Senin, 24 November 2008

MAHABBATHIEN SEJARAH

(bathin lebih terhadap sejarah)
Nurel Javissyarqi*

Sejarah di atas bumi, tak lepas dari yang dikurbankan untuk perut bumi.
Kerajaan Majapahit masih hadir dalam bathin saya, dan di benak pembaca terdapat rekaman sejarah. Tulisan ini bentuk upeti dari kadipaten Lamongan, dipergunakan untuk kedatangan di bencah tua tlatah Jawa. Mojopahit (Majapahit), yang kini lebih dikenal sebutan Mojokerto. Perubahan nama itu tak kurang usaha menghapus pamor, agar kelak tiada pemberontakan di negara Indonesia dalam bentuk apapun, itulah yang saya tangkap.

Sebelum jauh. Kenapa saya sering menulis kata batin pakai h atau bathin. Sebab diri ini tak kuasa menghapus unsur-unsur ruh dwipa. Yang resikonya tentu tidak dianggap mengikuti cara-cara wajar (umum). Namun saya bertanya: Apakah bahasa Indonesia sudah benar-benar matang secara jasad dan ruhaniah? Yang pengambilannya berawal dari bahasa melayu sebelumnya.

Usia dan usaha bahasa kita belumlah mapan, masih banyak kepincangan. Semisal kata “semi” bisa berganda arti. Semi bermakna kan berkembang. Semi yang bernilai lain semisal film semi, dsb (belumlah mandiri kalau tiada kata lain, jika diambil pemaknaan). Sejenis kata “bisa” dapat bermakna “dapat” dan “bisa” yang berarti “bisa-“nya ular. Ini tepatnya pekerjaan orang kuliahan mengurusnya. Atau dalam bulan bahasa, seyogyanya diperbincangkan. Jangan-jangan informasi yang masuk ke telinga saya belum purna? Inilah enaknya bodoh, bisa menabrak ke sana-kemari, tak sopan pun jadi, daripada para korupsi (jangan-jangan bahasa kita sudah dikorup? Tapi saya kan menambah huruf h).

Ini gerak alam bathin saya, kalau tak nyastra jangan kecewa. Sebab saya tak merasa seorang sastrawan. Telinga ini masih asing mendengar tersebut. Atau keganjilan itu dikarena tulisan saya belum banyak nongol di koran. Mereka boleh membungkam mulut ini, tetapi gerak bathin tetap menjelajah. Di sini sejarah di balik kesadaran tampak, alam keyakinan manghantarkan kekukuhan, keabadian kerja. Ketika seorang seyakin-yakinnya, hal itu kan menelanjangi bathin pembaca. Andai bobotnya serupa, keyakinan saling berhantam di udara, laksana santet atau telur busuk yang pecah.

Keyakinan bukan kebusukan jiwa insan (tak seorang pun tak memiliki iman), minimal ia terheran atas proses alamiah tubuh serta usaha hayatnya. Walau ia bernalar tanpa keyakinan. Ini timbul lantaran melihat belum ada tulisan manusia jikalau dikumpulkan menguras lautan, apalagi tujuh samudra dalam pengambilannya sebagai tinta hitam makna.

Sejak lama saya mengimpi-rindukan tlatah Majapahit secara seksama, bagi banyak orang sekadar Mojokerto. Saya rindu tlatah Sumatra sebab di sana ada nyanyian halus puitika, sedang ke Mojokerto dengan kepatuhan spiritual akan bencah tanah tertua. Jadi teringat keluhuran bathin leluhur. Kerja sejarah berkeringatkan semangat. Ada bilang keruntuhan Majapahit sebab kejahiliyaannya. Tidakkah kita tahu, sejarah itu milik yang berkuasa, banyaklah nabi-nabi palsu bersabda. Jadi tinggal siapa bicara, itu saja. Tapi kekuatan bathin tak bisa disejajarkan. Ruh dari ruh moyanglah membangkitkan kerja kreatif kita.

Kita tak memiliki dinaya selain restu moyang dihantarkan kepada Yang Kuasa. Bagi orang cerdas susunan ini ngelantur, tak apa. Saya sadar ketololan ini, memperturutkan kebodohan bersama kaki-kaki diajak pergi angin kembara. Jiwa kita sering tergiur sesuatu yang baru, datang ke kepulauan ini. Padahal kita memilikinya. Tanah leluhur memberi restu, tinggal ambil sekemampuan masing-masing. Tidakkah setiap jengkal tanah pertiwi diperoleh berkucuran keringat, harta, tanah dan nyawa. Maka nalar-nalar asing seharusnya diwaspadai. Pun bentuk tingkah-pakolah perpolitikan, taklah sebanding dengan kesungguhan meyakini yang terkerjakan bathin, berkarya membongkar puing-puing sejarah. Menjelajah membawa angin berkah bagi siapa tengadah menghirup intinya.

Sejarah takkan terelak terus berulang. Dalam istirah, mengumpulkan yang sudah terkerjakan. Di sini harus bekerja semakin giat, saat nalar-nalat profan terlelap. Menenteng keyakinan bathin tuah tetap kokok tak berubah. Jawa, Sumatra dan kepulauan Indonesia sebagian besar, tak berbeda tlatah Mesir, India bertanah keramat, serupa tanah suci Makkah. Pembaca tentu menerima, kekeramatan tersebab banyaknya darah tercecer, kepala tertebas leher. Kesadaran kepada moyang yang banyak berkorban demi hayat kemanusiaan, yang dicuri, dirampas para pecundang, penjajah dls. Seyogyanya kudu lebih menyadari, tanah ini sungguh tumpah darah syah kita.

Usah ragu, reguk dan teguk. Keyakinan sebagai pemilik, daripada nalar-nalar impor yang ditelan mentah-lantah. Saya tak pugkiri harus belajar yang lain, nyatanya Timur-Barat setubuh, selogam mata uang memiliki wajah berbeda. Kita punya muka kalau tengadah. Jika kalimah ini tak berbau sastrawi, harap maklum sebab kedatangan saya ke Mojokerto, Majapahit saya juga, membawa bendera itu. Mungkin ini sudah nasib, tiada impian jadi sastrawan. Jika teringat masa kecil begitu bodoh, kerap tak faham pelajaran di samping tak naik kelas.

Saya bangga membawa kebodohan ke mana-mana. Dengan itu, lambat laun semoga terkikis. Saya tak bisa menutupinya, sebab termasuk olang lugon, itu komentar teman dekat saya. Diri ini bukan terdidik, berangkat dari autodidak nekat. Setidaknya kejujuran tak mempelesetkan terlampau jauh dari niatan pertama.

Balik ke pemahaman judul. Maha batin, maha bathin, maha bathein, menjelma Mahabbathein. Kalau menurut coraknya, berasal dari bahasa India (mahabbat), terus masuk ke belahan tanah Arab (mahabbah), lantas menuju ke kepulauan Melayu diambillah kisahnya mengenai Dewi Sinta, terbentuklah kata cinta. Di Jawa kata cinta adalah “tresno” dari pengambilan cerita Krisna. Atau senjata keris, pisau memiliki kelok kalau masuk ke dada, irama rasanya “kres.” Atau cinta itu sesuatu tertancap di dada, jantung pecinta. Ini ngeranggehnya sukma, moga tak jauh dari sejarah perbahasaan yang ada.

Oh Sinta, Oh Cinta. Tidakkah ini kehebatan imaji nenek moyang kita yang mengubah irama Sinta membentuk kata cinta? Kisah-kisah semisal Mahabbaratha menjadi keunikan tersendiri di tanah ini atas kreatifitasnya. Dan bukan wujud penjiplakan, tapi kesantunan belajar kepada budaya lain, demi kekayaan bathin kebudayaan kita. Indonesia itu, tumpek-bleknya kebudayaan dunia, yang diameternya di Jawa. Saya rasa tak perlu iri atau ditakuti, sebab nyatanya telah mendarah daging di setiap lapisan masyarakat, kalau tak ingin cacat sebab mengindahkan kekayaan bathin sendiri.

Saya beri judul Mahabbathein Sejarah, agar sungguh mencintai perjuangan moyang. Jangan terlalu mengacungkan jempol pada karya-karya bangsa lain, dengan menginjak jerih payah pribumi, meski nyatanya karya kita belum mapan. Kebelumdewasaan itu bukan berarti lantas dibuang. Tidakkah yang senantiasa berproses menuwai hasil, ini selidik nalar sejarah. Karya-karya terbakar, pun abunya dihanyutkan ke laut. Tetap mencipta nilai-nilai bagi memiliki kehendak leluhur. Sanggup menyedot, menumpahkan kembali menjadi kalimah segar seirama. Alunannya lebih cepat oleh dialogis zaman informasi yang membantu kelepakannya.

Bagi guru bahasa atau jurusan bahasa, maaf. Saya masih sering menulis kata kalimat dengan kalimah. Menurut bathin ini lebih nyaman, sebab kalimah berasal dari bahasa Arab. Dan saya menganut agama yang dibawakan kanjeng Nabi Muhammad SAW, yang kesejahteraan intelektualnya bagi seluruh umat di dunia seisinya. Saya jadi malu kepada yang cerdas membaca tulisan ini. Kalau sungkan diteruskan, nanti wajah mata uang yang satu tak kelihatan? Atau ini perasaan saja mengenai para pembaca. Jangan-jangan baru melihat judulnya, sudah tidak bergairah. Tak apa, setidaknya setiap tarikan nafas diganti nafas-nafas lain, bertambah lebih dan lebih. Kelipatgandaannya mengatur nyawa membentuk gugusan sejarah, yang menghantarkan timbulnya peradaban.

Bagi tak yakin kedirian ini dianggapnya mengacau, nyerocos kesurupan. Setidaknya gaya-gaya ngelindur memiliki pijakan realitas sendiri, sejarah dibalik tubuh mempunyai nyanyiannya. Dengungannya lebih jelas dibanding teks-teks yang mudah dilupa. Sebab teks terhadirkan bukan sekadar jembatan beton, tapi yang berayun-ayun ketika kendaraan berat lewat. Ayunan ini nafas makna sesungguhnya. Teks bisa dihapus, dapat dibakar. Tapi mata bathin penyaksi, menemukan teks yang terbakar berkelebar memberi informasi laksana kilap. Di sini bukan tengah berusaha mensugesti, andai ada mengatakan itu. Setidaknya sebagai alat bantu kesembuhan bagi budaya yang sedang sakit. Semacam pertolongan awal sebelum menginjak namanya keyakinan. Jika pembaca tak memiliki kepercayaan pada orang lain sama sekali.

---------------
*)pengelana dari desa Kendal-Kemlagi, karanggeneng, Lamongan.
3 Mulud, senin pon 1941, 11 Maret 2008, untuk acara 13 Maret 2008 di DKM (Mojokerto).

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Azis Masyhuri A. Dahana A. Mustofa Bisri A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S Laksana Aan Frimadona Roza Aang Fatihul Islam Abd. Rahman Mawazi Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adhy Rical Adi Marsiela Adian Husaini Adin Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afnan Malay AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan MN Agung Poku Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Subagyo Agus Salim Agus Sri Danardana Agus Sulton AH J Khuzaini Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Naufel Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Alfred Tuname Ali Irwanto Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alvi Puspita Amandus Klau Amel Amien Kamil Anam Rahus Andaru Ratnasari Andong Buku #3 Angela Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Ari Pahala Hutabarat Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asep Juanda Asep Salahudin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Astrid Reza Atmakusumah Awalludin GD Mualif Awan Abdullah Ayi Jufridar Azyumardi Azra B Sugiharto Badrut Tamam Bagja Hidayat Bahrul Ulum A. Malik Bakdi Soemanto Balada Bambang kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Baskara T Wardaya SJ Bayu Agustari Adha Bayu Ambuari Beni Setia Benny Arnas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Berto Tukan BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonnie Triyana Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiarto Shambazy Buldanul Khuri Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chandra Iswinarno Cover Buku D. Zawawi Imron Dadan Sutisna Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danang Probotanoyo Danarto Daniel Paranamesa Dareen Tatour Darju Prasetya Darma Putra Darwis Rifai Harahap Dayat Hidayat Dede Kurniawan Deepe Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dhewi Susanti Dian Hartati Diana AV Sasa Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djunaedi Tjunti Agus Doan Widhiandono Doddy Hidayatullah Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Dr Junaidi Dr. Simuh Dwi Cipta Dwi Pranoto Dwi Wahyu Handayani Dwicipta Dyah Ratna Meta Novi Edeng Syamsul Ma’arif Eduard Tambunan Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Endhiq Anang P Endi Biaro Esai Eva Dwi Kurniawan Evan Ys Evi Idawati Evieta Fajar F Rahardi F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatmin Prihatin Malau Fauzan Al-Anzhari Fenny Aprilia Festival Gugur Gunung Fikri. MS Firdaus Muhammad Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Kafka Free Hearty Furqon Abdi Gde Artawan Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Noy H. Rosihan Anwar Hadi Napster Halim HD Hamdy Salad Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Haris del Hakim Haris Firdaus Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Junus Hasanudin Abdurakhman Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hastho Suprapto Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendra Sugiantoro Hendriyo Widi Henry H Loupias Heri CS Heri Latief Herman Hasyim Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Hesma Eryani Hikmat Gumelar Hilyatul Auliya Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humam S Chudori I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idha Saraswati Idris Pasaribu Igk Tribana Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Q. Moehiddin Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian koto Inggit Putria Marga Irman Syah Isbedy Stiawan ZS Ismi Wahid Istiqomatul Hayati Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Komindo Iwan Kurniawan J. Sumardianta Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jenny Ang Jihan Fauziah Jimmy Maruli Alfian Joko Sandur Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Paket Hemat Jusuf A.N Kalis Mardi Asih Karkono Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Khawas Auskarni Khoirur Rizal Umami Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kusno Kuswaidi Syafi’ie L.N. Idayanie Laksmi Pamuntja Lan Fang Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lies Susilowati Lily Yulianti Farid Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto LP3M Universitas Jember Lukman Asya Lutfi Mardiansyah M Arman AZ M Hari Atmoko M. Dhani Suheri M. Faizi M. Haninul Fuad M. Ikhsan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marlin Bato Martin Aleida Marwanto Maryati Mas Ruscitadewi Mashuri Maya Azeezah Media: Crayon on Paper Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggalang Dana Amal Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mestika Zed Michael Gunadi Widjaja Michael Ondaatje Mihar Harahap Mikhael Dua Mila Novita Misbahus Surur Misranto Moch. Faisol Moh. Asy'ari Muthhar Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Farhand Muzakki Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Yulius Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mulyadi SA Munawir Aziz Mursai Esten Musa Ismail Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak N Teguh Prasetyo N. Mursidi N. Syamsuddin CH. Haesy Nanang Fahrudin Nanang Suryadi Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Nirwan Ahmad Arsuka Nissa Rengganis Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Novelet Novianti Setuningsih Nu’man ’Zeus’ Anggara Nunung Nurdiah Nunuy Nurhayati Nur Ahmad Salman H Nur Cholish Zaein Nur Faizah Nur Hidayati Nuraz Aji Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurul Anam Nuryana Asmaudi SA Ode Barta Ananda Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pameran Lukisan Pamusuk Eneste Pandu Radea Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Priyambodo RH Prosa Pudyo Saptono Puisi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Dachroni R. Timur Budi Raja Rachmat H Cahyono Radhar Panca Dahana Rahmi Hattani Rainer Maria Rilke Rakai Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Rida Wahyuningrum Ridwan Munawwar Rilla Nugraheni Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rosidi Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rz. Subagyo S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Saripuddin Lubis Sastra Pemberontak SastraNESIA Sastri Bakry Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Si Burung Merak Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Sjaiful Masri Sjifa Amori SLG STKIP PGRI Ponorogo Soeharto Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Fitri Ana Sri Wintala Achmad St Sularto Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Satya Dharma Sujiwo Tejo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Suseno Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutirman Eka Ardhana Suwandi Adisuroso Suyadi San Switzy Sabandar Syah A. Lathief Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syifa Aulia Sylvianita Widyawati Tamrin Bey Tan Malaka TanahmeraH ArtSpace Taofik Hidayat Taufik Alwie Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh LR Teguh Pamungkas Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Th. Sumartana Theresia Purbandini Timur Sinar Suprabana Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Wahono Triyanto triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Ulfatin Ch Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Universitas Indonesia Universitas Jember Utami Widowati Veven Sp. Wardhana W Haryanto W.S. Rendra Wandi Barboy Silaban Wanitaku-wanitaku Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Wayan Supartha Wendi Wildan Nugraha Wishnubroto Widarso Wong Wing King Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanto le Honzo Yasraf Amir Piliang Yeni Mulyani Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yuli Akhmada Yulia Sapthiani Yuliarsa Yunanto Sutyastomo Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae