. Namun kita tahu diri, sejak diberlakukannya politik etis, pengaruh ini tak dapat dinafikan begitu saja karena berhubungan dengan proyek-proyek kesejahteraan pemerintah, sistem-sistem pendidikan Barat mulai disebarkan dan istilah ‘konservatori’ juga ‘revitalisasi’ tradisi seperti jamur pada musim hujan. Tentu gejala ini untuk menangguk satu tafsir tradisionalitas yang mewakili cara pandang yang kolot: konservatisme.

Karena apabila kita terbuka sekaligus mampu meleburkan keduanya, menemukan tiktok perpaduan dan keselerasannya, apakah itu dari dunia modern dan ajaran lama, unsur-unsur materi serta rohani, teori dan praksis kerja kreatif dan apakah itu seni yang sekedar reaksi terhadap gejala-gejala fenomena fisik atau refleksi permenungan terdalam terhadap keadaan dialah ‘pemenang’nya. Dan sebaliknya, jika tradisi dituding sebagai kebenaran sejarah, harga mati yang sifatnya one sided, maka tak berlebihan jika pelaku teater kita di Jawa Timur (dan manapun) menyatakan sebagaimana Vonnegurt menyatakan ‘tai’ terhadapnya. Mereka atau saya mengatakannya sangat apatis serta menganggap diskursus semacam itu sebagai kekacauan traumatik, pengalaman shock dari mitos dewa-dewi kahyangan yang eksistensinya terancam. Itu sejarah!

*) Pekerja Teater, Pendamping Sanggar Lentera Sumenep.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae