Syah A. Lathief
http://www.surabayapost.co.id/
Diskusi Teater ‘Menggali Spirit Tradisi (13/11/2008)’ yang jadi satu rangkaian dalam paket acara Festival Cak Durasim (FCD) TBJT tahun ini menghadirkan pembicara Imam Ghozali Ar dan Rakhmat Giryadi, yang disebutkan terakhir ini karena kesibukannya hingga acara usai tak bisa datang. Pertemuan yang berlangsung kurang lebih tiga jam dan banyak dihadiri oleh para pelaku, pengamat seni dan teater Jawa Timur ini harusnya dapat memberikan acuan bersama, peta yang memungkinkan pemahaman kita atas tradisi dan masyarakat modern terhadapnya masih mengenali jejak-jejaknya, hingga berapa mileu perjumpaan maupun penolakannya, batasannya dan kemampuannya menjadi daya, spirit atas kebutuhan kita yang sudah jauh bergegas dalam sirkuit realitas yang berserak dan keras, terutama ruang stimuli penciptaan teater kita pada hari ini.
Akan tetapi, tujuan seperti itu kiranya terlalu berlebihan sebab forum itu tak ubahnya seperti saluran kran yang masih tersumbat. Bayangkanlah jika satu kepala membicarakan revitalisasi Besutan, Sandur, Gambus Misri kesenian Jombang maupun ritus dari teater rakyat. Dua kepala lainnya menyejalkan tradisi teater realis, perlunya membedakan tradisi dan tradisionalisme. Sementara kepala satunya menganggap penting jembatan antara panggung, penonton dan kenyataan sehari-hari dan meluruhnya batas-batas spasial sebagai risiko kemajuan informasi atawa telekomunikasi.
Dan setiap kali kita menghadiri diskusi dengan tajuk serupa, demikian keras dan liat. Bahkan, sudah dapat dipastikan kesimpulannya lebih dini dan soalnya mana yang lebih dulu dan tidak. Anda fasih mengudarkan bentangan pelik-tengik sejarah dan saya tidak. Usaha mengenali dengan baik hikayat masa lalu (tradisi) itu jadi menthok. Kemungkinan besar cara pandang kita terhadapnya sebagaimana iman dalam pengertian atau dari prespektif garis keras. Ia seperti diturunkan dari seluruh lubang pada pori-pori langit sebagai dogma, pegangan yang mampu mengatasi gejala yang buruk dari apa yang biasa kita sebutkan progres global dan membuat kesenian (teater) bangga membusungkan dadanya menghadapi ancaman infiltrasi Barat.
Dan usaha saudara saya, Didik Wahyudi (moderator) dari Teater Institut untuk mendedah lebih jauh agar menguak selubung tabir penciptaan, gagasan, preferensi idiom-idiom hidup yang lebih segar, fresh, smart, juga dignity dari tradisi baru yang intim dengan ‘teater kini’ seperti seorang pawang yang meniup terompet tanpa ular. Tradisi tidak sungguh seperti yang pernah digelontorkan Rendra, bahwa ia bukan sekedar obyek mati, melainkan alat hidup yang dapat melayani manusia yang hidup pula. Teater bukan seperti dalam bayangan Arifin C. Noer ‘Teater Saya Adalah Teater Kini’, bukan juga manifesto teater Mandiri ‘Teror Mental dan Tradisi Baru’, bukan dalam pertunjukan Budi S. Otong yang memulai pertunjukannya dari puncak-puncak hidungnya sendiri, bukan dari gugatannya Bambang H. Ginting sutradara Teater Api Indonesia ‘teater bukan usaha untuk membangun imperium Eropa’ dan bukan dari pernyataannya Afrizal Malna ‘Teater Keluarlah dari Lemari Pakaian Orang Lain’.
Kita mungkin tak kuasa menolak, mengakui peran-peran sejarah dan Surabaya yang awalnya diketahui sebagai ‘city work’, kota buruh kasar dan pekerja demikian si Grafitto Akhudiat mengatakannya. Bagaimana terbentuknya teater bangsawan (1885-1902) Pushi Indera Bangsawan of Penang, kemudian di tiru apakah oleh August Mahieu, Marietje Oort atau F. Cramer dari Komedi Stamboel. Kita menduga-duga tentunya aksi peniruan ini kemungkinan berlangsung pula sampai kepada Masa Pendudukan Jepang dari gerombolan Fred Young dan Dewi Mada dari Kelompok Bintang Surabaya. Dan jika diteruskan, dilacak untuk menguatkan validitas keurbanannya, ke atas ketemu dengan teater Marionet dan Boneka (1620-an), Teater Militer Weltevreden, Teater Ut Desint dari kelompoknya H.J. van Graaf, Tan Kate van Loo di tahun 1810-an. Dan apabila ke bawah, teater Pasca-Kolonial antara tahun 1970-80-an di Surabaya sampai juga ke dalam barisannya Basuki Rachmat, Akhudiat dari Bengkel Muda Surabaya hingga sekarang.
Kemudian menjadi jelas dalam bayangan saya, bahwa resistensi terbesar yang jadi dasar persoalan di dunia ketiga seperti Indonesia berupa ketegangan modernitas melawan tradisionalitas. Walaupun sikap dualistik serupa itu dalam dunia kesenian merupakan bacaan lebih lanjut yang dengan tepat kita temukan ungkapannya dalam pendekatan antropologi struktural Belanda. Suatu kajian dengan selera akademis sebagai produk ganda kehadiran Belanda di Bumi Hindia ini dalam merespon asingnya kebudayaan Barat (modern) itu. Pada masa-masa memuncaknya Budi Utomo dan Java Institut di tahun 1918 di Yogyakarta didirikan pusat latihan tari sebagai organisasi pendamping yang sukses mengkampanyekan—demokratisasi selera dan tujuan ke dua organ di atas agar kembali kepada kesenian tradisi (Kraton Jawa) adalah Kridha Beksa Wirama.
Jennifer Lindsay dalam disertasinya tentang seni pertunjukan Jawa (1991) melihat bagaimana peran-peran penting kedua penari kraton Pangeran Tejokusumo dan Pangeran Suryodiningrat yang mendirikan Kridha Beksa Wirama itu. Kemudian berlanjut hingga Soewardi Soeryaningrat alias Ki Hadjar Dewantara sampai Soekarno sendiri yang saat itu merupakan anggota dari Jong Java Surabaya melakukan ikhtiar sebagai tanggapan orang Jawa terhadap Belanda agar ‘memerdekakan’ tradisi Jawa ke arah masa depannya yang demokratis dan modern. Sikap stereotif akan keunggulan tradisi Jawa seperti ini yang kemudian membuat ke dua telinga Sjahrir jadi panas. Menurutnya kesenian tradisional Indonesia tak bakal sederajad dengan intelektualitas yang telah dicapai oleh orang-orang Belanda selagi masih mengagungkan nilai-nilai mistik di dalam kesenian.
Kita sudah melihat sejak awal bagaimana tradisi dan batas-batas pertemuan budaya ini memperoleh formasinya sejak awal seiring dengan cita-cita kemajuan modern. Pengaruh Barat terhadap bentuk-bentuk kesenian tradisi memang sebagai ancaman. Namun kita tahu diri, sejak diberlakukannya politik etis, pengaruh ini tak dapat dinafikan begitu saja karena berhubungan dengan proyek-proyek kesejahteraan pemerintah, sistem-sistem pendidikan Barat mulai disebarkan dan istilah ‘konservatori’ juga ‘revitalisasi’ tradisi seperti jamur pada musim hujan. Tentu gejala ini untuk menangguk satu tafsir tradisionalitas yang mewakili cara pandang yang kolot: konservatisme.
Karena apabila kita terbuka sekaligus mampu meleburkan keduanya, menemukan tiktok perpaduan dan keselerasannya, apakah itu dari dunia modern dan ajaran lama, unsur-unsur materi serta rohani, teori dan praksis kerja kreatif dan apakah itu seni yang sekedar reaksi terhadap gejala-gejala fenomena fisik atau refleksi permenungan terdalam terhadap keadaan dialah ‘pemenang’nya. Dan sebaliknya, jika tradisi dituding sebagai kebenaran sejarah, harga mati yang sifatnya one sided, maka tak berlebihan jika pelaku teater kita di Jawa Timur (dan manapun) menyatakan sebagaimana Vonnegurt menyatakan ‘tai’ terhadapnya. Mereka atau saya mengatakannya sangat apatis serta menganggap diskursus semacam itu sebagai kekacauan traumatik, pengalaman shock dari mitos dewa-dewi kahyangan yang eksistensinya terancam. Itu sejarah!
*) Pekerja Teater, Pendamping Sanggar Lentera Sumenep.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Azis Masyhuri
A. Dahana
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S Laksana
Aan Frimadona Roza
Aang Fatihul Islam
Abd. Rahman Mawazi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adhy Rical
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adin
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afnan Malay
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan MN
Agung Poku
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Subagyo
Agus Salim
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Naufel
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Alfred Tuname
Ali Irwanto
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alvi Puspita
Amandus Klau
Amel
Amien Kamil
Anam Rahus
Andaru Ratnasari
Andong Buku #3
Angela
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Ari Pahala Hutabarat
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Juanda
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Astrid Reza
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Awan Abdullah
Ayi Jufridar
Azyumardi Azra
B Sugiharto
Badrut Tamam
Bagja Hidayat
Bahrul Ulum A. Malik
Bakdi Soemanto
Balada
Bambang kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Baskara T Wardaya SJ
Bayu Agustari Adha
Bayu Ambuari
Beni Setia
Benny Arnas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Berto Tukan
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonnie Triyana
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiarto Shambazy
Buldanul Khuri
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chandra Iswinarno
Cover Buku
D. Zawawi Imron
Dadan Sutisna
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danang Probotanoyo
Danarto
Daniel Paranamesa
Dareen Tatour
Darju Prasetya
Darma Putra
Darwis Rifai Harahap
Dayat Hidayat
Dede Kurniawan
Deepe
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dhewi Susanti
Dian Hartati
Diana AV Sasa
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djunaedi Tjunti Agus
Doan Widhiandono
Doddy Hidayatullah
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Dr Junaidi
Dr. Simuh
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Dwi Wahyu Handayani
Dwicipta
Dyah Ratna Meta Novi
Edeng Syamsul Ma’arif
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Endhiq Anang P
Endi Biaro
Esai
Eva Dwi Kurniawan
Evan Ys
Evi Idawati
Evieta Fajar
F Rahardi
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatmin Prihatin Malau
Fauzan Al-Anzhari
Fenny Aprilia
Festival Gugur Gunung
Fikri. MS
Firdaus Muhammad
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Kafka
Free Hearty
Furqon Abdi
Gde Artawan
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Noy
H. Rosihan Anwar
Hadi Napster
Halim HD
Hamdy Salad
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasanudin Abdurakhman
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hastho Suprapto
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendra Sugiantoro
Hendriyo Widi
Henry H Loupias
Heri CS
Heri Latief
Herman Hasyim
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Hesma Eryani
Hikmat Gumelar
Hilyatul Auliya
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humam S Chudori
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idha Saraswati
Idris Pasaribu
Igk Tribana
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Q. Moehiddin
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian koto
Inggit Putria Marga
Irman Syah
Isbedy Stiawan ZS
Ismi Wahid
Istiqomatul Hayati
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jenny Ang
Jihan Fauziah
Jimmy Maruli Alfian
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf A.N
Kalis Mardi Asih
Karkono
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Khawas Auskarni
Khoirur Rizal Umami
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kusno
Kuswaidi Syafi’ie
L.N. Idayanie
Laksmi Pamuntja
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lies Susilowati
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
LP3M Universitas Jember
Lukman Asya
Lutfi Mardiansyah
M Arman AZ
M Hari Atmoko
M. Dhani Suheri
M. Faizi
M. Haninul Fuad
M. Ikhsan
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marlin Bato
Martin Aleida
Marwanto
Maryati
Mas Ruscitadewi
Mashuri
Maya Azeezah
Media: Crayon on Paper
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggalang Dana Amal
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mestika Zed
Michael Gunadi Widjaja
Michael Ondaatje
Mihar Harahap
Mikhael Dua
Mila Novita
Misbahus Surur
Misranto
Moch. Faisol
Moh. Asy'ari Muthhar
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Farhand Muzakki
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Yulius
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mursai Esten
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nanang Fahrudin
Nanang Suryadi
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Novelet
Novianti Setuningsih
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nunung Nurdiah
Nunuy Nurhayati
Nur Ahmad Salman H
Nur Cholish Zaein
Nur Faizah
Nur Hidayati
Nuraz Aji
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurul Anam
Nuryana Asmaudi SA
Ode Barta Ananda
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pameran Lukisan
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Priyambodo RH
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Dachroni
R. Timur Budi Raja
Rachmat H Cahyono
Radhar Panca Dahana
Rahmi Hattani
Rainer Maria Rilke
Rakai
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Rida Wahyuningrum
Ridwan Munawwar
Rilla Nugraheni
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rz. Subagyo
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Saripuddin Lubis
Sastra Pemberontak
SastraNESIA
Sastri Bakry
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Si Burung Merak
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Sjaiful Masri
Sjifa Amori
SLG STKIP PGRI Ponorogo
Soeharto
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Fitri Ana
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Satya Dharma
Sujiwo Tejo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Suseno
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutirman Eka Ardhana
Suwandi Adisuroso
Suyadi San
Switzy Sabandar
Syah A. Lathief
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syifa Aulia
Sylvianita Widyawati
Tamrin Bey
Tan Malaka
TanahmeraH ArtSpace
Taofik Hidayat
Taufik Alwie
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh LR
Teguh Pamungkas
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Timur Sinar Suprabana
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Wahono
Triyanto triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Ulfatin Ch
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utami Widowati
Veven Sp. Wardhana
W Haryanto
W.S. Rendra
Wandi Barboy Silaban
Wanitaku-wanitaku
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Wayan Supartha
Wendi
Wildan Nugraha
Wishnubroto Widarso
Wong Wing King
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanto le Honzo
Yasraf Amir Piliang
Yeni Mulyani
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yuli Akhmada
Yulia Sapthiani
Yuliarsa
Yunanto Sutyastomo
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar